Wayang cokek merupakan salah satu bentuk pertunjukan tradisional dari daerah.... *

Tari Cokek merupakan tarian yang berasal dari budaya Betawi tempo dulu. Dewasa ini orkestra (gambang kromong) biasa digunakan untuk mengiringi pertunjukan tarian, seperti tari Sembah Nyai, Sirih Kuning dan sebagainya, di samping sebagai pengiring tari pergaulan yang disebut tari cokek. Tari cokek ditarikan berpasangan antara laki-laki dan perempuan. Tarian khas Tangerang ini diwarnai budaya Tionghoa, penarinya mengenakan kebaya yang disebut cokek. Tarian cokek mirip sinetron dari Cirebon atau sejenis ronggeng di Jawa Tengah. Tarian ini kerap identik dengan keerotisan penarinya.

Tari cokek

Pertunjukan tari cokek

Etimologidiambil dari nama selendang yang digunakan dalam tarian atau diambil dari nama Tuan Tanah Tionghoa, Tan Sio Kek.[1]InstrumenSuling,Gong,Kendang,Gendang,Sukong,Tehyan,KongahyanAsal
Jakarta, Indonesia

Wawayangan menjadi pembukaan dalam tari Cokek. Penari cokek berjejer memanjang sambil melangkah maju mundur mengikuti irama gambang kromong. Rentangan tangannya setinggi kepala seirama gerakan kaki. Setelah itu mereka mengajak tamu menari bersama dengan mengalungkan selendang. Pertama-tama kepada tamu yang dianggap paling terhormat. Bila yang disertai selendang itu bersedia ikut menari, maka mulailah mereka menari berpasang-pasangan. Tiap pasangan berhadapan pada jarak yang dekat tetapi tidak saling bersentuhan. Adakalanya pasangan-pasangan itu saling membelakangi. Kalau tempatnya cukup leluasa biasa pula ada gerakan memutar dalam lingkaran. Pakaian penari cokek biasanya terdiri atas baju kurung dan celana panjang dari bahan semacam sutera berwarna[2].

Ada berbagai macam warna selendang yang ada, seperti merah, hijau, ungu, kuning, merah muda, biru dan sebagainya. Di ujung sebelah bawah celana panjang biasa diberi hiasan dengan kain berwarna yang serasi. Selembar selendang panjang terikat pada pinggang dengan kedua ujungnya terurai ke bawah rambutnya tersisir rapih licin ke belakang. Ada pula yang dikepang kemudian disanggulkan yang bentuknya begitu besar, dihias dengan tusuk konde bergoyang-goyang.

 

Artikel bertopik tarian di Indonesia ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

  1. ^ //www.selasar.com/tari/cokek/#a_Gambang_Kromong
  2. ^ Indrawati, D (2019). Tari-Tarian Tradisional Indonesia. Sukoharjo: CV. Graha Printama Selaras. hlm. 76. ISBN 978-602-448-417-0.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Cokek&oldid=21216365"

PERNAH dengar atau masih ingat wayang cokek? Wayang cokek adalah salah satu peninggalan seni yang makin terpinggir, jika tak mau disebut hilang. Setidaknya, seperti kisah soehian yang diterbitkan Warta Kota edisi 9 Desember 2009, wayang cokek berubah "arah". Meski namanya wayang cokek, namun jangan bayangkan wayang cokek seperti wayang orang, wayang kulit, wayang golek, atau bahkan wayang potehi. Wayang cokek sebenarnya adalah istilah Melayu Tionghoa sehingga berbeda pengertian dengan wayang dalam tradisi Jawa/Tionghoa peranakan Jawa.

Dalam bahasa Melayu, wayang diartikan sebagai anak wayang yang berarti aktor atau aktris. Sementara cokek dari bahasa Tionghoa dialek Hokkian selatan chiou-khek yang berarti menyanyi. Selanjutnya, cokek yang artinya menyanyi berubah menjadi penyanyi. Maka wayang cokek kemudian dikenal sebagai penyanyi sekaligus aktor/aktris. Namun, salah kaprah tetap terjadi, wayang cokek lantas beken sebagai penyanyi yang juga menari.

Ating, salah satu wayang cokek yang undur diri dari dunia seni di awal tahun 2000 karena kesehatan, beken dengan pantun Melayu Betawi dalam lagu Balo-balo. Yang mengiringi Ating menyanyi tak lain adalah Gambang Kromong Naga Mas pimpinan Boe Tiang Hay. Piringan hitam Ating diterbitkan tahun 1960-an di bawah nama The Indonesian Music Company Irama Ltd.   

Menurut pengamatan budayawan Tionghoa peranakan David Kwa, wayang cokek semula tak hanya menyanyi tapi juga membawakan peran dalam suatu pertunjukan opera. Termasuk di dalamnya, menari. Hal itu diperkuat dengan kisah riwayat Oei Tamba Sia dalam Kesastraan Melayu Tionghoa dan Kebangsaan Indonesia jilid 5 di mana Tamba Sia digambarkan memiliki hubungan dengan wayang si Botan (Bouwtan, nama sejenis bunga di negeri China).

Tamba Sia, begitu dikisahkan, tergila-gila pada Bouwtan saat ia beraksi sebagai Sie Djin Koeij dalam episode Sih Djin Koeij Pukul Mo Thian Nia. Tamba Sia pun kerap mengiringi Bouwtan, yang menyanyi, dengan bermain gambang. Artinya, menurut David Kwa, pada zaman Tamba Sia, wayang cokek menyanyi dan tidak menari.

Peran wayang cokek diketahui bertambah, setelah Phoa Kian Sioe melakukan riset, sejak sekitar 1880-an. Yaitu saat orang Tionghoa peranakan mulai mengambil selendang untuk ngibing alias menari dengan wayang cokek. Sejak itulah wayang cokek tak hanya menyanyi tapi juga menari.

Sayangnya, dalam perjalanan selanjutnya, fungsi menari itulah yang lebih dikenal. Jadi jika ada warga mengatakan wayang cokek, maka di benak warga itu atau warga lain, yang ada hanyalah penari. Lucunya, saat ada pagelaran wayang cokek, penyanyi lain disediakan di panggung sedangkan penari - yang diidentikkan sebagai wayang cokek - khusus menari. Wayang cokek di masa lalu biasa tampil di pesta kaum Tionghoa peranakan di Betawi dan Tangerang.

Untuk menjadi wayang cokek tak lagi perlu punya suara empuk, cukup asal bisa menari (baca: goyang seksi) dan pandai berdandan menor. Sudah begitu pun, kesenian wayang cokek tersisa di pelosok kampung di Tangerang. Sungguh sayang.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berikutnya

Loading Preview

Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.

Loading Preview

Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.

PERNAH dengar atau masih ingat wayang cokek? Wayang cokek adalah salah satu peninggalan seni yang makin terpinggir, jika tak mau disebut hilang. Setidaknya, seperti kisah soehian yang diterbitkan Warta Kota edisi 9 Desember 2009, wayang cokek berubah "arah". Meski namanya wayang cokek, namun jangan bayangkan wayang cokek seperti wayang orang, wayang kulit, wayang golek, atau bahkan wayang potehi. Wayang cokek sebenarnya adalah istilah Melayu Tionghoa sehingga berbeda pengertian dengan wayang dalam tradisi Jawa/Tionghoa peranakan Jawa.

Dalam bahasa Melayu, wayang diartikan sebagai anak wayang yang berarti aktor atau aktris. Sementara cokek dari bahasa Tionghoa dialek Hokkian selatan chiou-khek yang berarti menyanyi. Selanjutnya, cokek yang artinya menyanyi berubah menjadi penyanyi. Maka wayang cokek kemudian dikenal sebagai penyanyi sekaligus aktor/aktris. Namun, salah kaprah tetap terjadi, wayang cokek lantas beken sebagai penyanyi yang juga menari.

Ating, salah satu wayang cokek yang undur diri dari dunia seni di awal tahun 2000 karena kesehatan, beken dengan pantun Melayu Betawi dalam lagu Balo-balo. Yang mengiringi Ating menyanyi tak lain adalah Gambang Kromong Naga Mas pimpinan Boe Tiang Hay. Piringan hitam Ating diterbitkan tahun 1960-an di bawah nama The Indonesian Music Company Irama Ltd.   

Menurut pengamatan budayawan Tionghoa peranakan David Kwa, wayang cokek semula tak hanya menyanyi tapi juga membawakan peran dalam suatu pertunjukan opera. Termasuk di dalamnya, menari. Hal itu diperkuat dengan kisah riwayat Oei Tamba Sia dalam Kesastraan Melayu Tionghoa dan Kebangsaan Indonesia jilid 5 di mana Tamba Sia digambarkan memiliki hubungan dengan wayang si Botan [Bouwtan, nama sejenis bunga di negeri China].

Tamba Sia, begitu dikisahkan, tergila-gila pada Bouwtan saat ia beraksi sebagai Sie Djin Koeij dalam episode Sih Djin Koeij Pukul Mo Thian Nia. Tamba Sia pun kerap mengiringi Bouwtan, yang menyanyi, dengan bermain gambang. Artinya, menurut David Kwa, pada zaman Tamba Sia, wayang cokek menyanyi dan tidak menari.

Peran wayang cokek diketahui bertambah, setelah Phoa Kian Sioe melakukan riset, sejak sekitar 1880-an. Yaitu saat orang Tionghoa peranakan mulai mengambil selendang untuk ngibing alias menari dengan wayang cokek. Sejak itulah wayang cokek tak hanya menyanyi tapi juga menari.

Sayangnya, dalam perjalanan selanjutnya, fungsi menari itulah yang lebih dikenal. Jadi jika ada warga mengatakan wayang cokek, maka di benak warga itu atau warga lain, yang ada hanyalah penari. Lucunya, saat ada pagelaran wayang cokek, penyanyi lain disediakan di panggung sedangkan penari - yang diidentikkan sebagai wayang cokek - khusus menari. Wayang cokek di masa lalu biasa tampil di pesta kaum Tionghoa peranakan di Betawi dan Tangerang.

Untuk menjadi wayang cokek tak lagi perlu punya suara empuk, cukup asal bisa menari [baca: goyang seksi] dan pandai berdandan menor. Sudah begitu pun, kesenian wayang cokek tersisa di pelosok kampung di Tangerang. Sungguh sayang.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berikutnya

Gamelan cokek adalah sebuah orkes kecil khas daerah ibu kota, Jakarta.[1] Musik gamelan ini sudah mulai berkembang saat Jakarta masih menyandang nama Batavia atau Betawi [menurut logat penduduk asli].[1] Adapun komponennya terdiri dari sebuah gambang kayu [Inggris:Xylophpne]], sebuah rebab, sebuah suling ditambah dengan sebuah kempul.[1] Selain alat-alat tersebut, sering kali pemain juga menambah instrumen musik yang lain, seperti kenong, ketuk, kecak, dan kendang.[1]

Kenong, salah satu komponen tambahan dalam permainan Gamelan cokek

Orkes ini biasanya digunakan sebagai musik pengiring sebuah permainan rakyat yang dikenal dengan nama wayang cokek.[1] Permainan yang satu ini merupakan kombinasi antara nyanyian dan tarian yang kerap kali dilakukan oleh wanita.[1] Menurut pengamatan budayawan Tionghoa yang bernama David Kwa, wayang ini semula tidak hanya menyanyi, namun juga membawakan peran dalam sebuah pertunjukan opera.[2] Hal ini diperkuat dengan adanya riwayat Oei Tamba Sia dalam Kesastraan Melayu Tionghoa dan Kebangsaan Indonesia jilid 5, di mana Oei digambarkan memiliki hubungan dengan wayang si Botan.[2] Para penari dalam orkes kecil ini asal mulanya adalah budak-budak belian [Inggris:slave girls].[1] Seiring dengan waktu, akhirnya budak-budak tersebut diganti oleh wanita biasa yang berasal dari kalangan penduduk.[1] Saat pertunjukan, rambut mereka yang panjang terurai dikepang [koncet], sedang untuk pakaiannya, sering kali menggunakan baju kurung.[1]

  1. ^ a b c d e f g h i Shadily, Hassan [1980].Ensiklopedia Inonesia.Jakarta:Ichtiar Baru Van Hoeve.Hal 1067
  2. ^ a b "Senja Kala Wayang Cokek". Kompas Web. Diakses tanggal 24 Mei 2014. 

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Gamelan_cokek&oldid=18620897"

Wayang Cokek merupakan bentuk pertunjukan musik yang berasal dari daerah​

Jawaban yang benar diberikan: virgyvalenciap3b9m5

jawaban:

Dari Tanggerang

Penjelasan:

Semoga membantu 🙂

Jawaban yang benar diberikan: rendi3926

jawaban:

wayang cokek berasal dari tangerang yang dimainkan dengan iringan musik gambang keromong.

jadikan jawaban terbaikk yaa

Jawaban yang benar diberikan: innaramadhani8682

jawaban:

daerah jawa

Penjelasan:

smg terbnnntuu

Jawaban yang benar diberikan: syafiielfakhrie7137

jawaban:

Tanggerang

Penjelasan:

Maaf kalo salah:]

Jawaban yang benar diberikan: AMEL123n

jawaban:

tanggerang

Penjelasan:

Wayang Cokek, Seni Suara dan Tari dari Tangerang. Tangerang memang tidak dipisahkan dengan budaya warga peranakan Cina-nya. Beberapa tradisi di daerah itu memiliki pengaruh Tionghoa yang besar, termasuk wayang cokek. Jangan bayangkan Pandawa, Kurawa, Punakawan, serta tokoh wayang lain dalam kesenian tersebut.

Jawaban yang benar diberikan: Ismahaniel433

jawaban:

Wayang Cokek, Seni Suara dan Tari dari Tangerang. Tangerang memang tidak dipisahkan dengan budaya warga peranakan Cina-nya. Beberapa tradisi di daerah itu memiliki pengaruh Tionghoa yang besar, termasuk wayang cokek. Jangan bayangkan Pandawa, Kurawa, Punakawan, serta tokoh wayang lain dalam kesenian tersebut.

Penjelasan:

sekian Terima kasih

maaf klo salah

jadikan yang terbaik.

#dadah

Jawaban yang benar diberikan: zahrotulkarima

Tanah Pasundan maaf kalo salah atau kurang tepat

Video yang berhubungan

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA