Apakah makna ikatan kain samping di bagian dalam dan baju di luar

Kain samping bagi sebagian besar orang mungkin hanyalah dianggap sebagai kain biasa yang lekat dekat budaya Melayu. Padahal hal ini tidak sepenuhnya benar, mengingat samping bisa disebut sebagai element penting dalam busana melayu yang memang cukup besar akar budayanya. Penggunaan baju melayu yang dipadu dengan kain samping memang terkesan unik dan memancarkan nilai estetik yang tinggi, tapi lebih daripada itu kain samping ternyata menyimpan banyak hal yang berkaitan dengan budaya setempat, terutama berkaitan dengan cara penggunaannya.

Filosofi Samping

Samping ini berasal dari kata sampingan yang bisa diterjemahkan sebagai tambahan atau pelengkap, dalam hal ini berhubungan dengan busana melayu. Jadi, kain samping yang dibuat dari songket ini sebenarnya adalah pelengkap bagi keseluruhan busana melayu. Samping biasa digunakan di bagian luar baju, dimana posisinya melintang dari bagian pinggang ke bagian lutut. Pemakaian samping dapat menunjukkan banyak hal, terutama kedudukan dan status sosial seseorang. Hal ini seharusnya jadi pedoman dalam bertindak terutama di hadapan masyarakat umum.

Fungsi Samping

Samping kerap juga disebut sampan, dan memiliki salah satu fungsi sebagai pelengkap pakaian adat yang digunakan pada kegiatan sehari-hari maupun pada upacara adat. Karena luasnya wilayah bangsa-bangsa melayu, pemakaian samping bisa berbeda-beda. Ada daerah yang mengkhususkan penggunaan kain ini untuk mereka kalangan bangsawan maupun keluarga kerajaan, sehingga penggunaannya terkesan terbatas dan lebih ekslusif. Tapi pada daerah lain, penggunaan samping lebih umum, dimana kain ini bisa digunakan dalam busana sehari-hari.

Pada daerah tertentu, penggunaan samping dengan motif dan corak tertentu juga bisa menentukan strata sosialnya dalam masyarakat sosial, misalnya warna hijau pada samping menunjukkan bahwa sang pemakai adalah seorang Datuk. Berbeda dengan warna kuning yang seperti diketahui bersama kerap kali digunakan sebagai penanda bahwa sang pemakai adalah seorang sultan atau raja.

Tata Cara Pemakaian Samping Wanita

Sebagai bagian yang dianggap penting dalam busana melayu, pemakaian samping juga harus diperhatikan. Pemakaian ini dibedakan berdasarkan gender dan juga status pernikahan yang pemakai. Misalnya untuk wanita, mereka yang masih perawan harus memakai samping di bagian depan. Hal ini seperti penanda bahwa kain tersebut akan melindungi bagian vital yang dimiliki wanita. Untuk mereka yang sudah masih memiliki suami, pemakaian samping berbeda yaitu bagian muka di bagian belakang. Pengecualian bagi mereka yang menjadi istri seorang tokoh masyarakat karena bagian muka kain samping harus diletakkan di bagian kanan. Untuk mereka yang sudah janda, bagian muka akan menghadap bagian kiri. Dengan melihat cara seseorang memakai samping, kita jadi bisa mengetahui statusnya, dimana hal ini berlaku juga bagi para pria.

Tata Cara Pemakaian Samping Pria

Untuk pria yang masih perjaka atau masih anak-anak, pemakaiannya harus diatas lutut dengan jarak sekitar 2 jari. Untuk mereka yang masih memiliki istri, hendaknya memakai kain samping hingga batas tempurung pada lutut. Terkecuali bagi mereka yang memiliki kedudukan khusus dalam masyarakat, misalnya pemimpin adat dimana panjang samping hendaknya sampai di bawah lutut. Di beberapa daerah lain ada penambahan dalam tata cara pemakaian samping ini. Dimana pemakaiannya mengacu seperti pada tata cara pemakaian untuk wanita (di bagian belakang, di samping kanan atau kiri). Pada beberapa kasus, ada pria yang sudah memiliki istri tapi memakai samping di atas lutut, layaknya seorang bujangan. Hal ini kabarnya bisa diartikan bahwa pria ini berencana untuk mencari istri lagi. 

Tags :

KOMPAS.com - Dalam tradisi pakaian tradisional Melayu Lingga, baik kaum perempuan maupun kaum laki-laki perlu menggunakan kain dagang.

Kain dagang adalah kain sarung yang dipakai kaum pria atau wanita sebagai pelengkap berpakaian Melayu.

Pakaian tradisional Melayu Lingga digunakan masyarakat Provisi Kepulauan Riau.

Dalam pakaian tradisional Melayu, kaum pria dianggap belum berpakaian lengkap jika belum menggunakan kain dagang, yakni sarung yang dipakai dengan cara disarungkan di badan menutupi sebagian celana.

Raja Ali Haji dalam Kitab Pengetahuan Bahasa, yang selesai disusun pada 1858 menyatakan, "Adapun pakaian orang Melayu daripada dahulu, sehelai seluar dipakai di dalam, kemudian baharulah memakai kain, bugiskah atau sutera..." jelas ungkapan tersebut seperti dilansir dari disbud.kepriprov.go.id

Baca juga: Sering Tampil Mengenakan Kain Sarung, Ini Alasan Bupati Bener Meriah

Kain Dagang Menunjukkan Kesopanan

Dalam tradisi Lingga-Riau, Kain Dagang menunjukkan kesopanan dan kesantunan dalam berpakaian.

Jika tidak memakai kain dagang maka dianggap kurang sopan dan melanggar adat istiadat.

Kain dagang begitu penting, pakaian terhormat pria Melayu tidak saja dipadankan dengan pakaian tradisional tetapi juga dengan pakaian modern.

Sultan dan Raja di Lingga-Riau memakai sebagian pakaian modern dipadankan dengan kain dagang.

Makna Kain Dagang

Dalam tradisi Melayu Lingga, kain dagang juga mempunyai makna dan penanda.

1. Kain dagang untuk pria

Kaum pria yang belum menikah memakai kain dagang hanya labuh atau turun sampai ke paras atas lutut.

Untuk kaum pria yang telah berkeluarga, kain dagang labuh sampai ke bawah lutut sekitar paras tulang kering.

Selain itu dalam memakai kain dagang terdapat dua jenis, yaitu kain dagang dalam dan kain dagang luar.

Baca juga: Mari Berkain - Kain Sarung dengan Dua Lipit

Kain dagang dalam adalah kain yang dipakai di dalam baju. Untuk di Lingga, kain dagang dalam khas dipakai dengan baju kurung Teluk Belanga.

Kain dagang luar dimaksudkan kain yang dipakai di luar baju. Kain dagang luar dipakai dengan baju kurung Cekak Musang.

Untuk acara resmi, seperti upacara adat, hari raya, hari besar, hari besar agama Islam, dan acara tertentu, kain yang dipakai antara lain, seperti kain songket dan telepuk sebagai kain dagang dalam berpakaian tradisional.

Hal ini dilakukan karena kain songket dan telepuk dianggap lebih indah dan berkualitas, sehingga kain tidak lazim dipakai sehari-hari atau di acara tidak resmi.

2. Kain dagang untuk wanita

Berbeda dengan wanita, tidak semua pakaian tradisional dipakai dengan kain dagang. Kain dagang hanya dipakai dengan baju kurung dan kain sarung.

Kain dagang hanya dipakai dalam acara adat istiadat. Untuk sehari-hari, tidak lazim menggunakan kain dagang.

Kain dagang yang dipakai perlu mempunyai kepala sebagai penanda untuk kaum wanita yang gadis, menikah, dan janda.

Baca juga: Ketika Istri Wapres Menenun Sendiri Kain Sarung Samarinda...

Cara Kaum Wanita Memakai Kain Dagang

Cara memakai kain dagang untuk kaum wanita, yaitu setelah memakai baju dan kain sarung, kain sarung satu lagi dipakai untuk menutupi baju dan kain sarung tadi.

Untuk wanita yang masih gadis, kain dagang dipakai dari pinggang hingga sampai ke atas lutut dan kepala kain diletakan di bagian depan.

Untuk wanita yang telah menikah, kain dagang labuh sampai di bawah lutut paras tulang kering dan kepala kain diletakkan di samping bagian kanan.

Untuk janda, kepala kain diletakan di samping bagian kiri.

Kain yang dipakai lazimnya, seperti songket dan kain tenun.

Kain batik tidak lazim dipakai sebagai kain dagang karena dipakai sebagai kain sarung.

Sumber: disbud.kepriprov.go.id

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Apakah makna ikatan kain samping di bagian dalam dan baju diluar?sudah dewasa A belia B dewasa C pemuka adat D Rakyat biasa​