Kunci Jawaban Tema 6 Kelas 5 SD - Berikut jawaban soal Apa yang dimaksud dengan suhu atau temperatur? dalam Tema 5 Subtema 1 Pembelajaran 2 untuk Kelas 6 SD halaman 13. Show
TRIBUNNEWS.COM - Berikut ini jawaban soal "Apa yang dimaksud dengan suhu atau temperatur?". Pertanyaan "Apa yang dimaksud dengan suhu atau temperatur?" ada dalam Tema 6 Subtema 1 Pembelajaran 2 untuk Kelas 5 SD halaman 13. Buku Tematik Tema 6 untuk SD kelas 5 edisi revisi 2017 ini berjudul Panas dan Perpindahannya. Subtema 1 dalam Buku Tematik ini berjudul Suhu dan Kalor. Baca juga: Sikap Apakah yang Diperlukan untuk Menjadi Guru yang Baik? Kunci Jawaban Kelas 4 SD Tema 6 Hal 62-65 Baca juga: Kunci Jawaban Tema 5 Kelas 6 SD: Halaman 135, 139, 140, dan 141 Tematik Subtema 3 Pembelajaran 2 Dalam artikel ini, berisi kunci jawaban soal yang ada dalam pembelajaran 2 di halaman 12, 13, 14, 16, 19, 21, dan 22. Kunci jawaban Buku Tematik Tema 6 kelas 5 SD ini ditujukan kepada orang tua atau wali sebagai pedoman dalam mengoreksi hasil belajar anak. Sebelum melihat kunci jawaban, siswa harus terlebih dahulu menjawab soal sendiri. Setelah itu, gunakan artikel ini untuk mengoreksi hasil pekerjaan siswa. Baca juga: Kunci Jawaban Tema 6 Kelas 6 SD Halaman 3 dan 5 Buku Tematik Pembelajaran 1 Subtema 1 Baca juga: Kunci Jawaban Tema 6 Kelas 5 SD Halaman 12 13 14 16 19 21 22 Tematik Subtema 1 Pembelajaran 2 Berikut Kunci Jawaban Tema 6 Kelas 5 SD Halaman 12, 13, 14, 16, 19, 21, 22, Tematik Subtema 1 Pembelajaran 2 yang Tribunnews.com kutip dari Buku Guru dan Siswa serta beberapa sumber lainnya: Kunci Jawaban Halaman 12, 13, 14 Di dalam ilmu fisika, suhu adalah ukuran derajat panas atau dinginnya suatu benda (zat). Suhu adalah sebuah besaran yang menyatakan tingkatan panas atau dingin suatu benda. Suhu merupakan besaran pokok. Satuan suhu yaitu Kelvin. Untuk mengukur suhu diperlukan alat yang disebut dengan termometer. Jakarta - Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), suhu merupakan ukuran kuantitatif terhadap temperatur panas dan dingin, diukur dengan termometer. Suhu tidak dapat dilihat, tetapi dapat dirasakan. Makin tinggi suhu suatu benda, maka makin tinggi derajat panas yang dimilikinya. Suhu hanya dapat diketahui dari akibat yang ditimbulkannya pada benda lain. Seperti misalnya tubuh kita dapat merasakan suhu dalam bentuk rasa panas. Keadaan suhu sebuah benda dikatakan berubah apabila pada benda-benda tersebut terjadi perubahan-perubahan diantaranya; perubahan kimia, wujud, volume dan warna. Energi kinetik partikel-partikel pada suatu benda merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi suhu. Alat pengukur suhuTermometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur suhu dengan tepat dan menyatakannya dengan suatu angka. Pembuatan termometer dipelopori oleh Galileo Galilei pada tahun 1595. Termometer dibuat untuk memanfaatkan gejala perubahan volume suatu zat cair yang ditempatkan di dalam pipa kapiler. Manusia dapat merasakan suhu yang rendah maupun yang tinggi, tetapi berbagai percobaan menunjukkan bahwa perasaan manusia tidak dapat menentukan suhu dengan tepat. Selain tidak akurat, pengukuran suhu dengan menggunakan tangan bisa menimbulkan kerusakan pada tangan karena benda yang diukur terlalu dingin atau terlalu panas. Alat pengukur suhu yang baik harus memenuhi dua hal berikut:
Skala SuhuSkala suhu digunakan untuk memberikan tampilan nilai yang terukur pada suhu. Sampai saat ini, terdapat 4 skala suhu yang digunakan pada termometer diantaranya Celcius ( oC), Reamur (oR), Fahrenheit (oH) dan Kelvin (K). Skala Celcius dan Fahrenheit banyak kita temukan di kehidupan sehari hari, sedangkan skala suhu yang ditetapkan sebagai Satuan Internasional adalah Kelvin. Di Indonesia menggunakan satuan skala celcius (C) Perbandingan Skala Suhu:Skala C: skala R: skala F : skala K = 100 : 80 : 180 : 100Skala C : skala R: skala F: skala K = 5 : 4 : 9 :5t C : tR : (tF - 32) : (tK - 273) = 5 : 4 : 9 : 5 Perbandingan di atas dapat digunakan untuk menentukan konversi skala suhu. Demikian pembahasan mengenai suhu, alat ukur suhu dan skala suhu. Semoga mudah dipahami ya, detikers. Simak Video "Rekor! Suhu Arktik Mencapai 38 Derajat Celcius" (lus/lus)
Lihat Foto KOMPAS.com - Suhu menjadi salah sau variable perubahan iklim. Berdasdarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, suhu diartikan sebagai ukuran kuantitatif terhadap temperatur, panad dan dingin, diukur dengan termometer. Dalam buku Penyehatan Udara (2007) oleh Tri Cahyono, suhu adalah keadaan panas atau dinginnya udara. Suhu udara tertinggi di muka bumi merupakan daerah tropis dan makin ke kutub akan semakin dingin. Jika dilihat dari dataran, maka dataran terendah cenderung memiliki suhu yang tinggi dan semakin tinggi dataran suhu cenderung semakin turun. Alat untuk mengukur suhu adalah termoteter. Terdapat dua jenis termometer, yaitu termometer maksimum dan termometer minimum. Baca juga: Perbedaan Musim, Iklim, dan Cuaca Biasanya pengukuran suhu dinyatakan dalam skala Celcius (C), Reamur (R), dan Fahrenheit (F). Secara mikroskopis, suhu menunjukkan energi yang dimiliki oleh suatu benda. Setiap atom dalam suatu benda masing-masing bergerak, baik dalam bentuk perpindahan maupun gerakan di tempat berupa getaran. Suhu udara sangat berperan dalam penguapan air dan juga kemampuan menahan air di udara serta proses kimia di udara. Semakin tinggi suhu udara, semakin tinggi tingkat penguapan air, semakin tinggi uap air yang ditahan di udara dan semakin cepat reaksi kimia. Semakin rendah suhu udara, kemampuan menahan uap air juga menurun. Hal ini menyebabkan udara menjadi jenuh uap air. Pada saat udara mencapai batas maksimum uap air, kondensasi pengembunan mulai terjadi dan hujan mulai turun. Baca juga: Klasifikasi Iklim Menurut Para Ahli Faktor yang memengaruhi suhuHandoko dalam bukunya Pengantar Unsur-Unsur Cuaca di Stasiun Klimatologi Pertanian, faktor-faktor yang memepengaruhi suhu dipermukaan bumi di antaranya:
Baca berikutnya Cairan hendak mulai membeku pada suhu 0° Celsius (di gambar ini suhu udara -17° C) Suhu menunjukkan derajat panas benda. Mudahnya, semakin tinggi suhu suatu benda, semakin panas benda tersebut. Secara mikroskopis, suhu menunjukkan energi yang dimiliki oleh suatu benda. Setiap atom dalam suatu benda masing-masing melakukan usaha, sepatutnya itu dalam wujud perpindahan maupun aksi di tempat getaran. Makin tingginya energi atom-atom penyusun benda, makin tinggi suhu benda tersebut. Sebuah peta global jangka panjang suhu udara permukaan rata-rata bulanan dalam proyeksi Mollweide. Suhu juga disebut temperatur yang diukur dengan alat termometer. Empat jenis termometer yang sangat dikenal yaitu Celsius, Reumur, Fahrenheit dan Kelvin. Perbandingan antara satu jenis termometer dengan termometer lainnya mengikuti: C:R:(F-32) = 5:4:9 danK = C + 273.(derajat)Karena dari Kelvin ke derajat Celsius, Kelvin dimulai dari 273 derajat, bukan dari -273 derajat. Dan derajat Celsius dimulai dari 0 derajat. Suhu Kelvin sama perbandingan nya dengan derajat Celsius yaitu 5:5, maka dari itu, sebagai mengubah suhu tersebut ke suhu lainnya, sebaiknya memakai atau mengubahnya ke derajat Celsius terlebih dahulu, karena bila kita memakai Kelvin hendak lebih melilit-lilit sebagai mengubahnya ke suhu lainnya. Contoh: K=R 4/5X[300-273] daripada: C=R 4/5X27 Sebagai contoh: dan .Alat Ukur SuhuArtikel utama: TermometerSecara kualitatif, kita bisa mengetahui bahwa suhu yaitu sensasi dingin atau hangatnya sebuah benda yang dirasakan ketika menyentuhnya. Secara kuantitatif, kita bisa mengetahuinya dengan memakai termometer. Suhu bisa diukur dengan memakai termometer yang berisi cairan raksa atau alkohol. Kata termometer ini diambil dari dua kata yaitu thermo yang gunanya panas dan meter yang gunanya mengukur (to measure). Tipe termometerBeberapa tipe termometer antara lain:
Termometer yang sering dipergunakanTermometer yang biasanya dipakai sebagai berikut: Termometer bulb (air raksa atau alkohol)
- thermal capacity effect, apabila massa yang diukur relatif kecil, hendak banyak panas yang diserap oleh termometer dan mengurangi suhu sebenarnya - cairan (alkohol, merkuri) yang terputus - kesalahan pembacaan - kesalahan pencelupan Termometer spring
Termometer non kontakTermometer infra merah, mendeteksi temperatur secara optik selama objek dikawal, radiasi energi sinar infra merah diukur, dan disajikan sebagai suhu, dengan mengetahui jumlah energi infra merah yang dipancarkan oleh objek dan emisinya, temperatur objek bisa dibedakan. Termometer elektronikMempunyai dua jenis yang dipergunakan di pengolahan, yakni thermocouple dan resistance thermometer. Biasanya, industri memakai nominal resistan 100 ohm pada 0 °C sehingga disebut sebagai sensor Pt-100. Pt yaitu simbol sebagai platinum, sensivitas standar sensor 100 ohm yaitu nominal 0.385 ohm/°C, RTDs dengan sensivitas 0.375 dan 0.392 ohm/°C juga tersedia. Satuan SuhuMengacu pada SI, satuan suhu yaitu Kelvin (K). Skala-skala lain yaitu Celsius, Fahrenheit, dan Reamur. Pada skala Celsius, 0 °C yaitu titik dimana cairan membeku dan 100 °C yaitu titik didih cairan pada tekanan 1 atmosfer. Skala ini yaitu yang sangat sering dipergunakan di alam. Skala Celsius juga sama dengan Kelvin sehingga cara mengubahnya ke Kelvin cukup ditambahkan 273 (atau 273.15 sebagai lebih tepatnya). Skala Fahrenheit yaitu skala umum yang dipakai di Amerika Serikat. Suhu cairan membeku yaitu 32 °F dan titik didih cairan yaitu 212 °F. Sebagai satuan baku, Kelvin tidak memerlukan tanda derajat dalam penulisannya. Misalnya cukup ditulis suhu 20 K saja, tidak perlu 20° K. Mengubah Skala SuhuCara gampang sebagai mengubah dari Celsius, Fahrenheit, dan Reamur yaitu dengan mengingat perbandingan C:F:R = 5:9:4. Caranya, yaitu (Skala tujuan)/(Skala awal)xSuhu. Dari Celsius ke Fahrenheit setelah memakai cara itu, ditambahkan
TriviaLihat juga
edunitas.com Page 2Cairan hendak mulai membeku pada suhu 0° Celsius (di gambar ini suhu udara -17° C) Suhu menunjukkan derajat panas benda. Mudahnya, semakin tinggi suhu suatu benda, semakin panas benda tersebut. Secara mikroskopis, suhu menunjukkan energi yang dimiliki oleh suatu benda. Setiap atom dalam suatu benda masing-masing melakukan usaha, sepatutnya itu dalam wujud perpindahan maupun aksi di tempat getaran. Makin tingginya energi atom-atom penyusun benda, makin tinggi suhu benda tersebut. Sebuah peta global jangka panjang suhu udara permukaan rata-rata bulanan dalam proyeksi Mollweide. Suhu juga disebut temperatur yang diukur dengan alat termometer. Empat jenis termometer yang sangat dikenal yaitu Celsius, Reumur, Fahrenheit dan Kelvin. Perbandingan antara satu jenis termometer dengan termometer lainnya mengikuti: C:R:(F-32) = 5:4:9 danK = C + 273.(derajat)Karena dari Kelvin ke derajat Celsius, Kelvin dimulai dari 273 derajat, bukan dari -273 derajat. Dan derajat Celsius dimulai dari 0 derajat. Suhu Kelvin sama perbandingan nya dengan derajat Celsius yaitu 5:5, maka dari itu, sebagai mengubah suhu tersebut ke suhu lainnya, sebaiknya memakai atau mengubahnya ke derajat Celsius terlebih dahulu, karena bila kita memakai Kelvin hendak lebih melilit-lilit sebagai mengubahnya ke suhu lainnya. Contoh: K=R 4/5X[300-273] daripada: C=R 4/5X27 Sebagai contoh: dan .Alat Ukur SuhuArtikel utama: TermometerSecara kualitatif, kita bisa mengetahui bahwa suhu yaitu sensasi dingin atau hangatnya sebuah benda yang dirasakan ketika menyentuhnya. Secara kuantitatif, kita bisa mengetahuinya dengan memakai termometer. Suhu bisa diukur dengan memakai termometer yang berisi cairan raksa atau alkohol. Kata termometer ini diambil dari dua kata yaitu thermo yang gunanya panas dan meter yang gunanya mengukur (to measure). Tipe termometerBeberapa tipe termometer antara lain:
Termometer yang sering dipergunakanTermometer yang biasanya dipakai sebagai berikut: Termometer bulb (air raksa atau alkohol)
- thermal capacity effect, apabila massa yang diukur relatif kecil, hendak banyak panas yang diserap oleh termometer dan mengurangi suhu sebenarnya - cairan (alkohol, merkuri) yang terputus - kesalahan pembacaan - kesalahan pencelupan Termometer spring
Termometer non kontakTermometer infra merah, mendeteksi temperatur secara optik selama objek dikawal, radiasi energi sinar infra merah diukur, dan disajikan sebagai suhu, dengan mengetahui jumlah energi infra merah yang dipancarkan oleh objek dan emisinya, temperatur objek bisa dibedakan. Termometer elektronikMempunyai dua jenis yang dipergunakan di pengolahan, yakni thermocouple dan resistance thermometer. Biasanya, industri memakai nominal resistan 100 ohm pada 0 °C sehingga disebut sebagai sensor Pt-100. Pt yaitu simbol sebagai platinum, sensivitas standar sensor 100 ohm yaitu nominal 0.385 ohm/°C, RTDs dengan sensivitas 0.375 dan 0.392 ohm/°C juga tersedia. Satuan SuhuMengacu pada SI, satuan suhu yaitu Kelvin (K). Skala-skala lain yaitu Celsius, Fahrenheit, dan Reamur. Pada skala Celsius, 0 °C yaitu titik dimana cairan membeku dan 100 °C yaitu titik didih cairan pada tekanan 1 atmosfer. Skala ini yaitu yang sangat sering dipergunakan di alam. Skala Celsius juga sama dengan Kelvin sehingga cara mengubahnya ke Kelvin cukup ditambahkan 273 (atau 273.15 sebagai lebih tepatnya). Skala Fahrenheit yaitu skala umum yang dipakai di Amerika Serikat. Suhu cairan membeku yaitu 32 °F dan titik didih cairan yaitu 212 °F. Sebagai satuan baku, Kelvin tidak memerlukan tanda derajat dalam penulisannya. Misalnya cukup ditulis suhu 20 K saja, tidak perlu 20° K. Mengubah Skala SuhuCara gampang sebagai mengubah dari Celsius, Fahrenheit, dan Reamur yaitu dengan mengingat perbandingan C:F:R = 5:9:4. Caranya, yaitu (Skala tujuan)/(Skala awal)xSuhu. Dari Celsius ke Fahrenheit setelah memakai cara itu, ditambahkan
TriviaLihat juga
edunitas.com Page 3Cairan hendak mulai membeku pada suhu 0° Celsius (di gambar ini suhu udara -17° C) Suhu menunjukkan derajat panas benda. Mudahnya, semakin tinggi suhu suatu benda, semakin panas benda tersebut. Secara mikroskopis, suhu menunjukkan energi yang dimiliki oleh suatu benda. Setiap atom dalam suatu benda masing-masing melakukan usaha, sepatutnya itu dalam wujud perpindahan maupun aksi di tempat getaran. Makin tingginya energi atom-atom penyusun benda, makin tinggi suhu benda tersebut. Sebuah peta global jangka panjang suhu udara permukaan rata-rata bulanan dalam proyeksi Mollweide. Suhu juga disebut temperatur yang diukur dengan alat termometer. Empat jenis termometer yang sangat dikenal yaitu Celsius, Reumur, Fahrenheit dan Kelvin. Perbandingan antara satu jenis termometer dengan termometer lainnya mengikuti: C:R:(F-32) = 5:4:9 danK = C + 273.(derajat)Karena dari Kelvin ke derajat Celsius, Kelvin dimulai dari 273 derajat, bukan dari -273 derajat. Dan derajat Celsius dimulai dari 0 derajat. Suhu Kelvin sama perbandingan nya dengan derajat Celsius yaitu 5:5, maka dari itu, sebagai mengubah suhu tersebut ke suhu lainnya, sebaiknya memakai atau mengubahnya ke derajat Celsius terlebih dahulu, karena bila kita memakai Kelvin hendak lebih melilit-lilit sebagai mengubahnya ke suhu lainnya. Contoh: K=R 4/5X[300-273] daripada: C=R 4/5X27 Sebagai contoh: dan .Alat Ukur SuhuArtikel utama: TermometerSecara kualitatif, kita bisa mengetahui bahwa suhu yaitu sensasi dingin atau hangatnya sebuah benda yang dirasakan ketika menyentuhnya. Secara kuantitatif, kita bisa mengetahuinya dengan memakai termometer. Suhu bisa diukur dengan memakai termometer yang berisi cairan raksa atau alkohol. Kata termometer ini diambil dari dua kata yaitu thermo yang gunanya panas dan meter yang gunanya mengukur (to measure). Tipe termometerBeberapa tipe termometer antara lain:
Termometer yang sering dipergunakanTermometer yang biasanya dipakai sebagai berikut: Termometer bulb (air raksa atau alkohol)
- thermal capacity effect, apabila massa yang diukur relatif kecil, hendak banyak panas yang diserap oleh termometer dan mengurangi suhu sebenarnya - cairan (alkohol, merkuri) yang terputus - kesalahan pembacaan - kesalahan pencelupan Termometer spring
Termometer non kontakTermometer infra merah, mendeteksi temperatur secara optik selama objek dikawal, radiasi energi sinar infra merah diukur, dan disajikan sebagai suhu, dengan mengetahui jumlah energi infra merah yang dipancarkan oleh objek dan emisinya, temperatur objek bisa dibedakan. Termometer elektronikMempunyai dua jenis yang dipergunakan di pengolahan, yakni thermocouple dan resistance thermometer. Biasanya, industri memakai nominal resistan 100 ohm pada 0 °C sehingga disebut sebagai sensor Pt-100. Pt yaitu simbol sebagai platinum, sensivitas standar sensor 100 ohm yaitu nominal 0.385 ohm/°C, RTDs dengan sensivitas 0.375 dan 0.392 ohm/°C juga tersedia. Satuan SuhuMengacu pada SI, satuan suhu yaitu Kelvin (K). Skala-skala lain yaitu Celsius, Fahrenheit, dan Reamur. Pada skala Celsius, 0 °C yaitu titik dimana cairan membeku dan 100 °C yaitu titik didih cairan pada tekanan 1 atmosfer. Skala ini yaitu yang sangat sering dipergunakan di alam. Skala Celsius juga sama dengan Kelvin sehingga cara mengubahnya ke Kelvin cukup ditambahkan 273 (atau 273.15 sebagai lebih tepatnya). Skala Fahrenheit yaitu skala umum yang dipakai di Amerika Serikat. Suhu cairan membeku yaitu 32 °F dan titik didih cairan yaitu 212 °F. Sebagai satuan baku, Kelvin tidak memerlukan tanda derajat dalam penulisannya. Misalnya cukup ditulis suhu 20 K saja, tidak perlu 20° K. Mengubah Skala SuhuCara gampang sebagai mengubah dari Celsius, Fahrenheit, dan Reamur yaitu dengan mengingat perbandingan C:F:R = 5:9:4. Caranya, yaitu (Skala tujuan)/(Skala awal)xSuhu. Dari Celsius ke Fahrenheit setelah memakai cara itu, ditambahkan
TriviaLihat juga
edunitas.com Page 4Batak merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan suatu tema kolektif untuk mengidentifikasikan sebagian suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan untuk Batak adalah: Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing. Ketika ini pada umumnya orang Batak menganut agama Kristen Protestan, Kristen Katolik, dan Islam Sunni. Tetapi berada pula yang menganut kepercayaan tadisional yakni: tradisi Malim dan juga menganut kepercayaan animisme (disebut Sipelebegu atau Parbegu), walaupun sekarang banyak penganut kedua segala sesuatu yang diajarkan ini sudah lebih susut. SejarahOrang Batak adalah penutur bahasa Austronesia namun tidak diketahui kapan nenek moyang orang Batak pertama kali bermukim di Tapanuli dan Sumatera Timur. Bahasa dan bukti-bukti arkeologi menunjukkan bahwa orang yang bercakap Austronesia dari Taiwan telah berpindah ke wilayah Filipina dan Indonesia lebih kurang 2.500 tahun lalu, adalah di zaman batu muda (Neolitikum). [2]Karena hingga sekarang belum berada artefak Neolitikum (Zaman Batu Muda) yang ditemukan di wilayah Batak maka dapat diduga bahwa nenek moyang Batak baru bermigrasi ke Sumatera Utara di zaman logam. Pada ratus tahun ke-6, pedagang-pedagang Tamil asal India mendirikan kota dagang Barus, di pesisir barat Sumatera Utara. Mereka berdagang kapur Barus yang diusahakan oleh petani-petani di pedalaman. Kapur Barus dari tanah Batak bermutu tinggi sehingga menjadi salah satu komoditas ekspor di samping kemenyan. Pada ratus tahun ke-10, Barus diserang oleh Sriwijaya. Hal ini menyebabkan terusirnya pedagang-pedagang Tamil dari pesisir Sumatera[3]. Pada masa-masa berikutnya, perdagangan kapur Barus mulai banyak diduduki oleh pedagang Minangkabau yang mendirikan koloni di pesisir barat dan timur Sumatera Utara. Koloni-koloni mereka terbentang dari Barus, Sorkam, hingga Natal[4]. Batak merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan suatu tema kolektif untuk mengidentifikasikan sebagian suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan untuk Batak adalah: Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing. Mayoritas orang Batak menganut agama Kristen dan sisanya beragama Islam. Tetapi berada pula yang menganut agama Malim dan juga menganut kepercayaan animisme (disebut Sipelebegu atau Parbegu), walaupun sekarang banyak penganut kedua segala sesuatu yang diajarkan ini sudah lebih susut. Identitas BatakR.W Liddle mengatakan, bahwa sebelum ratus tahun ke-20 di Sumatra anggota utara tidak terdapat kelompok etnis untuk satuan sosial yang koheren. Menurutnya hingga ratus tahun ke-19, interaksi sosial di daerah itu hanya terbatas pada hubungan antar individu, antar kelompok kekerabatan, atau antar kampung. Dan nyaris tidak berada kesadaran untuk menjadi anggota dari satuan-satuan sosial dan politik yang lebih akbar.[5] Argumen lain mengemukakan, bahwa munculnya kesadaran mengenai suatu keluarga akbar Batak baru terjadi pada zaman kolonial.[6] Dalam disertasinya J. Pardede mengemukakan bahwa istilah "Tanah Batak" dan "rakyat Batak" dibuat susunan oleh pihak asing. Sebaliknya, Siti Omas Manurung, seorang istri dari putra pendeta Batak Toba menyatakan, bahwa sebelum kedatangan Belanda, semua orang baik Karo maupun Simalungun mengakui dirinya untuk Batak, dan Belandalah yang telah membuat terpisahnya kelompok-kelompok tsb. Suatu mitos yang memiliki berbagai jenis versi menyatakan, bahwa Pusuk Buhit, salah satu puncak di barat Danau Toba, adalah tempat "kelahiran" bangsa Batak. Selain itu mitos-mitos tsb juga menyatakan bahwa nenek moyang orang Batak berasal dari Samosir. Terbentuknya masyarakat Batak yang tersusun dari berbagai jenis marga, sebagian diakibatkan karena beradanya migrasi keluarga-keluarga dari wilayah lain di Sumatra. Penelitian penting tentang tradisi Karo dilaksanakan oleh J.H Neumann, sesuai sastra lisan dan transkripsi dua naskah setempat, adalah Referensi Kembaren dan Referensi Ginting. Menurut Referensi Kembaren, daerah asal marga Kembaren dari Pagaruyung di Minangkabau. Orang Tamil diperkirakan juga menjadi unsur pembentuk masyarakat Karo. Hal ini terlihat dari banyaknya nama marga Karo yang diturunkan dari Bahasa Tamil. Orang-orang Tamil yang menjadi pedagang di pantai barat, lari ke pedalaman Sumatera kesudahan suatu peristiwa serangan pasukan Minangkabau yang datang pada ratus tahun ke-14 untuk menguasai Barus.[7] Penyebaran agamaKabupaten-kabupaten di Sumatera Utara yang diwarnai, memiliki mayoritas penduduk Batak. Masuknya IslamDalam lawatannya pada tahun 1292, Marco Polo melaporkan bahwa masyarakat Batak untuk orang-orang "liar" dan tidak pernah terpengaruh oleh agama-agama dari luar. Meskipun Ibn Battuta, mengunjungi Sumatera Utara pada tahun 1345 dan mengislamkan Sultan Al-Malik Al-Dhahir, masyarakat Batak tidak pernah mengenal Islam sebelum disebarkan oleh pedagang Minangkabau. Bersamaan dengan usaha dagangnya, banyak pedagang Minangkabau yang melaksanakan kawin-mawin dengan perempuan Batak. Hal ini secara perlahan telah meningkatakan pemeluk Islam di tengah-tengah masyarakat Batak.[8] Pada masa Perang Paderi di awal ratus tahun ke-19, pasukan Minangkabau menyerang tanah Batak dan melaksanakan pengislaman besar-besaran atas masyarakat Mandailing dan Angkola. Namun penyerangan Paderi atas wilayah Toba, tidak dapat mengislamkan masyarakat tsb, yang pada berakhir mereka menganut agama Kristen Protestan dan Kristen Katolik.[9] Kerajaan Aceh di utara, juga banyak bertindak dalam mengislamkan masyarakat Karo dan Pakpak. Sementara Simalungun banyak terkena pengaruh Islam dari masyarakat Melayu di pesisir Sumatera Timur Misionaris KristenPada tahun 1824, dua misionaris Baptist asal Inggris, Richard Burton dan Nathaniel Ward berjalan kaki dari Sibolga menuju pedalaman Batak.[10] Setelah tiga hari berjalan, mereka hingga di dataran tinggi Silindung dan menetap selama dua ahad di pedalaman. Dari penjelajahan ini, mereka melaksanakan observasi dan pengamatan langsung atas kehidupan masyarakat Batak. Pada tahun 1834, keaktifan ini disertai oleh Henry Lyman dan Samuel Munson dari Dewan Komisaris Amerika untuk Misi Luar Negeri.[11] Pada tahun 1850, Dewan Injil Belanda menugaskan Herman Neubronner van der Tuuk untuk menerbitkan buku atur bahasa dan kamus bahasa Batak - Belanda. Hal ini bertujuan untuk memudahkan misi-misi kelompok Kristen Belanda dan Jerman cakap dengan masyarakat Toba dan Simalungun yang menjadi sasaran pengkristenan mereka.[12]. Misionaris pertama asal Jerman tiba di lembah lebih kurang Danau Toba pada tahun 1861, dan suatu misi pengkristenan dijalankan pada tahun 1881 oleh Dr. Ludwig Ingwer Nommensen. Kitab Kontrak Baru untuk pertama kalinya diterjemahkan ke bahasa Batak Toba oleh Nommensen pada tahun 1869 dan penerjemahan Kitab Kontrak Lama dihabiskan oleh P. H. Johannsen pada tahun 1891. Teks terjemahan tsb dicetak dalam huruf latin di Medan pada tahun 1893. Menurut H. O. Voorma, terjemahan ini tidak mudah dibaca, lebih kurang kaku, dan terdengar aneh dalam bahasa Batak.[13] Selanjutnya Misi Katolik di Tanah Batak terhitung sejak Pastor Misionaris pertama yakni Pastor Sybrandus van Rossum, OFM.Cap masuk ke jantung Tanah Batak, yakni Balige tanggal 5 Desember 1934. Masyarakat Toba dan sebagian Karo menyerap agama Kristen dengan cepat, dan pada awal ratus tahun ke-20 telah menjadikan Kristen untuk identitas budaya[14]. Pada masa ini merupakan periode kebangkitan kolonialisme Hindia-Belanda, dimana banyak orang Batak sudah tidak melaksanakan perlawanan lagi dengan pemerintahan kolonial. Perlawanan secara gerilya yang dilaksanakan oleh orang-orang Batak Toba berakhir pada tahun 1907, setelah pimpinan kharismatik mereka, Sisingamangaraja XII wafat.[15] Gereja HKBPGereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) telah berdiri di Balige pada bulan September 1917. Pada belakang tahun 1920-an, suatu sekolah perawat memberikan pelatihan perawatan kepada bidan-bidan disana. Selanjutnya pada tahun 1941, Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) didirikan.[16] Gereja Katolik di Tanah BatakMisi Katolik masuk ke Tanah Batak setelah Zending Protestan berada di sana selama 73 tahun. Daerah-daerah yang padat penduduknya serta daerah-daerah yang subur sudah menjadi “milik” Protestan. Menurut Sybrandus van Rossum dalam tulisannya berjudul “Matahari Terbit di Balige” bahwa pada tahun 1935 orang Batak yang sudah dibaptis di Protestan mencapai lebih kurang 450.000 orang. Lembaga pendidikan dan kesehatan sudah berada di tangan Zending. Zending juga sudah mempunyai kader-kader yang tangguh baik dalam masyarakat maupun dalam pemerintahan. Dalam situasi seperti itulah Misi Katolik masuk ke Tanah Batak. KepercayaanSuatu kalender Batak yang terbuat dari tulang, dari ratus tahun ke-20. Dimiliki oleh Museum Anak di Indianapolis. Sebelum suku Batak Toba menganut agama Kristen Protestan, mereka mempunyai sistem kepercayaan dan religi tentang Mulajadi Nabolon yang memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalam Debata Natolu. Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak Toba mengenal tiga konsep, yaitu:
Demikianlah religi dan kepercayaan suku Batak yang terdapat dalam pustaha. Walaupun sudah menganut agama Kristen dan berpendidikan tinggi, namun orang Batak belum mau meninggalkan religi dan kepercayaan yang sudah tertanam di dalam hati sanubari mereka. Salam Khas BatakTiap puak Batak memiliki salam khasnya masing masing. Meskipun suku Batak terkenal dengan salam Horasnya, namun masih berada dua salam lagi yang kurang populer di masyarakat yakni Mejuah juah dan Njuah juah. Horas sendiri masih memiliki penyebutan masing masing sesuai puak yang menggunakannya 1. Pakpak “Njuah-juah Mo Banta Karina!” 2. Karo “Mejuah-juah Kita Krina!” 3. Toba “Horas Jala Gabe Ma Di Hita Saluhutna!” 4. Simalungun “Horas banta Haganupan, Salam Habonaran Do Bona!” 5. Mandailing dan Angkola “Horas Tondi Madingin Pir Ma Tondi Matogu, Sayur Matua Bulung!” KekerabatanKekerabatan adalah menyangkut hubungan hukum antar orang dalam pergaulan hidup. Berada dua susunan kekerabatan bagi suku Batak, yakni sesuai garis keturunan (genealogi) dan sesuai sosiologis, sementara kekerabatan teritorial tidak berada. Susunan kekerabatan sesuai garis keturunan (genealogi) terlihat dari silsilah marga mulai dari Si Raja Batak, dimana semua suku bangsa Batak memiliki marga. Sedangkan kekerabatan sesuai sosiologis terjadi menempuh kontrak (padan antar marga tertentu) maupun karena perkawinan. Dalam tradisi Batak, yang menjadi kesatuan Hukum budaya adalah ikatan sedarah dalam marga, selanjutnya Marga. Gunanya contohnya Harahap, kesatuan hukum budayanya adalah Marga Harahap vs Marga lainnya. Berhubung bahwa Hukum budaya Batak/Tradisi Batak sifatnya dinamis yang seringkali disesuaikan dengan waktu dan tempat berpengaruh terhadap perbedaan corak tradisi antar daerah. Beradanya falsafah dalam perumpamaan dalam bahasa Batak Toba yang berbunyi: Jonok dongan partubu jonokan do dongan parhundul. merupakan suatu filosofi supaya kita senantiasa menjaga hubungan baik dengan tetangga, karena merekalah kenalan terdekat. Namun dalam penerapan hukum budaya, yang pertama dicari adalah yang satu marga, walaupun pada dasarnya tetangga tidak boleh dilupakan dalam penerapan Adat. Rumah Hukum budaya Batak Toba Falsafah dan sistem kemasyarakatanMasyarakat Batak memiliki falsafah, azas sekaligus untuk bentuk dan sistem dalam kemasyarakatannya yakni yang dalam Bahasa Batak Toba dikata Dalihan na Tolu. Berikut penyebutan Dalihan Natolu menurut keenam puak Batak 1. Dalihan Na Tolu (Toba) • Somba Marhula-hula • Manat Mardongan Tubu • Elek Marboru 2. Dalian Na Tolu (Mandailing dan Angkola) • Hormat Marmora • Manat Markahanggi • Elek Maranak Boru 3. Tolu Sahundulan (Simalungun) • Martondong Ningon Hormat, Sombah • Marsanina Ningon Pakkei, Manat • Marboru Ningon Elek, Pakkei 4. Rakut Sitelu (Karo) • Nembah Man Kalimbubu • Mehamat Man Sembuyak • Nami-nami Man Anak Beru 5. Daliken Sitelu (Pakpak) • Sembah Merkula-kula • Manat Merdengan Tubuh • Elek Marberru
Namun bukan berfaedah berada kasta dalam sistem kekerabatan Batak. Sistem kekerabatan Dalihan na Tolu adalah bersifat kontekstual. Sesuai konteksnya, semua masyarakat Batak pasti pernah menjadi Hulahula, juga untuk Dongan Tubu, juga untuk Boru. Aci setiap orang harus menempatkan jabatannya secara kontekstual. Sehingga dalam atur kekerabatan, semua orang Batak harus berperilaku 'raja'. Raja dalam atur kekerabatan Batak bukan berfaedah orang yang berkuasa, tetapi orang yang berperilaku baik sesuai dengan atur krama dalam sistem kekerabatan Batak. Maka dalam setiap pembicaraan hukum budaya selalu dikata Raja ni Hulahula, Raja no Dongan Tubu dan Raja ni Boru. Ritual kanibalismePejuang Batak Ritual kanibalisme telah terdokumentasi dengan baik di kalangan orang Batak, yang bertujuan untuk memperkuat tondi pemakan itu. Secara khusus, darah, jantung, telapak tangan, dan telapak kaki dianggap untuk kaya tondi. Dalam memoir Marco Polo yang sempat datang berekspedisi dipesisir timur Sumatera dari bulan April hingga September 1292, beliau menyebutkan bahwa beliau bertemu dengan orang yang menceritakan akan beradanya masyarakyat pedalaman yang dikata untuk "pemakan manusia".[17] Dari sumber-sumber sekunder, Marco Polo mencatat kisah tentang ritual kanibalisme di selang masyarakat "Battas". Walau Marco Polo hanya tinggal di wilayah pesisir, dan tidak pernah pergi langsung ke pedalaman untuk memverifikasi kisah tsb, namun dia dapat menceritakan ritual tsb. Niccolò Da Conti (1395-1469), seorang Venesia yang menghabiskan sebagian akbar tahun 1421 di Sumatra, dalam perjalanan panjangnya untuk misi perdagangan di Asia Tenggara (1414-1439), mencatat kehidupan masyarakat. Dia menulis suatu deskripsi singkat tentang penduduk Batak: "Dalam anggota pulau, dikata Batech kanibal hidup bertempur bertali-tali kepada tetangga mereka ".[18][19] Thomas Stamford Raffles pada 1820 mempelajari Batak dan ritual mereka, serta undang-undang mengenai konsumsi daging manusia, menulis secara detail tentang pelanggaran yang dibenarkan.[20] Raffles menyatakan bahwa: "Suatu hal yang biasa dimana orang-orang memakan orang tua mereka ketika terlalu tua untuk melakukan pekerjaan, dan untuk kejahatan tertentu penjahat akan dimakan hidup-hidup".. "daging dimakan mentah atau dipanggang, dengan kapur, garam dan sedikit nasi".[21] Para dokter Jerman dan pakar geografi Franz Wilhelm Junghuhn, mengunjungi tanah Batak pada tahun 1840-1841. Junghuhn mengatakan tentang ritual kanibalisme di selang orang Batak (yang beliau sebut "Battaer"). Junghuhn menceritakan bagaimana setelah penerbangan berbahaya dan lapar, beliau tiba di suatu desa yang ramah. Makanan yang ditawarkan oleh tuan rumahnya adalah daging dari dua tahanan yang telah disembelih sehari sebelumnya.[22] Namun hal ini terkadang dibesar-besarkan dengan maksud menakut-nakuti orang/pihak yang bermaksud menjajah dan/atau sesekali supaya memperoleh pekerjaan yang dibayar baik untuk tukang pundak bagi pedagang maupun untuk tentara bayaran bagi suku-suku pesisir yang diganggu oleh bajak laut.[23] Oscar von Kessel mengunjungi Silindung di tahun 1840-an, dan pada tahun 1844 mungkin orang Eropa pertama yang mengamati ritual kanibalisme Batak di mana suatu pezina dihukum dan dimakan hidup. Menariknya, terdapat deskripsi paralel dari Marsden untuk sebagian hal penting, von Kessel menyatakan bahwa kanibalisme dianggap oleh orang Batak untuk budi pekerti sesuai hukum dan aplikasinya dibatasi untuk pelanggaran yang sangat ketat yakni pencurian, perzinaan, mata-mata, atau pengkhianatan. Garam, cabe merah, dan lemon harus diberikan oleh keluarga korban untuk tanda bahwa mereka menerima putusan masyarakat dan tidak memikirkan balas dendam.[24] Ida Pfeiffer mengunjungi Batak pada bulan Agustus 1852, dan meskipun dia tidak mengamati kanibalisme apapun, dia diberitahu bahwa: "Tahanan perang diikat pada suatu pohon dan dipenggal sekaligus, tetapi darah secara hati-hati diawetkan untuk minuman, dan kadang-kadang dibuat susunan menjadi semacam puding dengan nasi. Tubuh selanjutnya didistribusikan; telinga, hidung, dan telapak kaki adalah milik eksklusif raja, selain klaim atas sebagian lainnya. Telapak tangan, telapak kaki, daging kepala, jantung, serta hati, dibuat susunan menjadi hidangan khas. Daging pada umumnya dipanggang serta dimakan dengan garam. Para perempuan tidak diizinkan untuk mengambil anggota dalam makan malam publik akbar ".[25] Pada 1890, pemerintah kolonial Belanda melarang kanibalisme di wilayah kendali mereka.[26] Rumor kanibalisme Batak bertahan hingga awal ratus tahun ke-20, dan nampaknya kemungkinan bahwa hukum budaya tsb telah jarang dilaksanakan sejak tahun 1816. Hal ini dikarenakan akbarnya pengaruh agama pendatang dalam masyarakat Batak.[27] TaromboSilsilah atau Tarombo merupakan suatu hal yang sangat penting bagi orang Batak. Bagi mereka yang tidak mengetahui silsilahnya akan dianggap untuk orang Batak kesasar (nalilu). Orang Batak diwajibkan mengetahui silsilahnya minimal nenek moyangnya yang menurunkan marganya dan kenalan semarganya (dongan tubu). Hal ini diperlukan supaya mengetahui letak kekerabatannya (partuturanna) dalam suatu klan atau marga. KontroversiSebagian orang Karo, Angkola, dan Mandailing tidak menyebut dirinya untuk anggota dari suku Batak. Wacana itu muncul diakibatkan karena pada umumnya kategori "Batak" dipandang rendah oleh bangsa-bangsa lain. Selain itu, perbedaan agama juga menyebabkan sebagian orang Tapanuli tidak ingin dikata untuk Batak. Di pesisir timur laut Sumatera, khususnya di Kota Medan, perpecahan ini sangat terasa. Terutama dalam hal pemilihan pimpinan politik dan perebutan sumber-sumber ekonomi. Sumber lainnya menyatakan kata Batak ini berasal dari rencana Gubernur Jenderal Raffles yang membuat etnik Kristen yang berada selang Kesultanan Aceh dan Kerajaan Islam Minangkabau, di wilayah Barus Pedalaman, yang dinamakan Batak. Generalisasi kata Batak terhadap etnik Mandailing (Angkola) dan Karo, umumnya tak dapat diterima oleh keturunan asli wilayah itu. Demikian juga di Angkola, yang terdapat banyak pengungsi muslim yang berasal dari wilayah lebih kurang Danau Toba dan Samosir, kesudahan suatu peristiwa penerapan dari pembuatan afdeeling Bataklanden oleh pemerintah Hindia Belanda, yang melarang penduduk muslim bermukim di wilayah tsb. Konflik terbesar adalah pertentangan selang masyarakat anggota utara Tapanuli dengan selatan Tapanuli, mengenai identitas Batak dan Mandailing. Anggota utara menuntut identitas Batak untuk sebagain akbar penduduk Tapanuli, bahkan juga wilayah-wilayah di luarnya. Sedangkan anggota selatan menolak identitas Batak, dengan bertumpu pada unsur-unsur budaya dan sumber-sumber dari Barat. Penolakan masyarakat Mandailing yang tidak ingin dikata untuk anggota dari etnis Batak, sempat mencuat ke permukaan dalam Kasus Syarikat Tapanuli (1919-1922), Kasus Pekuburan Sungai Mati (1922),[28] dan Kasus Pembentukan Propinsi Tapanuli (2008-2009). Dalam sensus penduduk tahun 1930 dan 2000, pemerintah mengklasifikasikan Simalungun, Karo, Toba, Mandailing, Pakpak dan Angkola untuk etnis Batak.[29] Referensi
edunitas.com Page 5Batak merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan suatu tema kolektif untuk mengidentifikasikan sebagian suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan untuk Batak adalah: Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing. Ketika ini pada umumnya orang Batak menganut agama Kristen Protestan, Kristen Katolik, dan Islam Sunni. Tetapi berada pula yang menganut kepercayaan tadisional yakni: tradisi Malim dan juga menganut kepercayaan animisme (disebut Sipelebegu atau Parbegu), walaupun sekarang banyak penganut kedua segala sesuatu yang diajarkan ini sudah lebih susut. SejarahOrang Batak adalah penutur bahasa Austronesia namun tidak diketahui kapan nenek moyang orang Batak pertama kali bermukim di Tapanuli dan Sumatera Timur. Bahasa dan bukti-bukti arkeologi menunjukkan bahwa orang yang bercakap Austronesia dari Taiwan telah berpindah ke wilayah Filipina dan Indonesia lebih kurang 2.500 tahun lalu, adalah di zaman batu muda (Neolitikum). [2]Karena hingga sekarang belum berada artefak Neolitikum (Zaman Batu Muda) yang ditemukan di wilayah Batak maka dapat diduga bahwa nenek moyang Batak baru bermigrasi ke Sumatera Utara di zaman logam. Pada ratus tahun ke-6, pedagang-pedagang Tamil asal India mendirikan kota dagang Barus, di pesisir barat Sumatera Utara. Mereka berdagang kapur Barus yang diusahakan oleh petani-petani di pedalaman. Kapur Barus dari tanah Batak bermutu tinggi sehingga menjadi salah satu komoditas ekspor di samping kemenyan. Pada ratus tahun ke-10, Barus diserang oleh Sriwijaya. Hal ini menyebabkan terusirnya pedagang-pedagang Tamil dari pesisir Sumatera[3]. Pada masa-masa berikutnya, perdagangan kapur Barus mulai banyak diduduki oleh pedagang Minangkabau yang mendirikan koloni di pesisir barat dan timur Sumatera Utara. Koloni-koloni mereka terbentang dari Barus, Sorkam, hingga Natal[4]. Batak merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan suatu tema kolektif untuk mengidentifikasikan sebagian suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan untuk Batak adalah: Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing. Mayoritas orang Batak menganut agama Kristen dan sisanya beragama Islam. Tetapi berada pula yang menganut agama Malim dan juga menganut kepercayaan animisme (disebut Sipelebegu atau Parbegu), walaupun sekarang banyak penganut kedua segala sesuatu yang diajarkan ini sudah lebih susut. Identitas BatakR.W Liddle mengatakan, bahwa sebelum ratus tahun ke-20 di Sumatra anggota utara tidak terdapat kelompok etnis untuk satuan sosial yang koheren. Menurutnya hingga ratus tahun ke-19, interaksi sosial di daerah itu hanya terbatas pada hubungan antar individu, antar kelompok kekerabatan, atau antar kampung. Dan nyaris tidak berada kesadaran untuk menjadi anggota dari satuan-satuan sosial dan politik yang lebih akbar.[5] Argumen lain mengemukakan, bahwa munculnya kesadaran mengenai suatu keluarga akbar Batak baru terjadi pada zaman kolonial.[6] Dalam disertasinya J. Pardede mengemukakan bahwa istilah "Tanah Batak" dan "rakyat Batak" dibuat susunan oleh pihak asing. Sebaliknya, Siti Omas Manurung, seorang istri dari putra pendeta Batak Toba menyatakan, bahwa sebelum kedatangan Belanda, semua orang baik Karo maupun Simalungun mengakui dirinya untuk Batak, dan Belandalah yang telah membuat terpisahnya kelompok-kelompok tsb. Suatu mitos yang memiliki berbagai jenis versi menyatakan, bahwa Pusuk Buhit, salah satu puncak di barat Danau Toba, adalah tempat "kelahiran" bangsa Batak. Selain itu mitos-mitos tsb juga menyatakan bahwa nenek moyang orang Batak berasal dari Samosir. Terbentuknya masyarakat Batak yang tersusun dari berbagai jenis marga, sebagian diakibatkan karena beradanya migrasi keluarga-keluarga dari wilayah lain di Sumatra. Penelitian penting tentang tradisi Karo dilaksanakan oleh J.H Neumann, sesuai sastra lisan dan transkripsi dua naskah setempat, adalah Referensi Kembaren dan Referensi Ginting. Menurut Referensi Kembaren, daerah asal marga Kembaren dari Pagaruyung di Minangkabau. Orang Tamil diperkirakan juga menjadi unsur pembentuk masyarakat Karo. Hal ini terlihat dari banyaknya nama marga Karo yang diturunkan dari Bahasa Tamil. Orang-orang Tamil yang menjadi pedagang di pantai barat, lari ke pedalaman Sumatera kesudahan suatu peristiwa serangan pasukan Minangkabau yang datang pada ratus tahun ke-14 untuk menguasai Barus.[7] Penyebaran agamaKabupaten-kabupaten di Sumatera Utara yang diwarnai, memiliki mayoritas penduduk Batak. Masuknya IslamDalam lawatannya pada tahun 1292, Marco Polo melaporkan bahwa masyarakat Batak untuk orang-orang "liar" dan tidak pernah terpengaruh oleh agama-agama dari luar. Meskipun Ibn Battuta, mengunjungi Sumatera Utara pada tahun 1345 dan mengislamkan Sultan Al-Malik Al-Dhahir, masyarakat Batak tidak pernah mengenal Islam sebelum disebarkan oleh pedagang Minangkabau. Bersamaan dengan usaha dagangnya, banyak pedagang Minangkabau yang melaksanakan kawin-mawin dengan perempuan Batak. Hal ini secara perlahan telah meningkatakan pemeluk Islam di tengah-tengah masyarakat Batak.[8] Pada masa Perang Paderi di awal ratus tahun ke-19, pasukan Minangkabau menyerang tanah Batak dan melaksanakan pengislaman besar-besaran atas masyarakat Mandailing dan Angkola. Namun penyerangan Paderi atas wilayah Toba, tidak dapat mengislamkan masyarakat tsb, yang pada berakhir mereka menganut agama Kristen Protestan dan Kristen Katolik.[9] Kerajaan Aceh di utara, juga banyak bertindak dalam mengislamkan masyarakat Karo dan Pakpak. Sementara Simalungun banyak terkena pengaruh Islam dari masyarakat Melayu di pesisir Sumatera Timur Misionaris KristenPada tahun 1824, dua misionaris Baptist asal Inggris, Richard Burton dan Nathaniel Ward berjalan kaki dari Sibolga menuju pedalaman Batak.[10] Setelah tiga hari berjalan, mereka hingga di dataran tinggi Silindung dan menetap selama dua ahad di pedalaman. Dari penjelajahan ini, mereka melaksanakan observasi dan pengamatan langsung atas kehidupan masyarakat Batak. Pada tahun 1834, keaktifan ini disertai oleh Henry Lyman dan Samuel Munson dari Dewan Komisaris Amerika untuk Misi Luar Negeri.[11] Pada tahun 1850, Dewan Injil Belanda menugaskan Herman Neubronner van der Tuuk untuk menerbitkan buku atur bahasa dan kamus bahasa Batak - Belanda. Hal ini bertujuan untuk memudahkan misi-misi kelompok Kristen Belanda dan Jerman cakap dengan masyarakat Toba dan Simalungun yang menjadi sasaran pengkristenan mereka.[12]. Misionaris pertama asal Jerman tiba di lembah lebih kurang Danau Toba pada tahun 1861, dan suatu misi pengkristenan dijalankan pada tahun 1881 oleh Dr. Ludwig Ingwer Nommensen. Kitab Kontrak Baru untuk pertama kalinya diterjemahkan ke bahasa Batak Toba oleh Nommensen pada tahun 1869 dan penerjemahan Kitab Kontrak Lama dihabiskan oleh P. H. Johannsen pada tahun 1891. Teks terjemahan tsb dicetak dalam huruf latin di Medan pada tahun 1893. Menurut H. O. Voorma, terjemahan ini tidak mudah dibaca, lebih kurang kaku, dan terdengar aneh dalam bahasa Batak.[13] Selanjutnya Misi Katolik di Tanah Batak terhitung sejak Pastor Misionaris pertama yakni Pastor Sybrandus van Rossum, OFM.Cap masuk ke jantung Tanah Batak, yakni Balige tanggal 5 Desember 1934. Masyarakat Toba dan sebagian Karo menyerap agama Kristen dengan cepat, dan pada awal ratus tahun ke-20 telah menjadikan Kristen untuk identitas budaya[14]. Pada masa ini merupakan periode kebangkitan kolonialisme Hindia-Belanda, dimana banyak orang Batak sudah tidak melaksanakan perlawanan lagi dengan pemerintahan kolonial. Perlawanan secara gerilya yang dilaksanakan oleh orang-orang Batak Toba berakhir pada tahun 1907, setelah pimpinan kharismatik mereka, Sisingamangaraja XII wafat.[15] Gereja HKBPGereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) telah berdiri di Balige pada bulan September 1917. Pada belakang tahun 1920-an, suatu sekolah perawat memberikan pelatihan perawatan kepada bidan-bidan disana. Selanjutnya pada tahun 1941, Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) didirikan.[16] Gereja Katolik di Tanah BatakMisi Katolik masuk ke Tanah Batak setelah Zending Protestan berada di sana selama 73 tahun. Daerah-daerah yang padat penduduknya serta daerah-daerah yang subur sudah menjadi “milik” Protestan. Menurut Sybrandus van Rossum dalam tulisannya berjudul “Matahari Terbit di Balige” bahwa pada tahun 1935 orang Batak yang sudah dibaptis di Protestan mencapai lebih kurang 450.000 orang. Lembaga pendidikan dan kesehatan sudah berada di tangan Zending. Zending juga sudah mempunyai kader-kader yang tangguh baik dalam masyarakat maupun dalam pemerintahan. Dalam situasi seperti itulah Misi Katolik masuk ke Tanah Batak. KepercayaanSuatu kalender Batak yang terbuat dari tulang, dari ratus tahun ke-20. Dimiliki oleh Museum Anak di Indianapolis. Sebelum suku Batak Toba menganut agama Kristen Protestan, mereka mempunyai sistem kepercayaan dan religi tentang Mulajadi Nabolon yang memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalam Debata Natolu. Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak Toba mengenal tiga konsep, yaitu:
Demikianlah religi dan kepercayaan suku Batak yang terdapat dalam pustaha. Walaupun sudah menganut agama Kristen dan berpendidikan tinggi, namun orang Batak belum mau meninggalkan religi dan kepercayaan yang sudah tertanam di dalam hati sanubari mereka. Salam Khas BatakTiap puak Batak memiliki salam khasnya masing masing. Meskipun suku Batak terkenal dengan salam Horasnya, namun masih berada dua salam lagi yang kurang populer di masyarakat yakni Mejuah juah dan Njuah juah. Horas sendiri masih memiliki penyebutan masing masing sesuai puak yang menggunakannya 1. Pakpak “Njuah-juah Mo Banta Karina!” 2. Karo “Mejuah-juah Kita Krina!” 3. Toba “Horas Jala Gabe Ma Di Hita Saluhutna!” 4. Simalungun “Horas banta Haganupan, Salam Habonaran Do Bona!” 5. Mandailing dan Angkola “Horas Tondi Madingin Pir Ma Tondi Matogu, Sayur Matua Bulung!” KekerabatanKekerabatan adalah menyangkut hubungan hukum antar orang dalam pergaulan hidup. Berada dua susunan kekerabatan bagi suku Batak, yakni sesuai garis keturunan (genealogi) dan sesuai sosiologis, sementara kekerabatan teritorial tidak berada. Susunan kekerabatan sesuai garis keturunan (genealogi) terlihat dari silsilah marga mulai dari Si Raja Batak, dimana semua suku bangsa Batak memiliki marga. Sedangkan kekerabatan sesuai sosiologis terjadi menempuh kontrak (padan antar marga tertentu) maupun karena perkawinan. Dalam tradisi Batak, yang menjadi kesatuan Hukum budaya adalah ikatan sedarah dalam marga, selanjutnya Marga. Gunanya contohnya Harahap, kesatuan hukum budayanya adalah Marga Harahap vs Marga lainnya. Berhubung bahwa Hukum budaya Batak/Tradisi Batak sifatnya dinamis yang seringkali disesuaikan dengan saat dan tempat berpengaruh terhadap perbedaan corak tradisi antar daerah. Beradanya falsafah dalam perumpamaan dalam bahasa Batak Toba yang berbunyi: Jonok dongan partubu jonokan do dongan parhundul. merupakan suatu filosofi supaya kita senantiasa menjaga hubungan baik dengan tetangga, karena merekalah kenalan terdekat. Namun dalam penerapan hukum budaya, yang pertama dicari adalah yang satu marga, walaupun pada dasarnya tetangga tidak boleh dilupakan dalam penerapan Adat. Rumah Hukum budaya Batak Toba Falsafah dan sistem kemasyarakatanMasyarakat Batak memiliki falsafah, azas sekaligus untuk bentuk dan sistem dalam kemasyarakatannya yakni yang dalam Bahasa Batak Toba dikata Dalihan na Tolu. Berikut penyebutan Dalihan Natolu menurut keenam puak Batak 1. Dalihan Na Tolu (Toba) • Somba Marhula-hula • Manat Mardongan Tubu • Elek Marboru 2. Dalian Na Tolu (Mandailing dan Angkola) • Hormat Marmora • Manat Markahanggi • Elek Maranak Boru 3. Tolu Sahundulan (Simalungun) • Martondong Ningon Hormat, Sombah • Marsanina Ningon Pakkei, Manat • Marboru Ningon Elek, Pakkei 4. Rakut Sitelu (Karo) • Nembah Man Kalimbubu • Mehamat Man Sembuyak • Nami-nami Man Anak Beru 5. Daliken Sitelu (Pakpak) • Sembah Merkula-kula • Manat Merdengan Tubuh • Elek Marberru
Namun bukan berfaedah berada kasta dalam sistem kekerabatan Batak. Sistem kekerabatan Dalihan na Tolu adalah bersifat kontekstual. Sesuai konteksnya, semua masyarakat Batak pasti pernah menjadi Hulahula, juga untuk Dongan Tubu, juga untuk Boru. Aci setiap orang harus menempatkan jabatannya secara kontekstual. Sehingga dalam atur kekerabatan, semua orang Batak harus berperilaku 'raja'. Raja dalam atur kekerabatan Batak bukan berfaedah orang yang berkuasa, tetapi orang yang berperilaku baik sesuai dengan atur krama dalam sistem kekerabatan Batak. Maka dalam setiap pembicaraan hukum budaya selalu dikata Raja ni Hulahula, Raja no Dongan Tubu dan Raja ni Boru. Ritual kanibalismePejuang Batak Ritual kanibalisme telah terdokumentasi dengan baik di kalangan orang Batak, yang bertujuan untuk memperkuat tondi pemakan itu. Secara khusus, darah, jantung, telapak tangan, dan telapak kaki dianggap untuk kaya tondi. Dalam memoir Marco Polo yang sempat datang berekspedisi dipesisir timur Sumatera dari bulan April hingga September 1292, beliau menyebutkan bahwa beliau bertemu dengan orang yang menceritakan akan beradanya masyarakyat pedalaman yang dikata untuk "pemakan manusia".[17] Dari sumber-sumber sekunder, Marco Polo mencatat kisah tentang ritual kanibalisme di selang masyarakat "Battas". Walau Marco Polo hanya tinggal di wilayah pesisir, dan tidak pernah pergi langsung ke pedalaman untuk memverifikasi kisah tsb, namun dia dapat menceritakan ritual tsb. Niccolò Da Conti (1395-1469), seorang Venesia yang menghabiskan sebagian akbar tahun 1421 di Sumatra, dalam perjalanan panjangnya untuk misi perdagangan di Asia Tenggara (1414-1439), mencatat kehidupan masyarakat. Dia menulis suatu deskripsi singkat tentang penduduk Batak: "Dalam anggota pulau, dikata Batech kanibal hidup bertempur bertali-tali kepada tetangga mereka ".[18][19] Thomas Stamford Raffles pada 1820 mempelajari Batak dan ritual mereka, serta undang-undang mengenai konsumsi daging manusia, menulis secara detail tentang pelanggaran yang dibenarkan.[20] Raffles menyatakan bahwa: "Suatu hal yang biasa dimana orang-orang memakan orang tua mereka ketika terlalu tua untuk melakukan pekerjaan, dan untuk kejahatan tertentu penjahat akan dimakan hidup-hidup".. "daging dimakan mentah atau dipanggang, dengan kapur, garam dan sedikit nasi".[21] Para dokter Jerman dan pakar geografi Franz Wilhelm Junghuhn, mengunjungi tanah Batak pada tahun 1840-1841. Junghuhn mengatakan tentang ritual kanibalisme di selang orang Batak (yang beliau sebut "Battaer"). Junghuhn menceritakan bagaimana setelah penerbangan berbahaya dan lapar, beliau tiba di suatu desa yang ramah. Makanan yang ditawarkan oleh tuan rumahnya adalah daging dari dua tahanan yang telah disembelih sehari sebelumnya.[22] Namun hal ini terkadang dibesar-besarkan dengan maksud menakut-nakuti orang/pihak yang bermaksud menjajah dan/atau sesekali supaya memperoleh pekerjaan yang dibayar baik untuk tukang pundak bagi pedagang maupun untuk tentara bayaran bagi suku-suku pesisir yang diganggu oleh bajak laut.[23] Oscar von Kessel mengunjungi Silindung di tahun 1840-an, dan pada tahun 1844 mungkin orang Eropa pertama yang mengamati ritual kanibalisme Batak di mana suatu pezina dihukum dan dimakan hidup. Menariknya, terdapat deskripsi paralel dari Marsden untuk sebagian hal penting, von Kessel menyatakan bahwa kanibalisme dianggap oleh orang Batak untuk budi pekerti sesuai hukum dan aplikasinya dibatasi untuk pelanggaran yang sangat ketat yakni pencurian, perzinaan, mata-mata, atau pengkhianatan. Garam, cabe merah, dan lemon harus diberikan oleh keluarga korban untuk tanda bahwa mereka menerima putusan masyarakat dan tidak memikirkan balas dendam.[24] Ida Pfeiffer mengunjungi Batak pada bulan Agustus 1852, dan meskipun dia tidak mengamati kanibalisme apapun, dia diberitahu bahwa: "Tahanan perang diikat pada suatu pohon dan dipenggal sekaligus, tetapi darah secara hati-hati diawetkan untuk minuman, dan kadang-kadang dibuat susunan menjadi semacam puding dengan nasi. Tubuh selanjutnya didistribusikan; telinga, hidung, dan telapak kaki adalah milik eksklusif raja, selain klaim atas sebagian lainnya. Telapak tangan, telapak kaki, daging kepala, jantung, serta hati, dibuat susunan menjadi hidangan khas. Daging pada umumnya dipanggang serta dimakan dengan garam. Para perempuan tidak diizinkan untuk mengambil anggota dalam makan malam publik akbar ".[25] Pada 1890, pemerintah kolonial Belanda melarang kanibalisme di wilayah kendali mereka.[26] Rumor kanibalisme Batak bertahan hingga awal ratus tahun ke-20, dan nampaknya kemungkinan bahwa hukum budaya tsb telah jarang dilaksanakan sejak tahun 1816. Hal ini dikarenakan akbarnya pengaruh agama pendatang dalam masyarakat Batak.[27] TaromboSilsilah atau Tarombo merupakan suatu hal yang sangat penting bagi orang Batak. Bagi mereka yang tidak mengetahui silsilahnya akan dianggap untuk orang Batak kesasar (nalilu). Orang Batak diwajibkan mengetahui silsilahnya minimal nenek moyangnya yang menurunkan marganya dan kenalan semarganya (dongan tubu). Hal ini diperlukan supaya mengetahui letak kekerabatannya (partuturanna) dalam suatu klan atau marga. KontroversiSebagian orang Karo, Angkola, dan Mandailing tidak menyebut dirinya untuk anggota dari suku Batak. Wacana itu muncul diakibatkan karena pada umumnya kategori "Batak" dipandang rendah oleh bangsa-bangsa lain. Selain itu, perbedaan agama juga menyebabkan sebagian orang Tapanuli tidak ingin dikata untuk Batak. Di pesisir timur laut Sumatera, khususnya di Kota Medan, perpecahan ini sangat terasa. Terutama dalam hal pemilihan pimpinan politik dan perebutan sumber-sumber ekonomi. Sumber lainnya menyatakan kata Batak ini berasal dari rencana Gubernur Jenderal Raffles yang membuat etnik Kristen yang berada selang Kesultanan Aceh dan Kerajaan Islam Minangkabau, di wilayah Barus Pedalaman, yang dinamakan Batak. Generalisasi kata Batak terhadap etnik Mandailing (Angkola) dan Karo, umumnya tak dapat diterima oleh keturunan asli wilayah itu. Demikian juga di Angkola, yang terdapat banyak pengungsi muslim yang berasal dari wilayah lebih kurang Danau Toba dan Samosir, kesudahan suatu peristiwa penerapan dari pembuatan afdeeling Bataklanden oleh pemerintah Hindia Belanda, yang melarang penduduk muslim bermukim di wilayah tsb. Konflik terbesar adalah pertentangan selang masyarakat anggota utara Tapanuli dengan selatan Tapanuli, mengenai identitas Batak dan Mandailing. Anggota utara menuntut identitas Batak untuk sebagain akbar penduduk Tapanuli, bahkan juga wilayah-wilayah di luarnya. Sedangkan anggota selatan menolak identitas Batak, dengan bertumpu pada unsur-unsur budaya dan sumber-sumber dari Barat. Penolakan masyarakat Mandailing yang tidak ingin dikata untuk anggota dari etnis Batak, sempat mencuat ke permukaan dalam Kasus Syarikat Tapanuli (1919-1922), Kasus Pekuburan Sungai Mati (1922),[28] dan Kasus Pembentukan Propinsi Tapanuli (2008-2009). Dalam sensus penduduk tahun 1930 dan 2000, pemerintah mengklasifikasikan Simalungun, Karo, Toba, Mandailing, Pakpak dan Angkola untuk etnis Batak.[29] Referensi
edunitas.com Page 6Batak merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan suatu tema kolektif untuk mengidentifikasikan sebagian suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan untuk Batak adalah: Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing. Ketika ini pada umumnya orang Batak menganut agama Kristen Protestan, Kristen Katolik, dan Islam Sunni. Tetapi berada pula yang menganut kepercayaan tadisional yakni: tradisi Malim dan juga menganut kepercayaan animisme (disebut Sipelebegu atau Parbegu), walaupun sekarang banyak penganut kedua segala sesuatu yang diajarkan ini sudah lebih susut. SejarahOrang Batak adalah penutur bahasa Austronesia namun tidak diketahui kapan nenek moyang orang Batak pertama kali bermukim di Tapanuli dan Sumatera Timur. Bahasa dan bukti-bukti arkeologi menunjukkan bahwa orang yang bercakap Austronesia dari Taiwan telah berpindah ke wilayah Filipina dan Indonesia lebih kurang 2.500 tahun lalu, adalah di zaman batu muda (Neolitikum). [2]Karena hingga sekarang belum berada artefak Neolitikum (Zaman Batu Muda) yang ditemukan di wilayah Batak maka dapat diduga bahwa nenek moyang Batak baru bermigrasi ke Sumatera Utara di zaman logam. Pada ratus tahun ke-6, pedagang-pedagang Tamil asal India mendirikan kota dagang Barus, di pesisir barat Sumatera Utara. Mereka berdagang kapur Barus yang diusahakan oleh petani-petani di pedalaman. Kapur Barus dari tanah Batak bermutu tinggi sehingga menjadi salah satu komoditas ekspor di samping kemenyan. Pada ratus tahun ke-10, Barus diserang oleh Sriwijaya. Hal ini menyebabkan terusirnya pedagang-pedagang Tamil dari pesisir Sumatera[3]. Pada masa-masa berikutnya, perdagangan kapur Barus mulai banyak diduduki oleh pedagang Minangkabau yang mendirikan koloni di pesisir barat dan timur Sumatera Utara. Koloni-koloni mereka terbentang dari Barus, Sorkam, hingga Natal[4]. Batak merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan suatu tema kolektif untuk mengidentifikasikan sebagian suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan untuk Batak adalah: Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing. Mayoritas orang Batak menganut agama Kristen dan sisanya beragama Islam. Tetapi berada pula yang menganut agama Malim dan juga menganut kepercayaan animisme (disebut Sipelebegu atau Parbegu), walaupun sekarang banyak penganut kedua segala sesuatu yang diajarkan ini sudah lebih susut. Identitas BatakR.W Liddle mengatakan, bahwa sebelum ratus tahun ke-20 di Sumatra anggota utara tidak terdapat kelompok etnis untuk satuan sosial yang koheren. Menurutnya hingga ratus tahun ke-19, interaksi sosial di daerah itu hanya terbatas pada hubungan antar individu, antar kelompok kekerabatan, atau antar kampung. Dan nyaris tidak berada kesadaran untuk menjadi anggota dari satuan-satuan sosial dan politik yang lebih akbar.[5] Argumen lain mengemukakan, bahwa munculnya kesadaran mengenai suatu keluarga akbar Batak baru terjadi pada zaman kolonial.[6] Dalam disertasinya J. Pardede mengemukakan bahwa istilah "Tanah Batak" dan "rakyat Batak" dibuat susunan oleh pihak asing. Sebaliknya, Siti Omas Manurung, seorang istri dari putra pendeta Batak Toba menyatakan, bahwa sebelum kedatangan Belanda, semua orang baik Karo maupun Simalungun mengakui dirinya untuk Batak, dan Belandalah yang telah membuat terpisahnya kelompok-kelompok tsb. Suatu mitos yang memiliki berbagai jenis versi menyatakan, bahwa Pusuk Buhit, salah satu puncak di barat Danau Toba, adalah tempat "kelahiran" bangsa Batak. Selain itu mitos-mitos tsb juga menyatakan bahwa nenek moyang orang Batak berasal dari Samosir. Terbentuknya masyarakat Batak yang tersusun dari berbagai jenis marga, sebagian diakibatkan karena beradanya migrasi keluarga-keluarga dari wilayah lain di Sumatra. Penelitian penting tentang tradisi Karo dilaksanakan oleh J.H Neumann, sesuai sastra lisan dan transkripsi dua naskah setempat, adalah Referensi Kembaren dan Referensi Ginting. Menurut Referensi Kembaren, daerah asal marga Kembaren dari Pagaruyung di Minangkabau. Orang Tamil diperkirakan juga menjadi unsur pembentuk masyarakat Karo. Hal ini terlihat dari banyaknya nama marga Karo yang diturunkan dari Bahasa Tamil. Orang-orang Tamil yang menjadi pedagang di pantai barat, lari ke pedalaman Sumatera kesudahan suatu peristiwa serangan pasukan Minangkabau yang datang pada ratus tahun ke-14 untuk menguasai Barus.[7] Penyebaran agamaKabupaten-kabupaten di Sumatera Utara yang diwarnai, memiliki mayoritas penduduk Batak. Masuknya IslamDalam lawatannya pada tahun 1292, Marco Polo melaporkan bahwa masyarakat Batak untuk orang-orang "liar" dan tidak pernah terpengaruh oleh agama-agama dari luar. Meskipun Ibn Battuta, mengunjungi Sumatera Utara pada tahun 1345 dan mengislamkan Sultan Al-Malik Al-Dhahir, masyarakat Batak tidak pernah mengenal Islam sebelum disebarkan oleh pedagang Minangkabau. Bersamaan dengan usaha dagangnya, banyak pedagang Minangkabau yang melaksanakan kawin-mawin dengan perempuan Batak. Hal ini secara perlahan telah meningkatakan pemeluk Islam di tengah-tengah masyarakat Batak.[8] Pada masa Perang Paderi di awal ratus tahun ke-19, pasukan Minangkabau menyerang tanah Batak dan melaksanakan pengislaman besar-besaran atas masyarakat Mandailing dan Angkola. Namun penyerangan Paderi atas wilayah Toba, tidak dapat mengislamkan masyarakat tsb, yang pada berakhir mereka menganut agama Kristen Protestan dan Kristen Katolik.[9] Kerajaan Aceh di utara, juga banyak bertindak dalam mengislamkan masyarakat Karo dan Pakpak. Sementara Simalungun banyak terkena pengaruh Islam dari masyarakat Melayu di pesisir Sumatera Timur Misionaris KristenPada tahun 1824, dua misionaris Baptist asal Inggris, Richard Burton dan Nathaniel Ward berjalan kaki dari Sibolga menuju pedalaman Batak.[10] Setelah tiga hari berjalan, mereka hingga di dataran tinggi Silindung dan menetap selama dua ahad di pedalaman. Dari penjelajahan ini, mereka melaksanakan observasi dan pengamatan langsung atas kehidupan masyarakat Batak. Pada tahun 1834, keaktifan ini disertai oleh Henry Lyman dan Samuel Munson dari Dewan Komisaris Amerika untuk Misi Luar Negeri.[11] Pada tahun 1850, Dewan Injil Belanda menugaskan Herman Neubronner van der Tuuk untuk menerbitkan buku atur bahasa dan kamus bahasa Batak - Belanda. Hal ini bertujuan untuk memudahkan misi-misi kelompok Kristen Belanda dan Jerman cakap dengan masyarakat Toba dan Simalungun yang menjadi sasaran pengkristenan mereka.[12]. Misionaris pertama asal Jerman tiba di lembah lebih kurang Danau Toba pada tahun 1861, dan suatu misi pengkristenan dijalankan pada tahun 1881 oleh Dr. Ludwig Ingwer Nommensen. Kitab Kontrak Baru untuk pertama kalinya diterjemahkan ke bahasa Batak Toba oleh Nommensen pada tahun 1869 dan penerjemahan Kitab Kontrak Lama dihabiskan oleh P. H. Johannsen pada tahun 1891. Teks terjemahan tsb dicetak dalam huruf latin di Medan pada tahun 1893. Menurut H. O. Voorma, terjemahan ini tidak mudah dibaca, lebih kurang kaku, dan terdengar aneh dalam bahasa Batak.[13] Selanjutnya Misi Katolik di Tanah Batak terhitung sejak Pastor Misionaris pertama yakni Pastor Sybrandus van Rossum, OFM.Cap masuk ke jantung Tanah Batak, yakni Balige tanggal 5 Desember 1934. Masyarakat Toba dan sebagian Karo menyerap agama Kristen dengan cepat, dan pada awal ratus tahun ke-20 telah menjadikan Kristen untuk identitas budaya[14]. Pada masa ini merupakan periode kebangkitan kolonialisme Hindia-Belanda, dimana banyak orang Batak sudah tidak melaksanakan perlawanan lagi dengan pemerintahan kolonial. Perlawanan secara gerilya yang dilaksanakan oleh orang-orang Batak Toba berakhir pada tahun 1907, setelah pimpinan kharismatik mereka, Sisingamangaraja XII wafat.[15] Gereja HKBPGereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) telah berdiri di Balige pada bulan September 1917. Pada belakang tahun 1920-an, suatu sekolah perawat memberikan pelatihan perawatan kepada bidan-bidan disana. Selanjutnya pada tahun 1941, Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) didirikan.[16] Gereja Katolik di Tanah BatakMisi Katolik masuk ke Tanah Batak setelah Zending Protestan berada di sana selama 73 tahun. Daerah-daerah yang padat penduduknya serta daerah-daerah yang subur sudah menjadi “milik” Protestan. Menurut Sybrandus van Rossum dalam tulisannya berjudul “Matahari Terbit di Balige” bahwa pada tahun 1935 orang Batak yang sudah dibaptis di Protestan mencapai lebih kurang 450.000 orang. Lembaga pendidikan dan kesehatan sudah berada di tangan Zending. Zending juga sudah mempunyai kader-kader yang tangguh baik dalam masyarakat maupun dalam pemerintahan. Dalam situasi seperti itulah Misi Katolik masuk ke Tanah Batak. KepercayaanSuatu kalender Batak yang terbuat dari tulang, dari ratus tahun ke-20. Dimiliki oleh Museum Anak di Indianapolis. Sebelum suku Batak Toba menganut agama Kristen Protestan, mereka mempunyai sistem kepercayaan dan religi tentang Mulajadi Nabolon yang memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalam Debata Natolu. Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak Toba mengenal tiga konsep, yaitu:
Demikianlah religi dan kepercayaan suku Batak yang terdapat dalam pustaha. Walaupun sudah menganut agama Kristen dan berpendidikan tinggi, namun orang Batak belum mau meninggalkan religi dan kepercayaan yang sudah tertanam di dalam hati sanubari mereka. Salam Khas BatakTiap puak Batak memiliki salam khasnya masing masing. Meskipun suku Batak terkenal dengan salam Horasnya, namun masih berada dua salam lagi yang kurang populer di masyarakat yakni Mejuah juah dan Njuah juah. Horas sendiri masih memiliki penyebutan masing masing sesuai puak yang menggunakannya 1. Pakpak “Njuah-juah Mo Banta Karina!” 2. Karo “Mejuah-juah Kita Krina!” 3. Toba “Horas Jala Gabe Ma Di Hita Saluhutna!” 4. Simalungun “Horas banta Haganupan, Salam Habonaran Do Bona!” 5. Mandailing dan Angkola “Horas Tondi Madingin Pir Ma Tondi Matogu, Sayur Matua Bulung!” KekerabatanKekerabatan adalah menyangkut hubungan hukum antar orang dalam pergaulan hidup. Berada dua susunan kekerabatan bagi suku Batak, yakni sesuai garis keturunan (genealogi) dan sesuai sosiologis, sementara kekerabatan teritorial tidak berada. Susunan kekerabatan sesuai garis keturunan (genealogi) terlihat dari silsilah marga mulai dari Si Raja Batak, dimana semua suku bangsa Batak memiliki marga. Sedangkan kekerabatan sesuai sosiologis terjadi menempuh kontrak (padan antar marga tertentu) maupun karena perkawinan. Dalam tradisi Batak, yang menjadi kesatuan Hukum budaya adalah ikatan sedarah dalam marga, selanjutnya Marga. Gunanya contohnya Harahap, kesatuan hukum budayanya adalah Marga Harahap vs Marga lainnya. Berhubung bahwa Hukum budaya Batak/Tradisi Batak sifatnya dinamis yang seringkali disesuaikan dengan saat dan tempat berpengaruh terhadap perbedaan corak tradisi antar daerah. Beradanya falsafah dalam perumpamaan dalam bahasa Batak Toba yang berbunyi: Jonok dongan partubu jonokan do dongan parhundul. merupakan suatu filosofi supaya kita senantiasa menjaga hubungan baik dengan tetangga, karena merekalah kenalan terdekat. Namun dalam penerapan hukum budaya, yang pertama dicari adalah yang satu marga, walaupun pada dasarnya tetangga tidak boleh dilupakan dalam penerapan Adat. Rumah Hukum budaya Batak Toba Falsafah dan sistem kemasyarakatanMasyarakat Batak memiliki falsafah, azas sekaligus untuk bentuk dan sistem dalam kemasyarakatannya yakni yang dalam Bahasa Batak Toba dikata Dalihan na Tolu. Berikut penyebutan Dalihan Natolu menurut keenam puak Batak 1. Dalihan Na Tolu (Toba) • Somba Marhula-hula • Manat Mardongan Tubu • Elek Marboru 2. Dalian Na Tolu (Mandailing dan Angkola) • Hormat Marmora • Manat Markahanggi • Elek Maranak Boru 3. Tolu Sahundulan (Simalungun) • Martondong Ningon Hormat, Sombah • Marsanina Ningon Pakkei, Manat • Marboru Ningon Elek, Pakkei 4. Rakut Sitelu (Karo) • Nembah Man Kalimbubu • Mehamat Man Sembuyak • Nami-nami Man Anak Beru 5. Daliken Sitelu (Pakpak) • Sembah Merkula-kula • Manat Merdengan Tubuh • Elek Marberru
Namun bukan berfaedah berada kasta dalam sistem kekerabatan Batak. Sistem kekerabatan Dalihan na Tolu adalah bersifat kontekstual. Sesuai konteksnya, semua masyarakat Batak pasti pernah menjadi Hulahula, juga untuk Dongan Tubu, juga untuk Boru. Aci setiap orang harus menempatkan jabatannya secara kontekstual. Sehingga dalam atur kekerabatan, semua orang Batak harus berperilaku 'raja'. Raja dalam atur kekerabatan Batak bukan berfaedah orang yang berkuasa, tetapi orang yang berperilaku baik sesuai dengan atur krama dalam sistem kekerabatan Batak. Maka dalam setiap pembicaraan hukum budaya selalu dikata Raja ni Hulahula, Raja no Dongan Tubu dan Raja ni Boru. Ritual kanibalismePejuang Batak Ritual kanibalisme telah terdokumentasi dengan baik di kalangan orang Batak, yang bertujuan untuk memperkuat tondi pemakan itu. Secara khusus, darah, jantung, telapak tangan, dan telapak kaki dianggap untuk kaya tondi. Dalam memoir Marco Polo yang sempat datang berekspedisi dipesisir timur Sumatera dari bulan April hingga September 1292, beliau menyebutkan bahwa beliau bertemu dengan orang yang menceritakan akan beradanya masyarakyat pedalaman yang dikata untuk "pemakan manusia".[17] Dari sumber-sumber sekunder, Marco Polo mencatat kisah tentang ritual kanibalisme di selang masyarakat "Battas". Walau Marco Polo hanya tinggal di wilayah pesisir, dan tidak pernah pergi langsung ke pedalaman untuk memverifikasi kisah tsb, namun dia dapat menceritakan ritual tsb. Niccolò Da Conti (1395-1469), seorang Venesia yang menghabiskan sebagian akbar tahun 1421 di Sumatra, dalam perjalanan panjangnya untuk misi perdagangan di Asia Tenggara (1414-1439), mencatat kehidupan masyarakat. Dia menulis suatu deskripsi singkat tentang penduduk Batak: "Dalam anggota pulau, dikata Batech kanibal hidup bertempur bertali-tali kepada tetangga mereka ".[18][19] Thomas Stamford Raffles pada 1820 mempelajari Batak dan ritual mereka, serta undang-undang mengenai konsumsi daging manusia, menulis secara detail tentang pelanggaran yang dibenarkan.[20] Raffles menyatakan bahwa: "Suatu hal yang biasa dimana orang-orang memakan orang tua mereka ketika terlalu tua untuk melakukan pekerjaan, dan untuk kejahatan tertentu penjahat akan dimakan hidup-hidup".. "daging dimakan mentah atau dipanggang, dengan kapur, garam dan sedikit nasi".[21] Para dokter Jerman dan pakar geografi Franz Wilhelm Junghuhn, mengunjungi tanah Batak pada tahun 1840-1841. Junghuhn mengatakan tentang ritual kanibalisme di selang orang Batak (yang beliau sebut "Battaer"). Junghuhn menceritakan bagaimana setelah penerbangan berbahaya dan lapar, beliau tiba di suatu desa yang ramah. Makanan yang ditawarkan oleh tuan rumahnya adalah daging dari dua tahanan yang telah disembelih sehari sebelumnya.[22] Namun hal ini terkadang dibesar-besarkan dengan maksud menakut-nakuti orang/pihak yang bermaksud menjajah dan/atau sesekali supaya memperoleh pekerjaan yang dibayar baik untuk tukang pundak bagi pedagang maupun untuk tentara bayaran bagi suku-suku pesisir yang diganggu oleh bajak laut.[23] Oscar von Kessel mengunjungi Silindung di tahun 1840-an, dan pada tahun 1844 mungkin orang Eropa pertama yang mengamati ritual kanibalisme Batak di mana suatu pezina dihukum dan dimakan hidup. Menariknya, terdapat deskripsi paralel dari Marsden untuk sebagian hal penting, von Kessel menyatakan bahwa kanibalisme dianggap oleh orang Batak untuk budi pekerti sesuai hukum dan aplikasinya dibatasi untuk pelanggaran yang sangat ketat yakni pencurian, perzinaan, mata-mata, atau pengkhianatan. Garam, cabe merah, dan lemon harus diberikan oleh keluarga korban untuk tanda bahwa mereka menerima putusan masyarakat dan tidak memikirkan balas dendam.[24] Ida Pfeiffer mengunjungi Batak pada bulan Agustus 1852, dan meskipun dia tidak mengamati kanibalisme apapun, dia diberitahu bahwa: "Tahanan perang diikat pada suatu pohon dan dipenggal sekaligus, tetapi darah secara hati-hati diawetkan untuk minuman, dan kadang-kadang dibuat susunan menjadi semacam puding dengan nasi. Tubuh selanjutnya didistribusikan; telinga, hidung, dan telapak kaki adalah milik eksklusif raja, selain klaim atas sebagian lainnya. Telapak tangan, telapak kaki, daging kepala, jantung, serta hati, dibuat susunan menjadi hidangan khas. Daging pada umumnya dipanggang serta dimakan dengan garam. Para perempuan tidak diizinkan untuk mengambil anggota dalam makan malam publik akbar ".[25] Pada 1890, pemerintah kolonial Belanda melarang kanibalisme di wilayah kendali mereka.[26] Rumor kanibalisme Batak bertahan hingga awal ratus tahun ke-20, dan nampaknya kemungkinan bahwa hukum budaya tsb telah jarang dilaksanakan sejak tahun 1816. Hal ini dikarenakan akbarnya pengaruh agama pendatang dalam masyarakat Batak.[27] TaromboSilsilah atau Tarombo merupakan suatu hal yang sangat penting bagi orang Batak. Bagi mereka yang tidak mengetahui silsilahnya akan dianggap untuk orang Batak kesasar (nalilu). Orang Batak diwajibkan mengetahui silsilahnya minimal nenek moyangnya yang menurunkan marganya dan kenalan semarganya (dongan tubu). Hal ini diperlukan supaya mengetahui letak kekerabatannya (partuturanna) dalam suatu klan atau marga. KontroversiSebagian orang Karo, Angkola, dan Mandailing tidak menyebut dirinya untuk anggota dari suku Batak. Wacana itu muncul diakibatkan karena pada umumnya kategori "Batak" dipandang rendah oleh bangsa-bangsa lain. Selain itu, perbedaan agama juga menyebabkan sebagian orang Tapanuli tidak ingin dikata untuk Batak. Di pesisir timur laut Sumatera, khususnya di Kota Medan, perpecahan ini sangat terasa. Terutama dalam hal pemilihan pimpinan politik dan perebutan sumber-sumber ekonomi. Sumber lainnya menyatakan kata Batak ini berasal dari rencana Gubernur Jenderal Raffles yang membuat etnik Kristen yang berada selang Kesultanan Aceh dan Kerajaan Islam Minangkabau, di wilayah Barus Pedalaman, yang dinamakan Batak. Generalisasi kata Batak terhadap etnik Mandailing (Angkola) dan Karo, umumnya tak dapat diterima oleh keturunan asli wilayah itu. Demikian juga di Angkola, yang terdapat banyak pengungsi muslim yang berasal dari wilayah lebih kurang Danau Toba dan Samosir, kesudahan suatu peristiwa penerapan dari pembuatan afdeeling Bataklanden oleh pemerintah Hindia Belanda, yang melarang penduduk muslim bermukim di wilayah tsb. Konflik terbesar adalah pertentangan selang masyarakat anggota utara Tapanuli dengan selatan Tapanuli, mengenai identitas Batak dan Mandailing. Anggota utara menuntut identitas Batak untuk sebagain akbar penduduk Tapanuli, bahkan juga wilayah-wilayah di luarnya. Sedangkan anggota selatan menolak identitas Batak, dengan bertumpu pada unsur-unsur budaya dan sumber-sumber dari Barat. Penolakan masyarakat Mandailing yang tidak ingin dikata untuk anggota dari etnis Batak, sempat mencuat ke permukaan dalam Kasus Syarikat Tapanuli (1919-1922), Kasus Pekuburan Sungai Mati (1922),[28] dan Kasus Pembentukan Propinsi Tapanuli (2008-2009). Dalam sensus penduduk tahun 1930 dan 2000, pemerintah mengklasifikasikan Simalungun, Karo, Toba, Mandailing, Pakpak dan Angkola untuk etnis Batak.[29] Referensi
edunitas.com Page 7Batak merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan suatu tema kolektif untuk mengidentifikasikan sebagian suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan untuk Batak adalah: Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing. Ketika ini pada umumnya orang Batak menganut agama Kristen Protestan, Kristen Katolik, dan Islam Sunni. Tetapi berada pula yang menganut kepercayaan tadisional yakni: tradisi Malim dan juga menganut kepercayaan animisme (disebut Sipelebegu atau Parbegu), walaupun sekarang banyak penganut kedua segala sesuatu yang diajarkan ini sudah lebih susut. SejarahOrang Batak adalah penutur bahasa Austronesia namun tidak diketahui kapan nenek moyang orang Batak pertama kali bermukim di Tapanuli dan Sumatera Timur. Bahasa dan bukti-bukti arkeologi menunjukkan bahwa orang yang bercakap Austronesia dari Taiwan telah berpindah ke wilayah Filipina dan Indonesia lebih kurang 2.500 tahun lalu, adalah di zaman batu muda (Neolitikum). [2]Karena hingga sekarang belum berada artefak Neolitikum (Zaman Batu Muda) yang ditemukan di wilayah Batak maka dapat diduga bahwa nenek moyang Batak baru bermigrasi ke Sumatera Utara di zaman logam. Pada ratus tahun ke-6, pedagang-pedagang Tamil asal India mendirikan kota dagang Barus, di pesisir barat Sumatera Utara. Mereka berdagang kapur Barus yang diusahakan oleh petani-petani di pedalaman. Kapur Barus dari tanah Batak bermutu tinggi sehingga menjadi salah satu komoditas ekspor di samping kemenyan. Pada ratus tahun ke-10, Barus diserang oleh Sriwijaya. Hal ini menyebabkan terusirnya pedagang-pedagang Tamil dari pesisir Sumatera[3]. Pada masa-masa berikutnya, perdagangan kapur Barus mulai banyak diduduki oleh pedagang Minangkabau yang mendirikan koloni di pesisir barat dan timur Sumatera Utara. Koloni-koloni mereka terbentang dari Barus, Sorkam, hingga Natal[4]. Batak merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan suatu tema kolektif untuk mengidentifikasikan sebagian suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan untuk Batak adalah: Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing. Mayoritas orang Batak menganut agama Kristen dan sisanya beragama Islam. Tetapi berada pula yang menganut agama Malim dan juga menganut kepercayaan animisme (disebut Sipelebegu atau Parbegu), walaupun sekarang banyak penganut kedua segala sesuatu yang diajarkan ini sudah lebih susut. Identitas BatakR.W Liddle mengatakan, bahwa sebelum ratus tahun ke-20 di Sumatra anggota utara tidak terdapat kelompok etnis untuk satuan sosial yang koheren. Menurutnya hingga ratus tahun ke-19, interaksi sosial di daerah itu hanya terbatas pada hubungan antar individu, antar kelompok kekerabatan, atau antar kampung. Dan nyaris tidak berada kesadaran untuk menjadi anggota dari satuan-satuan sosial dan politik yang lebih akbar.[5] Argumen lain mengemukakan, bahwa munculnya kesadaran mengenai suatu keluarga akbar Batak baru terjadi pada zaman kolonial.[6] Dalam disertasinya J. Pardede mengemukakan bahwa istilah "Tanah Batak" dan "rakyat Batak" dibuat susunan oleh pihak asing. Sebaliknya, Siti Omas Manurung, seorang istri dari putra pendeta Batak Toba menyatakan, bahwa sebelum kedatangan Belanda, semua orang baik Karo maupun Simalungun mengakui dirinya untuk Batak, dan Belandalah yang telah membuat terpisahnya kelompok-kelompok tsb. Suatu mitos yang memiliki berbagai jenis versi menyatakan, bahwa Pusuk Buhit, salah satu puncak di barat Danau Toba, adalah tempat "kelahiran" bangsa Batak. Selain itu mitos-mitos tsb juga menyatakan bahwa nenek moyang orang Batak berasal dari Samosir. Terbentuknya masyarakat Batak yang tersusun dari berbagai jenis marga, sebagian diakibatkan karena beradanya migrasi keluarga-keluarga dari wilayah lain di Sumatra. Penelitian penting tentang tradisi Karo dilaksanakan oleh J.H Neumann, sesuai sastra lisan dan transkripsi dua naskah setempat, adalah Referensi Kembaren dan Referensi Ginting. Menurut Referensi Kembaren, daerah asal marga Kembaren dari Pagaruyung di Minangkabau. Orang Tamil diperkirakan juga menjadi unsur pembentuk masyarakat Karo. Hal ini terlihat dari banyaknya nama marga Karo yang diturunkan dari Bahasa Tamil. Orang-orang Tamil yang menjadi pedagang di pantai barat, lari ke pedalaman Sumatera kesudahan suatu peristiwa serangan pasukan Minangkabau yang datang pada ratus tahun ke-14 untuk menguasai Barus.[7] Penyebaran agamaKabupaten-kabupaten di Sumatera Utara yang diwarnai, memiliki mayoritas penduduk Batak. Masuknya IslamDalam lawatannya pada tahun 1292, Marco Polo melaporkan bahwa masyarakat Batak untuk orang-orang "liar" dan tidak pernah terpengaruh oleh agama-agama dari luar. Meskipun Ibn Battuta, mengunjungi Sumatera Utara pada tahun 1345 dan mengislamkan Sultan Al-Malik Al-Dhahir, masyarakat Batak tidak pernah mengenal Islam sebelum disebarkan oleh pedagang Minangkabau. Bersamaan dengan usaha dagangnya, banyak pedagang Minangkabau yang melaksanakan kawin-mawin dengan perempuan Batak. Hal ini secara perlahan telah meningkatakan pemeluk Islam di tengah-tengah masyarakat Batak.[8] Pada masa Perang Paderi di awal ratus tahun ke-19, pasukan Minangkabau menyerang tanah Batak dan melaksanakan pengislaman besar-besaran atas masyarakat Mandailing dan Angkola. Namun penyerangan Paderi atas wilayah Toba, tidak dapat mengislamkan masyarakat tsb, yang pada berakhir mereka menganut agama Kristen Protestan dan Kristen Katolik.[9] Kerajaan Aceh di utara, juga banyak bertindak dalam mengislamkan masyarakat Karo dan Pakpak. Sementara Simalungun banyak terkena pengaruh Islam dari masyarakat Melayu di pesisir Sumatera Timur Misionaris KristenPada tahun 1824, dua misionaris Baptist asal Inggris, Richard Burton dan Nathaniel Ward berjalan kaki dari Sibolga menuju pedalaman Batak.[10] Setelah tiga hari berjalan, mereka hingga di dataran tinggi Silindung dan menetap selama dua ahad di pedalaman. Dari penjelajahan ini, mereka melaksanakan observasi dan pengamatan langsung atas kehidupan masyarakat Batak. Pada tahun 1834, keaktifan ini disertai oleh Henry Lyman dan Samuel Munson dari Dewan Komisaris Amerika untuk Misi Luar Negeri.[11] Pada tahun 1850, Dewan Injil Belanda menugaskan Herman Neubronner van der Tuuk untuk menerbitkan buku atur bahasa dan kamus bahasa Batak - Belanda. Hal ini bertujuan untuk memudahkan misi-misi kelompok Kristen Belanda dan Jerman cakap dengan masyarakat Toba dan Simalungun yang menjadi sasaran pengkristenan mereka.[12]. Misionaris pertama asal Jerman tiba di lembah lebih kurang Danau Toba pada tahun 1861, dan suatu misi pengkristenan dijalankan pada tahun 1881 oleh Dr. Ludwig Ingwer Nommensen. Kitab Kontrak Baru untuk pertama kalinya diterjemahkan ke bahasa Batak Toba oleh Nommensen pada tahun 1869 dan penerjemahan Kitab Kontrak Lama dihabiskan oleh P. H. Johannsen pada tahun 1891. Teks terjemahan tsb dicetak dalam huruf latin di Medan pada tahun 1893. Menurut H. O. Voorma, terjemahan ini tidak mudah dibaca, lebih kurang kaku, dan terdengar aneh dalam bahasa Batak.[13] Selanjutnya Misi Katolik di Tanah Batak terhitung sejak Pastor Misionaris pertama yakni Pastor Sybrandus van Rossum, OFM.Cap masuk ke jantung Tanah Batak, yakni Balige tanggal 5 Desember 1934. Masyarakat Toba dan sebagian Karo menyerap agama Kristen dengan cepat, dan pada awal ratus tahun ke-20 telah menjadikan Kristen untuk identitas budaya[14]. Pada masa ini merupakan periode kebangkitan kolonialisme Hindia-Belanda, dimana banyak orang Batak sudah tidak melaksanakan perlawanan lagi dengan pemerintahan kolonial. Perlawanan secara gerilya yang dilaksanakan oleh orang-orang Batak Toba berakhir pada tahun 1907, setelah pimpinan kharismatik mereka, Sisingamangaraja XII wafat.[15] Gereja HKBPGereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) telah berdiri di Balige pada bulan September 1917. Pada belakang tahun 1920-an, suatu sekolah perawat memberikan pelatihan perawatan kepada bidan-bidan disana. Selanjutnya pada tahun 1941, Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) didirikan.[16] Gereja Katolik di Tanah BatakMisi Katolik masuk ke Tanah Batak setelah Zending Protestan berada di sana selama 73 tahun. Daerah-daerah yang padat penduduknya serta daerah-daerah yang subur sudah menjadi “milik” Protestan. Menurut Sybrandus van Rossum dalam tulisannya berjudul “Matahari Terbit di Balige” bahwa pada tahun 1935 orang Batak yang sudah dibaptis di Protestan mencapai lebih kurang 450.000 orang. Lembaga pendidikan dan kesehatan sudah berada di tangan Zending. Zending juga sudah mempunyai kader-kader yang tangguh baik dalam masyarakat maupun dalam pemerintahan. Dalam situasi seperti itulah Misi Katolik masuk ke Tanah Batak. KepercayaanSuatu kalender Batak yang terbuat dari tulang, dari ratus tahun ke-20. Dimiliki oleh Museum Anak di Indianapolis. Sebelum suku Batak Toba menganut agama Kristen Protestan, mereka mempunyai sistem kepercayaan dan religi tentang Mulajadi Nabolon yang memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalam Debata Natolu. Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak Toba mengenal tiga konsep, yaitu:
Demikianlah religi dan kepercayaan suku Batak yang terdapat dalam pustaha. Walaupun sudah menganut agama Kristen dan berpendidikan tinggi, namun orang Batak belum mau meninggalkan religi dan kepercayaan yang sudah tertanam di dalam hati sanubari mereka. Salam Khas BatakTiap puak Batak memiliki salam khasnya masing masing. Meskipun suku Batak terkenal dengan salam Horasnya, namun masih berada dua salam lagi yang kurang populer di masyarakat yakni Mejuah juah dan Njuah juah. Horas sendiri masih memiliki penyebutan masing masing sesuai puak yang menggunakannya 1. Pakpak “Njuah-juah Mo Banta Karina!” 2. Karo “Mejuah-juah Kita Krina!” 3. Toba “Horas Jala Gabe Ma Di Hita Saluhutna!” 4. Simalungun “Horas banta Haganupan, Salam Habonaran Do Bona!” 5. Mandailing dan Angkola “Horas Tondi Madingin Pir Ma Tondi Matogu, Sayur Matua Bulung!” KekerabatanKekerabatan adalah menyangkut hubungan hukum antar orang dalam pergaulan hidup. Berada dua susunan kekerabatan bagi suku Batak, yakni sesuai garis keturunan (genealogi) dan sesuai sosiologis, sementara kekerabatan teritorial tidak berada. Susunan kekerabatan sesuai garis keturunan (genealogi) terlihat dari silsilah marga mulai dari Si Raja Batak, dimana semua suku bangsa Batak memiliki marga. Sedangkan kekerabatan sesuai sosiologis terjadi menempuh kontrak (padan antar marga tertentu) maupun karena perkawinan. Dalam tradisi Batak, yang menjadi kesatuan Hukum budaya adalah ikatan sedarah dalam marga, selanjutnya Marga. Gunanya contohnya Harahap, kesatuan hukum budayanya adalah Marga Harahap vs Marga lainnya. Berhubung bahwa Hukum budaya Batak/Tradisi Batak sifatnya dinamis yang seringkali disesuaikan dengan waktu dan tempat berpengaruh terhadap perbedaan corak tradisi antar daerah. Beradanya falsafah dalam perumpamaan dalam bahasa Batak Toba yang berbunyi: Jonok dongan partubu jonokan do dongan parhundul. merupakan suatu filosofi supaya kita senantiasa menjaga hubungan baik dengan tetangga, karena merekalah kenalan terdekat. Namun dalam penerapan hukum budaya, yang pertama dicari adalah yang satu marga, walaupun pada dasarnya tetangga tidak boleh dilupakan dalam penerapan Adat. Rumah Hukum budaya Batak Toba Falsafah dan sistem kemasyarakatanMasyarakat Batak memiliki falsafah, azas sekaligus untuk bentuk dan sistem dalam kemasyarakatannya yakni yang dalam Bahasa Batak Toba dikata Dalihan na Tolu. Berikut penyebutan Dalihan Natolu menurut keenam puak Batak 1. Dalihan Na Tolu (Toba) • Somba Marhula-hula • Manat Mardongan Tubu • Elek Marboru 2. Dalian Na Tolu (Mandailing dan Angkola) • Hormat Marmora • Manat Markahanggi • Elek Maranak Boru 3. Tolu Sahundulan (Simalungun) • Martondong Ningon Hormat, Sombah • Marsanina Ningon Pakkei, Manat • Marboru Ningon Elek, Pakkei 4. Rakut Sitelu (Karo) • Nembah Man Kalimbubu • Mehamat Man Sembuyak • Nami-nami Man Anak Beru 5. Daliken Sitelu (Pakpak) • Sembah Merkula-kula • Manat Merdengan Tubuh • Elek Marberru
Namun bukan berfaedah berada kasta dalam sistem kekerabatan Batak. Sistem kekerabatan Dalihan na Tolu adalah bersifat kontekstual. Sesuai konteksnya, semua masyarakat Batak pasti pernah menjadi Hulahula, juga untuk Dongan Tubu, juga untuk Boru. Aci setiap orang harus menempatkan jabatannya secara kontekstual. Sehingga dalam atur kekerabatan, semua orang Batak harus berperilaku 'raja'. Raja dalam atur kekerabatan Batak bukan berfaedah orang yang berkuasa, tetapi orang yang berperilaku baik sesuai dengan atur krama dalam sistem kekerabatan Batak. Maka dalam setiap pembicaraan hukum budaya selalu dikata Raja ni Hulahula, Raja no Dongan Tubu dan Raja ni Boru. Ritual kanibalismePejuang Batak Ritual kanibalisme telah terdokumentasi dengan baik di kalangan orang Batak, yang bertujuan untuk memperkuat tondi pemakan itu. Secara khusus, darah, jantung, telapak tangan, dan telapak kaki dianggap untuk kaya tondi. Dalam memoir Marco Polo yang sempat datang berekspedisi dipesisir timur Sumatera dari bulan April hingga September 1292, beliau menyebutkan bahwa beliau bertemu dengan orang yang menceritakan akan beradanya masyarakyat pedalaman yang dikata untuk "pemakan manusia".[17] Dari sumber-sumber sekunder, Marco Polo mencatat kisah tentang ritual kanibalisme di selang masyarakat "Battas". Walau Marco Polo hanya tinggal di wilayah pesisir, dan tidak pernah pergi langsung ke pedalaman untuk memverifikasi kisah tsb, namun dia dapat menceritakan ritual tsb. Niccolò Da Conti (1395-1469), seorang Venesia yang menghabiskan sebagian akbar tahun 1421 di Sumatra, dalam perjalanan panjangnya untuk misi perdagangan di Asia Tenggara (1414-1439), mencatat kehidupan masyarakat. Dia menulis suatu deskripsi singkat tentang penduduk Batak: "Dalam anggota pulau, dikata Batech kanibal hidup bertempur bertali-tali kepada tetangga mereka ".[18][19] Thomas Stamford Raffles pada 1820 mempelajari Batak dan ritual mereka, serta undang-undang mengenai konsumsi daging manusia, menulis secara detail tentang pelanggaran yang dibenarkan.[20] Raffles menyatakan bahwa: "Suatu hal yang biasa dimana orang-orang memakan orang tua mereka ketika terlalu tua untuk melakukan pekerjaan, dan untuk kejahatan tertentu penjahat akan dimakan hidup-hidup".. "daging dimakan mentah atau dipanggang, dengan kapur, garam dan sedikit nasi".[21] Para dokter Jerman dan pakar geografi Franz Wilhelm Junghuhn, mengunjungi tanah Batak pada tahun 1840-1841. Junghuhn mengatakan tentang ritual kanibalisme di selang orang Batak (yang beliau sebut "Battaer"). Junghuhn menceritakan bagaimana setelah penerbangan berbahaya dan lapar, beliau tiba di suatu desa yang ramah. Makanan yang ditawarkan oleh tuan rumahnya adalah daging dari dua tahanan yang telah disembelih sehari sebelumnya.[22] Namun hal ini terkadang dibesar-besarkan dengan maksud menakut-nakuti orang/pihak yang bermaksud menjajah dan/atau sesekali supaya memperoleh pekerjaan yang dibayar baik untuk tukang pundak bagi pedagang maupun untuk tentara bayaran bagi suku-suku pesisir yang diganggu oleh bajak laut.[23] Oscar von Kessel mengunjungi Silindung di tahun 1840-an, dan pada tahun 1844 mungkin orang Eropa pertama yang mengamati ritual kanibalisme Batak di mana suatu pezina dihukum dan dimakan hidup. Menariknya, terdapat deskripsi paralel dari Marsden untuk sebagian hal penting, von Kessel menyatakan bahwa kanibalisme dianggap oleh orang Batak untuk budi pekerti sesuai hukum dan aplikasinya dibatasi untuk pelanggaran yang sangat ketat yakni pencurian, perzinaan, mata-mata, atau pengkhianatan. Garam, cabe merah, dan lemon harus diberikan oleh keluarga korban untuk tanda bahwa mereka menerima putusan masyarakat dan tidak memikirkan balas dendam.[24] Ida Pfeiffer mengunjungi Batak pada bulan Agustus 1852, dan meskipun dia tidak mengamati kanibalisme apapun, dia diberitahu bahwa: "Tahanan perang diikat pada suatu pohon dan dipenggal sekaligus, tetapi darah secara hati-hati diawetkan untuk minuman, dan kadang-kadang dibuat susunan menjadi semacam puding dengan nasi. Tubuh selanjutnya didistribusikan; telinga, hidung, dan telapak kaki adalah milik eksklusif raja, selain klaim atas sebagian lainnya. Telapak tangan, telapak kaki, daging kepala, jantung, serta hati, dibuat susunan menjadi hidangan khas. Daging pada umumnya dipanggang serta dimakan dengan garam. Para perempuan tidak diizinkan untuk mengambil anggota dalam makan malam publik akbar ".[25] Pada 1890, pemerintah kolonial Belanda melarang kanibalisme di wilayah kendali mereka.[26] Rumor kanibalisme Batak bertahan hingga awal ratus tahun ke-20, dan nampaknya kemungkinan bahwa hukum budaya tsb telah jarang dilaksanakan sejak tahun 1816. Hal ini dikarenakan akbarnya pengaruh agama pendatang dalam masyarakat Batak.[27] TaromboSilsilah atau Tarombo merupakan suatu hal yang sangat penting bagi orang Batak. Bagi mereka yang tidak mengetahui silsilahnya akan dianggap untuk orang Batak kesasar (nalilu). Orang Batak diwajibkan mengetahui silsilahnya minimal nenek moyangnya yang menurunkan marganya dan kenalan semarganya (dongan tubu). Hal ini diperlukan supaya mengetahui letak kekerabatannya (partuturanna) dalam suatu klan atau marga. KontroversiSebagian orang Karo, Angkola, dan Mandailing tidak menyebut dirinya untuk anggota dari suku Batak. Wacana itu muncul diakibatkan karena pada umumnya kategori "Batak" dipandang rendah oleh bangsa-bangsa lain. Selain itu, perbedaan agama juga menyebabkan sebagian orang Tapanuli tidak ingin dikata untuk Batak. Di pesisir timur laut Sumatera, khususnya di Kota Medan, perpecahan ini sangat terasa. Terutama dalam hal pemilihan pimpinan politik dan perebutan sumber-sumber ekonomi. Sumber lainnya menyatakan kata Batak ini berasal dari rencana Gubernur Jenderal Raffles yang membuat etnik Kristen yang berada selang Kesultanan Aceh dan Kerajaan Islam Minangkabau, di wilayah Barus Pedalaman, yang dinamakan Batak. Generalisasi kata Batak terhadap etnik Mandailing (Angkola) dan Karo, umumnya tak dapat diterima oleh keturunan asli wilayah itu. Demikian juga di Angkola, yang terdapat banyak pengungsi muslim yang berasal dari wilayah lebih kurang Danau Toba dan Samosir, kesudahan suatu peristiwa penerapan dari pembuatan afdeeling Bataklanden oleh pemerintah Hindia Belanda, yang melarang penduduk muslim bermukim di wilayah tsb. Konflik terbesar adalah pertentangan selang masyarakat anggota utara Tapanuli dengan selatan Tapanuli, mengenai identitas Batak dan Mandailing. Anggota utara menuntut identitas Batak untuk sebagain akbar penduduk Tapanuli, bahkan juga wilayah-wilayah di luarnya. Sedangkan anggota selatan menolak identitas Batak, dengan bertumpu pada unsur-unsur budaya dan sumber-sumber dari Barat. Penolakan masyarakat Mandailing yang tidak ingin dikata untuk anggota dari etnis Batak, sempat mencuat ke permukaan dalam Kasus Syarikat Tapanuli (1919-1922), Kasus Pekuburan Sungai Mati (1922),[28] dan Kasus Pembentukan Propinsi Tapanuli (2008-2009). Dalam sensus penduduk tahun 1930 dan 2000, pemerintah mengklasifikasikan Simalungun, Karo, Toba, Mandailing, Pakpak dan Angkola untuk etnis Batak.[29] Referensi
edunitas.com |