Mengapa kerajaan singasari melaksanakan ekspedisi pamalayu apa tujuannya

Tujuan Utama Ekspedisi Pamalayu yang dilakukan raja Kertanegara tahun 1275-1286 pada dasarnya adalah untuk memperluas wilayah kekuasaan kerajaan Singasari terutama sasarannya adalah kerajaan-kerajaan di Sumatera (Melayu)?

  1. Memperluas wilayah kekuasaan Kerajaan Singhasari
  2. Menaklukkan Kerajaan Sriwijaya
  3. Menunjukkan kekuasaan Kerajaan Sriwijaya
  4. Menjaga Selat Malaka
  5. Mencari sekutu yang dapat membendung serbuan Mongol

Jawaban: E. Mencari sekutu yang dapat membendung serbuan Mongol

Dilansir dari Encyclopedia Britannica, tujuan utama ekspedisi pamalayu yang dilakukan raja kertanegara tahun 1275-1286 pada dasarnya adalah untuk memperluas wilayah kekuasaan kerajaan singasari terutama sasarannya adalah kerajaan-kerajaan di sumatera (melayu) mencari sekutu yang dapat membendung serbuan mongol.

Kemudian, saya sangat menyarankan anda untuk membaca pertanyaan selanjutnya yaitu Candi Borobudur dibangun pada masa pemerintahan Wangsa Syailendra. Selanjutnya, candi ini dibangun pada tahun 800-an Masehi. Kata selanjutnya pada kalimat di atas mengandung salah satu ciri teks cerita sejarah yang berupa? beserta jawaban penjelasan dan pembahasan lengkap.

Alasan Utama Raja Kertanegara melakukan ekspedisi Pamalayu adalah?

  1. Mempengaruhi Kerajaan Melayu agar berpihak pada Singasari
  2. Siasat Kertanegara untuk menyerang Kerajaan Sriwijaya secara tidak langsung
  3. Ingin menguasai jalan perdagangan di Selat Malaka
  4. Menggantikan kedudukan Sriwijaya sebagai negara kesatuan yang pertama di Nusantara
  5. Menjalin persekutuan guna menghadapi ancaman dari Kubilai Khan

Jawaban: E. Menjalin persekutuan guna menghadapi ancaman dari Kubilai Khan

Dilansir dari Encyclopedia Britannica, alasan utama raja kertanegara melakukan ekspedisi pamalayu adalah menjalin persekutuan guna menghadapi ancaman dari kubilai khan.

Kemudian, saya sangat menyarankan anda untuk membaca pertanyaan selanjutnya yaitu Faktor Utama penyebab kegagalan serangan yang kedua Sultan Agung pada tahun 1629 terhadap kedudukan VOC di Batavia adalah? beserta jawaban penjelasan dan pembahasan lengkap.

Alasan Utama Raja Kertanegara melakukan ekspedisi Pamalayu adalah?

  1. Mempengaruhi Kerajaan Melayu agar berpihak pada Singasari
  2. Siasat Kertanegara untuk menyerang Kerajaan Sriwijaya secara tidak langsung
  3. Ingin menguasai jalan perdagangan di Selat Malaka
  4. Menggantikan kedudukan Sriwijaya sebagai negara kesatuan yang pertama di Nusantara
  5. Menjalin persekutuan guna menghadapi ancaman dari Kubilai Khan

Jawaban: E. Menjalin persekutuan guna menghadapi ancaman dari Kubilai Khan

Dilansir dari Encyclopedia Britannica, alasan utama raja kertanegara melakukan ekspedisi pamalayu adalah menjalin persekutuan guna menghadapi ancaman dari kubilai khan.

Kemudian, saya sangat menyarankan anda untuk membaca pertanyaan selanjutnya yaitu Faktor Utama penyebab kegagalan serangan yang kedua Sultan Agung pada tahun 1629 terhadap kedudukan VOC di Batavia adalah? beserta jawaban penjelasan dan pembahasan lengkap.

Ekspedisi Pamalayu adalah sebuah program terpadu yang bertujuan menyatukan Nusantara untuk menghadapi ancaman dari Mongol, yang dilakukan Kerajaan Singhasari di bawah perintah Raja Kertanagara pada tahun 1275–1286 terhadap Kerajaan Melayu di Dharmasraya di Pulau Sumatra. Dengan demikian, Ekspedisi Pamalayu lebih bermakna sebagai “perjanjian dengan Melayu”, yaitu sebuah kebijakan politik luar negeri dari Kerjaan Singasari di bawah Kertanegara yang prihatin dengan ancaman agresi Kublai Khan.

Dengan demikian, maka pilihan jawaban yang tepat adalah B. 

Kerajaan Singosari mengalami masa kejayaan pada masa pemerintahan Raja Kertanegara dengan memiliki armada laut yang kuat. Di bawah pemerintahannya dilakukan ekspedisi Pamalayu 1275-1286 M dengan tujuan untuk menaklukkan kerajaan Melayu dan melemahkan kerajaan Sriwijaya. Ekpedisi Pamalayu pada dasarnya adalah usaha Raja Kertanegara untuk mempeluas wilayah kekuasaan Kerajaan Singosari. Kertanegara berhasil menguasai Bali (1284 M), Jawa Barat (1289 M), Pahang dan Tajung Pura. Bahkan Kertanegara mampu mencegah serangan Khu Bilai Khan terhadap Singasari. Kertanegara bertujuan untuk menyatukan seluruh Nusantara dibawah kerajaan Singasari. Berdasarkan pernyataan tersebut, jawaban yang tepat adalah A.

Lihat Foto

Wikimedia Commons/MichaelJLowe

Relief kapal di Borobudur

KOMPAS.com - Arca Amoghapasa menjadi bukti sejarah adanya Ekspedisi Pamalayu di masa lampau. Arca tersebut kini disimpan di Musem Nasional Jakarta.

Ekspedisi Pamalayu dikenal sebagai kisah penaklukkan Sumatera oleh Kerajaan Singosari. Raja Kertanegara, pemimpin Kerajaan Singosari saat itu, mengirimkan tim ekspedisi ke Sumatera, pada 1275 hingga 1292.

Menurut Soekmono dalam Buku Sejarah Kebudayaan Indonesia (1981), dituliskan jika Raja Kertanegara bercita-cita untuk memiliki daerah kekuasaan seluas mungkin.

Berbagai upaya dilakukan olehnya, mulai dari menyingkirkan tokoh yang dianggap bisa menghalangi rencananya hingga mengirimkan tim ekspedisi ke Sumatera Tengah, yang dikenal dengan nama Ekspedisi Pamalayu.

Saat tim ekspedisi itu kembali, Raja Kertanegara sudah meninggal dunia. Namun, hasil dari Ekspedisi Pamalayu dapat dilihat dari prasasti yang dipahat pada bagian alas Arca Amoghapasa yang ditemukan di Sungai Langsat.

Baca juga: Peninggalan Sejarah Kerajaan Singasari

Kira-kira prasasti tersebut berisikan perintah Raja Kertanegara pada 1286, untuk memindahkan sebuah Arca Amoghapasa dan 13 pengikutnya dari tanah Jawa ke Suvarnabhumi.

Saat itu, rakyat Malayu dan rajanya, yakni Tribhuwanaraja Maulawarmmandewa merasa sangat kegirangan atas pemberian ini.

Lihat Foto

Wikimedia Commons/Gunawan Kartapranata

Perluasan Kerajaan Singasari di bawah kepemimpinan Kertanegara

Dilansir dari situs Indonesia.go.id, dituliskan jika ekspedisi ini dilakukan oleh Raja Kertanegara untuk menghalangi ekspasionis Mongol oleh Kubilai Khan.

Raja Kertanegara berniat untuk menaklukkan Kerajaan Melayu Dharmasraya di Sumatera, yang mana kerajaan ini adalah penerus Kerajaan Sriwijaya.

Penaklukkan ini dilakukan supaya Mongol tidak bisa menguasai jalur perdagangan di Selat Malaka yang dapat membuat keadaan ekonomi Kerajaan Singosari hancur.

Ekspedisi Pamalayu adalah sebuah diplomasi melalui operasi kewibawaan militer[1] yang dilakukan Kerajaan Singhasari di bawah perintah Raja Kertanagara pada tahun 1275–1286 terhadap Kerajaan Melayu di Dharmasraya di Pulau Sumatra.

Model kapal tahun 800-an Masehi yang terdapat pada candi Borobudur.

Kertanagara menjadi raja Singhasari sejak tahun 1268. Berbeda dengan raja-raja sebelumnya, ia berniat memperluas daerah kekuasaan sampai ke luar Pulau Jawa. Gagasan tersebut dimulai tahun 1275 dengan pengiriman pasukan di bawah pimpinan Kebo Anabrang untuk menaklukan bhumi malayu.

Nagarakretagama[2] mengisahkan bahwa tujuan Ekspedisi Pamalayu sebenarnya untuk menundukkan Swarnnabhumi secara baik-baik. Namun, tujuan tersebut mengalami perubahan karena raja Swarnnabhumi ternyata melakukan perlawanan. Meskipun demikian, pasukan Singhasari tetap berhasil memperoleh kemenangan.

Menurut analisis para sejarawan, latar belakang pengiriman Ekspedisi Pamalayu adalah untuk membendung serbuan bangsa Mongol. Saat itu kekuasaan Kubilai Khan raja Mongol (atau Dinasti Yuan) sedang mengancam wilayah Asia Tenggara. Untuk itu, Kertanagara mencoba mendahuluinya dengan menguasai Sumatra sebelum datang serbuan dari pihak asing tersebut. Namun ada juga pendapat lain mengatakan bahwa tujuan dari ekspedisi ini adalah untuk menggalang kekuatan di Nusantara di bawah satu komando Singhasari yang bertujuan untuk menahan kemungkinan serangan dari Mongol.

 

Sebagian dari atlas Katala yang menggambarkan kepulauan Indonesia. Di sebelah kiri ada inchi bertiang lima (kesalahan penyalinan juchi, atau jung, dari jong Jawa). Di tengah adalah illa iana (kesalahan pencatatan illa iaua, pulau Jawa), yang diperintah oleh seorang ratu (mungkin Tribhuwana, memerintah dari tahun 1328 hingga 1350). Di sebelah kanan adalah pulau-pulau Indonesia lainnya.

Beberapa literatur menyebut sasaran Ekspedisi Pamalayu adalah untuk menguasai negeri Melayu sebagai batu loncatan untuk menaklukkan Sriwijaya. Dengan demikian, posisi Sriwijaya sebagai penguasa Asia Tenggara dapat diperlemah. Namun pendapat ini kurang tepat karena pada saat itu kerajaan Sriwijaya sudah musnah. Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365 juga tidak pernah menyebutkan adanya negeri bernama Sriwijaya lagi, tetapi melainkan bernama Palembang. Itu artinya pada zaman tersebut, nama Sriwijaya sudah tidak dikenal lagi.

Catatan dari Dinasti Ming memang menyebutkan bahwa pada tahun 1377 tentara Jawa menghancurkan pemberontakan San-fo-tsi. Meskipun demikian, istilah San-fo-tsi tidak harus bermakna Sriwijaya. Dalam catatan Dinasti Song istilah San-fo-tsi memang identik dengan Sriwijaya, tetapi dalam naskah Chu-fan-chi yang ditulis tahun 1225, istilah San-fo-tsi identik dengan Dharmasraya. Dengan kata lain, San-fo-tsi adalah sebutan bangsa Cina untuk pulau Sumatra, sebagaimana mereka menyebut Jawa dengan istilah Cho-po.

Jadi, sasaran Ekspedisi Pamalayu adalah inspeksi pada Kerajaan Melayu karena dalam Nagarakretagama telah disebutkan bahwa kerajaan wilayah Melayu merupakan daerah bawahan di antara sekian banyak daerah jajahan Majapahit, di mana penyebutan Malayu tersebut dirujuk kepada beberapa negeri yang ada di pulau Sumatra dan Semenanjung Malaya.

 

Sebuah model kapal zaman era tahun 800-an Masehi, berdasarkan relief yang terdapat pada candi Borobudur.

Istilah Pamalayu dapat bermakna “perang melawan Malayu”[butuh rujukan] atau kalau alih dari bahasa Sanskrit berarti "tidak melepaskan Malayu".[Note 1] Hal ini terjadi karena kawasan Melayu yang sebelumnya berada di bawah kekuasaan Sriwijaya sebagaimana tersebut pada Prasasti Kedukan Bukit yang beraksara tahun 682 Dan kemudian munculnya Dharmasraya mengantikan peran Sriwijaya sebagai penguasa pulau Sumatra dan Semenanjung Malaya, seiring dengan melemahnya pengaruh Sriwijaya setelah serangan pasukan Rajendra Chola dari Koromandel, India sekitar tahun 1025, di mana dari Prasasti Tanyore menyebutkan bahwa serangan tersebut berhasil menaklukan dan menawan raja dari Sriwijaya.

Kebangkitan kembali Kerajaan Melayu di bawah pimpinan Srimat Trailokyabhusana Mauli Warmadewa sebagaimana yang tertulis dalam Prasasti Grahi tahun 1183.[3]

 

Arca Amoghapasa,
Koleksi Musium Nasional di Jakarta

Setelah kerajaan Melayu di Dharmasraya dengan rajanya waktu itu Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa takluk dan menjadi daerah bawahan, maka pada tahun 1286 Kertanagara mengirim Arca Amoghapasa untuk ditempatkan di Dharmasraya.[4] Prasasti Padangroco, tempat dipahatkannya Arca Amoghapasa menyebutkan bahwa arca tersebut adalah hadiah persahabatan dari Maharajadhiraja Kertanagara untuk Maharaja Tribhuwanaraja. Sehingga jika ditinjau dari gelar yang dipakai, terlihat kalau Singhasari telah menjadi atasan Dharmasraya.

Prasasti Padangroco juga menyebutkan bahwa arca Amoghapasa diberangkatkan dari Jawa menuju Sumatra dengan diiringgi beberapa pejabat penting Singhasari di antaranya ialah Rakryan Mahamantri Dyah Adwayabrahma, Rakryan Sirikan Dyah Sugatabrahma, Payaman Hyang Dipangkaradasa, dan Rakryan Demung Mpu Wira.

Setelah penyerahkan arca tersebut, Raja Melayu kemudian menghadiahkan dua putrinya, Dara Jingga dan Dara Petak, untuk dinikahkan dengan Kertanagara di Singhasari.

Pararaton[5] menyebutkan bahwa pasukan Pamalayu yang berangkat tahun 1275 akhirnya pulang ke Jawa sepuluh hari setelah kepergian bangsa Mongol tahun 1294.[6]

Menurut catatan Dinasti Yuan, Kaisar Khubilai Khan mengirim pasukan Mongol untuk menyerang kerajaan Singhasari tahun 1292. Namun, Singhasari ternyata sudah runtuh akibat pemberontakan Jayakatwang. Pasukan Mongol kemudian bekerja sama dengan Raden Wijaya penguasa Majapahit untuk menghancurkan Jayakatwang.

Sesudah itu, Raden Wijaya ganti mengusir pasukan Mongol dari Pulau Jawa. Kepergian pasukan yang dipimpin Ike Mese itu terjadi pada tanggal 23 April 1293. Jadi, pemberitaan Pararaton meleset satu tahun. Dengan demikian, kepulangan pasukan Pamalayu tiba di Jawa sekitar tanggal 3 Mei 1293.

Dan selanjutnya kedua orang putri Melayu tersebut, Raden Wijaya sebagai ahli waris Kertanagara mengambil Dara Petak sebagai istri, dan menyerahkan Dara Jingga kepada seorang dewa. Di mana dari Dara Petak lahirlah nantinya Jayanagara raja Majapahit penganti Raden Wijaya.

Sedangkan Dara Jingga kemudian melahirkan seorang anak laki-laki bernama Tuhanku Janaka atau Mantrolot Warmadewa yang identik dengan Adityawarman,[7] yang kemudian hari menjadi raja di Malayapura. Adityawarman sendiri mengaku sebagai putra Adwayawarman. Nama ini mirip dengan salah satu nama pengawal yang mengantar arca Amoghapasa sebelumnya, yaitu Adwayabrahma yang menjabat sebagai Rakryan Mahamantri. Jabatan ini merupakan jabatan tingkat tinggi dalam pemerintahan Singhasari. Mungkin istilah dewa dalam Pararaton merujuk kepada jabatan ini.

Namun ada pendapat lain terutama dari Prof. Uli Kozok yang mengatakan bahwa anak dari Dara Jingga tersebut adalah yang bernama Akarendrawarman.

Menurut sumber dari Batak, pasukan Pamalayu dipimpin oleh Indrawarman, bukan Kebo Anabrang. Tokoh Indrawarman ini tidak pernah kembali ke Jawa, melainkan menetap di Sumatra dan menolak kekuasaan Majapahit sebagai kelanjutan dari Singhasari. Mungkin, Indrawarman bukan komandan Pamalayu, melainkan wakilnya. Jadi, ketika Kebo Anabrang kembali ke Jawa, ia tidak membawa semua pasukan, tetapi meninggalkan sebagian di bawah pimpinan Indrawarman untuk menjaga keamanan Sumatra. Nama Indrawarman inilah yang tercatat dalam ingatan masyarakat Batak.[6]

Dikisahkan bahwa Indrawarman bermarkas di tepi Sungai Asahan. Ia menolak mengakui kedaulatan Majapahit yang didirikan oleh Raden Wijaya sebagai ahli waris Kertanagara. Namun, ia juga tidak mampu mempertahankan daerah Kuntu–Kampar yang direbut oleh Kesultanan Aru–Barumun pada tahun 1299. Indrawarman takut apabila kerajaan Majapahit datang untuk meminta pertanggungjawabannya. Ia pun meninggalkan daerah Asahan untuk membangun kerajaan bernama Silo di daerah Simalungun. Pada tahun 1339 datang pasukan Majapahit di bawah pimpinan Adityawarman menghancurkan kerajaan ini.

  1. ^ dalam Kidung Panji Wijayakrama diseebutkan bahwa nama utusan Ekspedisi Pamalayu tersebut, yaitu Mahisa Anabrang yang mempunyai arti ialah “kerbau yang menyeberang”

  1. ^ Reid, Anthony (2001). "Understanding Melayu (Malay) as a Source of Diverse Modern Identities". Journal of Southeast Asian Studies. 32 (3): 295–313. doi:10.1017/S0022463401000157. 
  2. ^ Muljana, Slamet, (2006), Tafsir Sejarah Nagarakretagama, Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara, ISBN 979-25-5254-5.
  3. ^ Muljana, Slamet, (2006), Sriwijaya, Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara, ISBN 979-8451-62-7.
  4. ^ Andaya, Leonard Y. (2001). "The Search for the 'Origins' of Melayu". Journal of Southeast Asian Studies. 32 (3): 315–330. doi:10.1017/S0022463401000169. 
  5. ^ Mangkudimedja, R.M., (1979), Serat Pararaton, Jilid 2, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah.
  6. ^ a b Muljana, Slamet, (2005), Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara, Yogyakarta: LKiS, ISBN 979-98451-16-3.
  7. ^ Berg, C.C., (1985), Penulisan Sejarah Jawa, (terj.), Jakarta: Bhratara.

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Ekspedisi_Pamalayu&oldid=20834850"

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA