JAKARTA, (PRLM).- Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) akan menggelar Forum Tahunan Pengembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Inovasi (Iptekin) Nasional IV, dijadwalkan berlangsung di Auditorium Utama LIPI, Jakarta, Kamis (9/10/2014). Forum yang mengusung tema Kapasitas Inovasi, Kapabilitas Teknologi, dan Kinerja Industri menuju Pasar Bebas ASEAN 2015 itu akan diikuti oleh peneliti, akademisi, praktisi, dan unsur pemerintahan. Kepala Pusat Penelitian Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Pappiptek) LIPI Trina Fizzanty menuturkan, forum Iptekin Nasional IV bisa menjadi momentum untuk mengingatkan semua pihak bahwa Indonesia harus segera berbenah dan mempersiapkan diri sebaik mungkin dalam menghadapi pasar bebas ASEAN. Show Ditegaskan dia, Indonesia sebaiknya segera melakukan perbaikan mendasar apabila ingin menjadi pemenang dan negara termaju di kawasan ASEAN dengan ekonomi nomor tujuh terbesar di dunia. Sektor yang perlu dibenahi adalah kapasitas inovasi, kapabilitas teknologi, dan kemampuan industri yang masih rendah. Indikator ini ditunjukkan dari jumlah paten Indonesia yang relatif rendah dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, ujarnya dalam keterangan pers yang diterima PR Online di Jakarta, Rabu (8/10/2014). Trina menjelaskan, berdasarkan hasil riset Pappiptek pada tahun lalu, hanya segelintir industri nasional yang bisa menembus pasar ASEAN, bahkan global. Itu pun baru pada tataran ekspor atau maksimum baru pada investasi fasilitas produksi dan belum ditemukan industri yang berinvestasi pada litbang di negara lain, seperti Tiongkok. Hal ini tentu menjadi catatan tersendiri dan perlu ditanggapi segera dengan langkah-langkah yang strategis, seperti kolaborasi pengembangan iptek dan inovasi dengan negara-negara di kawasan, serta mendorong munculnya industri berbasis iptek dan inovasi. Strategi ke depan perlu diarahkan pada penciptaan industri dengan nilai ekonomi tinggi, katanya. Selain itu, tutur dia, industri harus menjadikan iptek dan inovasi sebagai strategi meningkatkan kontribusi Indonesia terhadap kemajuan ekonomi nasional dan negara-negara kawasan ASEAN. Sebagaimana diketahui, Pasar Bebas ASEAN atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEE) akan segera diberlakukan pada tahun depan. Pemberlakuan pasar bebas tersebut memiliki konsekuensi bahwa setiap negara yang menjadi peserta harus mempunyai kompetensi dan kemampuan mumpuni, khususnya di bidang inovasi dan teknologi untuk memenangkan persaingan. Trina menuturkan, Forum Iptekin Nasional IV merupakan ajang tahunan yang berupaya mencari solusi agar Indonesia memenangkan persaingan global. Kegiatan yang menginjak tahun ke-4 penyelenggaraan itu akan menghadirkan tiga pembicara utama yang andal pada bidangnya masing-masing. Mereka adalah Dr. Sarah Cheah dari National University of Singapore (NUS) dan pernah menjabat sebagai Vice Chairman AStar ETPL. Kemudian, Dr. Ilham Habibie yang merupakan ilmuwan dan pengusaha yang saat ini menjabat sebagai Ketua Tim Pelaksana Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Indonesia, serta Dr. LT Handoko yang tercatat sebagai Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI.(Agus Ibnudin- "PR "/A-88) Sivitas Terkait : Trina Fizzanty Globalisasi adalah keniscayaan yang harus ditanggapi dengan tenang dan tidak gegabah. Salah satu yang sudah berjalan lebih dari satu tahun terakhir ini adalah integrasi ekonomi dalam bentuk perdagangan bebas antarnegara kawasan Asia Tenggara yang disebut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Beragam pendapat pro dan kontra yang bergulir mengiringi diberlakukannya MEA perlu untuk diketahui. Selain sebagai informasi untuk memahami dengan lebih baik kebijakan ekonomi kawasan ASEAN, ini sekaligus juga sebagai upaya untuk mempersiapkan elemen dan komponen masyarakat. MEA yang digagas sejak tahun 2003 dihadirkan dalam deklarasi yang disebut dengan Bali Summit telah resmi diberlakukan sejak akhir tahun 2015. Presiden Joko Widodo pada November 2015 telah menyampaikan bahwa dalam forum perdagangan bebas ini, mau tak mau, siap atau tidak masyarakat Indonesia harus bersiap untuk berkompetisi dalam sebuah iklim ekonomi yang terbuka. Baca Juga: Seberapa Pentingkah MEA Itu? Inilah PenjelasannyaSurvei Menyebutkan Indonesia Belum Siap Menghadapi MEATenaga Kerja Indonesia via shutterstock.com Pernah ada survei yang dilakukan di Jakarta dengan melibatkan 46 responden. Hasilnya, hampir 65% responden sepakat Indonesia belum siap menghadapi MEA. Sementara 26% berpendapat Indonesia sudah siap dan 9% responden berpandangan lain. Besarnya jumlah responden yang menyatakan ketidaksiapan masyarakat Indonesia untuk bersaing dalam pasar terbuka dengan konsep integrasi ekonomi negara-negara sekawasan ASEAN atau MEA dilandasi beragam pemikiran, diantaranya:
Namun, survei tersebut belum bisa dianggap mewakili keseluruhan persepsi masyarakat Indonesia. Setidaknya, hasil dari survei ini memberi gambaran lebih lanjut tentang pandangan masyarakat terhadap MEA. Hasilnya adalah pemahaman terhadap peluang dan risiko yang akan dihadapi serta solusi untuk memecahkannya jelas menjadi satu hal yang sangat mendasar dan diperlukan. Komponen yang Terdapat dalam MEANegara-Negara yang Tergabung dalam MEA via shutterstock.com Sebagaimana tujuan MEA yang secara definitif ingin menjadikan kawasan regional ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi. Ada lima komponen yang perlu diketahui yang terdapat dalam pasar tunggal yang juga menjadi basis produksi yang ada pada suatu wilayah regional.
Boleh ditarik kesimpulan MEA memiliki lima komponen dasar yang saling terkait, yaitu arus bebas barang dan jasa, arus bebas investasi dan permodalan, tenaga kerja (terampil), dan jasa. Selain lima komponen tersebut, ada empat pilar dalam MEA yang tersusun atas: kompetisi ekonomi regional, pemerataan pembangunan ekonomi, integrasi ekonomi global dengan regional, serta pasar tunggal dan basis produksi. Peningkatan sebagai Cara Menghadapi Dampak Negatif MEAIlustrasi Pelatihan SDM via shutterstock.com Setiap negara mengalami dampak yang berbeda-beda akibat diberlakukannya MEA. Beberapa negara menjadi lebih maju dengan penerapan pasar terbuka. Sementara bagi negara lainnya, pasar terbuka malah memberikan dampak yang negatif. Tak jarang beberapa negara mengalami kemunduran ekonomi lantaran negaranya menerapkan liberalisasi dalam bidang ekonomi. Hal tersebut sebenarnya bisa diatasi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas barang dalam negeri agar unggul dalam persaingan MEA. Sebagai contoh, Indonesia adalah negara agraris. Dengan demikian, sebagian besar hasil komoditasnya adalah produk pertanian. Perlu diingat bahwa dalam beberapa tahun terakhir telah banyak hasil pertanian dari luar yang masuk ke Indonesia, baik dari negara anggota ASEAN maupun ASEAN. Situasi tersebut mengancam ketahanan pangan dalam negeri. Padahal, hasil pertanian Indonesia masih lebih baik kualitasnya ketimbang milik negara lain. Karena itu, Pemerintah harus terlibat dalam peningkatan hasil pertanian dalam negeri. Baca Juga: Inilah Peran Penting Mahasiswa dalam MEAKunci Sukses MEA Tergantung pada SDM yang TersediaSetiap kebijakan, termasuk MEA, memiliki sisi positif dan negatif. Kunci sukses ada di SDM di negara-negara yang akan menjalankannya. Dengan dibukanya MEA, tenaga kerja terampil Indonesia punya celah untuk melakukan ekspansi ke luar negeri. Sebagai contoh, tenaga kerja Singapura yang bisa datang ke Indonesia akan semakin meningkat. Demikian pula dengan tenaga kerja Indonesia juga sangat mungkin untuk bisa masuk ke negara seperti Singapura dan Malaysia yang diketahui memiliki standar upah minimum yang lebih baik. Dengan demikian, akan terjadi pemerataan ekonomi dan tentunya membawa kemakmuran serta kesejahteraan bagi sebagian besar tenaga kerja Indonesia. Intinya, peningkatan kualitas individu dalam negeri adalah salah satu solusi menghadapi MEA. Baca Juga: Beginilah Pengaruh MEA terhadap Ketenagakerjaan di Indonesia |