Alat transportasi perdagangan pada masa kerajaan kerajaan hindu budha

Alat transportasi pada masa kuno masih sangat sederhana. Di sungai, danau atau laut digunakan perahu dalam berbagai ukuran dan model, terbuat dari bahan kayu bambu dan lain-lain, transportasi di darat digunakan gajah, onta, kuda, keledai, sapi dan kerbau, baik secara langsung ataupun dengan menarik kendaraan berupa kereta, gerobak atau sejenisnya.

Di Candi Borobudur ada relief-relief perahu, antara lain berupa perahu cadik. Ini sangat menarik perhatian karena di tengah gambaran kehidupan agama Buddha dipahatkan pula perahu cadik, suatu jenis perahu rakyat yang menjadi alat perhubungan antar pulau di wilayah Nusantara pada masa silam.

Pada masa lampau pernah terjadi migrasi, yaitu perpindahan penduduk dari satu negeri ke negeri lain. Orang India dan Cina datang ke Indonesia dengan berbagai maksud, umumnya untuk berdagang. Perjalanan mereka ke Indonesia menggunakan perahu, baik perahu India, perahu Cina, perahu Eropa ataupun perahu Asia Tenggara.

Perahu Cadik Borobudur

Alat transportasi perdagangan pada masa kerajaan kerajaan hindu budha
Konstruksi badan perahu cadik tidak berbeda dengan lainnya. Yang berbeda hanya cadik-nya, yaitu alat pengapung di kanan-kiri perahu yang fungsinya menjaga keseimbangan. Dengan tambahan cadik tersebut perahu tidak mudah tenggelam akibat hantaman gelombang laut. Keselamatan adalah tujuan utama pembuatan perahu. Karena ketangguhan perahu cadik maka jenis perahu ini banyak digunakan di zamannya.

Di Candi Borobudur dipahatkan 11 gambar perahu (lihat Th. van Erp 1923). Bentuk-bentuk perahu ini oleh van Erp dibagi menjadi tiga golongan:

1.    Kano atau sampan sederhana yang dibuat dari sebatang kayu yang

dilubangi;

2.    Kano tersebut dengan tambahan dinding papan, tetapi tanpa cadik;

3.    Sama dengan kano nomor 2, namun ditambah dengan cadik.

Sementara itu van der Heide mengelompokkan perahu-perahu ini berdasarkan tiang layar dan cadiknya ke dalam lima golongan (lihat van der Heide 1927).

Mengenai perahu-perahu cadik itu dapat digambarkan demikian. Badannya dari kayu yang kuat dan di atas dinding dipasang pagar pengaman yang kokoh. Jika tidak ada angin maka perahu ini dikayuh lewat bawah  pagar. Di anjungan dan buritan ada papan kayu besar seolah-olah sebagai lanjutan dari luas perahu. Perahu digerakkan dengan dua layar. Layar besar ditambatkan pada tiang utama, sedangkan layar kecil ditambatkan pada tiang ke dua yang letaknya dekat buritan.

Cadik perahu dipasang pada masing-masing sisi perahu. Di candi Borobudur ditemukan lima relief perahu cadik, empat relief pertama dipahatkan pada dinding utama lorong pertama deretan bawah no. 53, 86, 88 dan 108. Satu relief lagi dipahatkan pada dinding utama lorong kedua deret bawah no. 41. Lima perahu cadik ini badannya serupa, tetapi tidak sama, demikian pula bentuk cadiknya. Pada relief no. 53 cadiknya berupa dua balok kayu yang diikat di tiga tempat dalam posisisejajar dengan badan perahu, lalu dua balok sejajar ini dirangkai dengan tiga balok yang keluar dari tiga tempat di badan perahu.

Pada relief no. 86 cadiknya terdiri atas empat balok kayu; tiap dua balok diikat sendiri, lalu dua pasang ikatan balok ini dirangkai oleh tiga balok yang keluar dari badan perahu di tiga tempat. Pada relief no. 88 cadiknya juga terdiri atas empat balok kayu yang langsung dirangkai dengan balok yang keluar dari badan perahu di tiga tempat.

Pada relief no. 88 cadiknya juga terdiri atas empat balok kayu yang langsung dirangkai dengan balok yang keluar dari badan perahu di tiga tempat. Pada relief no. 41 cadiknya terdiri atas tiga balok sejajar (dua balok yang disebelah luar berdekatan) yang langsung dirangkai dengan tiga balok yang keluar dari badan perahu di tiga tempat. Model cadik pada relief no. 41 ini sama dengan cadik pada relief no. 108.

Kemudi, Perahu dan Awaknya

Perahu yang tergolong besar tidak dapat dikemudikan dengan memegang dayung di samping perahu. Kemudian besar ditempatkan di buritan yang khusus untuk kemudi. Satu awak perahu bertugas memegang kemudi selama dilakukan pelayaran.

Perahu-perahu cadik yang digambarkan pada relief lorong pertama tanpa atap: hanya relief no. 41 di lorong ke-dua digambarkan ada bagian yang diberi tutup yang mencakup sekitar seperempat bagian dari panjang perahu.

Penumpang perahu tidak diketahui, tetapi jumlah awak perahu yang bekerja ditampakkan dalam relief. Pada relief no. 53 berawak enam orang: pada relief no. 86 berawak 17 orang, sedangkan pada relief no. 88 berawak 10 orang. menariknya pada relief no. 88 ini seorang awaknyadi gambarkan  sedang buang air besar di luar buritan perahu sambil berpegangan pada balok kayu yang menjulur ke luar. Adapun awak perahu cadik no. 108 berawak sembilan orang.

Ukuran panjang dan lebar perahu cadik tidak diketahui. Awak perahu yang tampak dalam relief tidak dapat dijadikan skala karena relief bukan gambar perspektif, melainkan gambar imajinatif.

Perahu Nusantara Lain

Di wilayah Nusantara dikenal berbagai macam bentuk perahu, antara lain

Alat transportasi perdagangan pada masa kerajaan kerajaan hindu budha
perahu pinisi (Bugis), perahu mayang (Cirebon),  perahu sampan ( Betawi), perahu jonggolan (Semarang dan Surabaya), perahu sekong ( Pasuruan) dan
Alat transportasi perdagangan pada masa kerajaan kerajaan hindu budha
Alat transportasi perdagangan pada masa kerajaan kerajaan hindu budha
perahu jukung (Bali dan Lombok), Perahu sekong dan jukung juga dipasang cadik.

Pada relief Borobudur juga dipahatkan perahu tanpa cadik, tetapi tidak dapat diidentifikasikan nama-namanya. Perahu biasa tersebut digambarkan pada balustrade lorong ke-empat deretan atas no. 54, pada balustrade lorong pertama deret no. 193 dan pada dinding utama lorong pertama deret bawah no. 108. Perahu-perahu ini digambarkan dengan satu layar saja.

Perahu Sriwijaya

Di kawasan Asia Tenggara sejak masa Sriwijaya di abad VII M sudah digunakan berbagai perahu. Prasasti Kedukan Bukit bertahun 605 Saka atau 683 M, yang ditemukan di tepi kota Palembang menyebutkan suatu ekspedisi kerajaan Sriwijaya yang dilakukan oleh Dapunta Hyang menggunakan perahu dan lainnya berjalan kaki lewat jalan darat.

Ada tiga tempat temuan perahu kuna, yaitu di Kolam Pinisi (1989). Sungai Buah dari Samirejo (1988), semuanya dekat kota Palembang. Temuan perahu di situs Kolam Pinisi dan Samirejo dibuat dengan “teknik papan-ikat dan kupingan-pengikat”, dalam istilah asing disebut: “swen-plank and lashed-lug technique”, Teknik pembuatan perahu demikian berkembang di Asia Tenggara sehingga sering disebut: “teknik tradisi Asia Tenggara”. Sisa perahu di Samirejo disebut telah diperiksa di laboratorium dengan metode Carbon 14 dan menghasilkan keterangan bahwa sisa perahu tersebut berasal dari tahun 610-775 M.

Keterangan prasasti Sriwijaya dan temuan artepak perahu di sekitar Palembang ini menunjukkan bahwa jauh sebelum perahu cadik Borobudur dipahatkan, telah banyak perahu lain dipergunakan sebagai sarana perhubungan di Asia Tenggara. Mungkin sekali masyarakat Kepulauan Riau yang disebut Orang Laut yang hidupnya di atas perahu, terus ikut berperan dalam mengembangkan armada laut bagi Kerjaan-kerajaan yang pernah tampil di Selat Malaka, termasuk kerajaan Sriwijaya.

Perkembangan Alat Transportasi

PERKEMBANGAN ALAT TRANSPORTASI DARI ZAMAN PRAAKSARA, HINDU BUDHA HINGGA MASA KINI PERKEMBANGAN ALAT TRANSPORTASI DARI ZAMAN PRAAKSARA, HINDU BUDHA HINGGA MASA KINI ALAT TRANSPORTASI Transportasi adalah pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh manusia atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Perkembangan transportasi dalam sejarah bergerak dengan sangat perlahan, berevolusi dengan terjadi perubahan sedikit-demi sedikit, yang sebenarnya diawali dengan perjalanan jarak jauh berjalan kaki pada zaman paleolithic. Sejarah manusia menunjukkan bahwa selain berjalan kaki juga dibantu dengan pemanfaatan hewan yang menyeret suatu muatan yang tidak bisa diangkat oleh manusia[1] dan penggunaan rakit di sungai.  a.  PRAAKSARA KAPAL §  Pada masa praaksara, nenek moyang kita membuat alat transportasi yang sangat sederhana. Karena, pola nomaden yang sudah terbentuk, mereka membuat sebuah alat yang bisa menyebrangi sungai atau danau. Pada masa praaksara, manusia pada zaman itu menggunakan pohon atau bambu untuk membuat rakit. §  Salah satunya dinamakan kano. Inilah nenek moyangnya kapal laut. Kapal laut generasi pertama ini masih sangat sederhana. Kano biasanya terbuat dari batang pohon. §  Manusia purba biasa menggunakan kano atau rakit untuk menyeberangi sungai atau danau. Mereka merantau untuk mencari tempat yang lebih baik. Biasanya, mereka meninggalkan tempat tinggal mereka yang dulu karena bahan makanan yang berada di tempat itu sudah habis ataupun bencana alam.             Binatang §  Pada masa praaksara, mereka menggunakan binatang seperti kerbau, gajah, sapi menjadi alat transportasi mereka. §  Alat transportasi masih sangat sederhana. §  Mereka menggunakan alat transportasi itu untuk berpindah tempat atau tempat tinggal jika tempat tinggal mereka sudah tidak aman. b.  HINDU-BUDHA KAPAL §  Pada masa hindu budha, mulai berkembang kapal layar yang pada saat itu dinamakan Kapal Borobudur. §  Kapal borobudur adalah kapal layar bercadik ganda terbuat dari kayu yang berasal dari abad ke-8 di Nusantara yang digambarkan dalam beberapa relief Borobudur, Jawa Tengah, Indonesia. §  Kegunaan cadik adalah untuk menyeimbangkan dan memantapkan perahu. Perahu kano bercadik tunggal atau kembar adalah perahu khas bangsa bahari Austronesia yang digunakan dalam penjelajahan dan penyebaran mereka di Asia Tenggara Oseania, dan Samudra Hindia. §  Jenis perahu besar bercadik kembar yang ditampilkan di Borobudur kemungkinan adalah jenis kapal yang sama yang digunakan dinasti Sailendra dan Kemaharajaan bahari Sriwijaya yang menguasai perairan Nusantara pada abad ke-7 hingga ke-13. §  Pada zaman ini, kegunaan kapal adalah untuk berlayar dan menjelajahi pulau. Juga untuk kegunaan perang dan keamanan militer pada kerajaan. Kegunaan kapal juga untuk menjelajah ke kerajaan lain. Dan untuk keperluan perdagangan. §  Binatang §  Pada masa hindu budha, mereka menggunakan kuda sebagai alat transportasi untuk pergi ke suatu tempat juga untuk transportasi berburu. c.   MASA KINI §  Pada masa kini, kapal laut digunakan untuk berwisata dan untuk kesenangan pribadi. Juga untuk keperluan militer. §  Alat transportasi pada masa kini seperti motor boat, kapal uap, kapal bermotor, kapal mesin. §  Binatang §  Pada masa kini, binatang digunakan untuk kepuasan pribadi dan untuk hiburan. Contohnya adalah kuda. Kuda digunakan untuk balap kuda, yang tujuannya menghibur. Juga digunakan untuk kesenangan pribadi jika menggunakannya. §  Kuda tak digunakan lagi sebagai alat transportasi utama, dikarenakan sudah ada motor dan mobil yang jauh lebih cepat dibanding kuda. Nilai-nilai luhur yang dikembangkan: 
 1.      Sikap tolong menolong
 2.     Gotong royong
 3.     Kerjasama
 4.    Persatuan 
 5.     Kebersamaan 
 6.    Disiplin Persamaan                                                                                                                       ·       Sikap tolong menolong, kerjasamanya, gotong royongnya. ·       Menggunakan binatang sebagai alat transportasi tetap digunakan, hanya alasannya yang berbeda. ·       Memiliki rasa ingin terus berkembang. ·       Memiliki keinginan untuk berjelajah. Perbedaan ·       Alat untuk menggerakkan alat transportasinya berbeda. Saat zaman praaksara, masih menggunakan tenaga dan kekuatan angin. Pada zaman hindu budha, menggunakan tenaga angin dan mesin yang sederhana. Pada zaman sekarang menggunakan mesin yang canggih. ·       Waktu tempuh saat zaman praaksara sangat lama, pada zaman hindu budha sudah sedikit cepat, pada zaman sekarang sangat cepat. ·       Pada zaman praaksara, alat transportasi digunakan untuk berpindah ke suatu tempat yang memiliki bahan makanan yang banyak. Pada zaman ini, terdapat pola nomaden. Pada zaman hindu budha, mereka menggunakan alat transportasi untuk berjelajah ke kerajaan-kerajaan untuk membangun kerjasama, untuk keperluan militer, dan perdagangan. Pada masa kini, alat transportasi digunakan untuk bersenang-senang, hobi pribadi, dan parawisata. Kesimpulan           Pada materi ini, kami dapat menyimpulkan bahwa dalam setiap perkembangan zaman pasti ada perubahan-perubahan yang terjadi. Perubahan itu dapat berupa teknologi yang digunakan, semakin berkembangnya zaman maka manusia akan menciptakan alat yang semakin canggih. Begitu juga pola pikirnya akan berubah.           Sikap-sikap luhur yang kini berada, ternyata sikap luhur yang dari dulu sudah ditanamkan oleh nenek moyang kita. Nenek moyang kita menyadarkan kita, walaupun teknologi yang mereka gunakan masih sangat sederhana tapi mereka memiliki rasa kebersamaan yang , sikap tolong menolong, dan keberanian yang tinggi. 


Page 2