Mengapa budaya politik parokial tingkat partisipasi terhadap politik rendah

     Indonesia adalah salah satu negara yang menggunakan sistem demokrasi. Untuk itu, Indonesia juga membutuhkan adanya budaya politik. Namun, apa itu budaya politik? Budaya politik adalah semua hubungan yang berkaitan dengan akal atau pikiran dan memiliki hubungan dengan terwujudnya aturan, kewenangan atau kekuasaan.

     Kebudayaan, merupakan blue print of behavior yang memberikan pedoman bagaimana warga masyarakat bertindak atau berperilaku dalam upaya mencapai tujuan bersama. Atas dasar kebudayaan, masyarakat membentuk prosedur-prosedur yang harus diterapkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Budaya politik sebagai unsur dari kebudayaan merupakan sesuatu yang inheren pada setiap masyarakat yang terdiri atas sejumlah individu yang hidup, baik dalam sistem politik tradisional, transisional, maupun modern

     Budaya politik merupakan jati diri dari setiap masyarakat yang mampu memberikan gambaran terkait pola pikir dan aktivitas manusia sehingga budaya mampu memberi pengngaruh  di dalam masyarakat itu sendiri. Di sisi lain budaya suatu masyarakat terdiri atas segala sesuatu yang harus diketahui atau di percayai seseorang agar dia dapat berperilaku sesuai dengan cara yang diterima oleh masyarakat itu sendiri.

     Masyarakat di dalam menjalankan aktivitasNya di tuntut untuk sepaham dengan nilai – nilai budaya masyarakat itu sendiri sebab itulah salah satu alasan individu di anggap sebagai bagian dari dalam budaya, oleh sebab itu sikap yang ditentukan masyarakat di dalam kehidupanya merupakan bagian dari sistem demokrasi Indonesia yang menjadikan sikap kebebasan untuk masyarakat dalam menentukan tindakan yang sesuai dengan nilai-nilai demokrasi. Sehingga Politik menjadi bagian dari demokrasi yang memberikan sikap kebebasan bagi masyarakat untuk menentukan sikapnya yang sesuai dengan konstitusi oleh sebab itu  pesta demokrasi yang ditandai dengan adanya pemilihan umum menjadi salah satu bukti dari demokrasi menjadikan masyarakat untuk memilih langsung pemimpinya.

     Penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu ) merupakan salah satu kegiatan politik yang menjadi syarat bagi kehidupan suatu negara. Di Indonesia, penyelenggaraan pemilu memang secara periodik sudah berlangsung sejak awal kemerdekaan bangsa ini, namun format demokrasi yang ideal baru nampak pada penyelenggaraan pemilu 2014 lalu yan terdiri dari pemilu legislatif dan pemilu presiden, yang berjalan relatif dan cukup aman. Namun rasa kepercayaan masyarakat terhadap para calon pemimpin sudah semakin terkikis oleh sikap para pemimpin yang tidak menrealisasikan janji-janjinya ketika kampanye sehingga dalam setiap pemilihan umum sikap “Golput” selalu di tunjukan oleh sebagian anggota masyarakat di karenakan masyarakat sudah bosan dengan “ucapan manis” para calon pemimpin.

     Partsisipasi masyarakat yang di inginkan oleh pemerintah hanya sebagai sekedar tuntutan semata saja dengan dalih untuk melaksanakan sistem demokrasi tanpa melihat dari sisi masyarakat yang ingin untuk di sejehterakan bukan di manipulasi oleh janji-janji yang yang tidak di tepati karena sistem demokarsi bukan sebuah sitem perlombaan untuk menebar- nebar ucapan tapi membangun sebuah sistem yang menciptakan aktivitas sosial yang berdaya guna dan berdampak positif bagi kehidupan masyarakat karena nilai-nilai luhur bangsa Indonesia mengajarkan sikap untuk ahlak yang baik dalam hal ini salah satunya ialah sikap kejujuran bukan kecurangan yang hanya ingin menjadi pemenang.

     Golput (golongan putih) merupakan golongan orang-orang yang tidak memilih wakil rakyat pada pimilu. Hal ini terlihat pada pemilu legislatif kemarin dimana golput semakin merajalela Warga yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu cukup banyak. Hal tersebut dipaparkan dalam perhitungan suara cepat (quick count) Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis), Jakarta sehingga menjadi disayangkan karena perlu ditekankan bahwa Negara Indonesia masih menganut sistem demokrasi, namun disamping itu rakyat Indonesia diberikebebasan seperti yang dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945 pada pasal 28. Ini merupakan bukti kurang kesadarannya Rakyat Indonesia untuk mengambil inisiatif bahwa sebenarnya suara merekalah yang sangat dibutuhkan didalam pemilu, karena suara-suara rakyat Indonesia menentukan perkembangan Bangsa Indonesia dalam menentukan pemimpin yang dapat membawa Bangsa Indonesia menuju masyarakat yang sebagaimana dicita-citakan Bangsa Indonesia

     Golput ataupun golongan putih yang merupakan Budaya politik parokial ialah tipe budaya politik yang paling rendah dalam budaya politik demorasi sehingga masyarakat tidak merasakan bahwa mereka ialah warga negara dari suatu negara, mereka lebih mengidentifikasikan dirinya pada perasaan lokalitas. Tidak terdapat kebanggaan terhadap sistem politik tersebut. Mereka tidak mempunyai perhatian terhadap apa yang terjadi dalam sistem politik, pengetahuannya sedikit tentang sistem politik dan jarang membicarakan masalah-masalah politik. Budaya politik ini juga mengindikasikan bahwa masyarakatnya tidak memiliki minat maupun kemampuan untuk berpartisipasi dalam politik. Perasaan kompetensi politik dan keberdayaan politik otomatis tidak muncul, ketika berhadapan dengan institusi-institusi politik.

     Dalal kehidupan masyarakat, budaya politik parochial disebabkan terbatasnya informasi politik ditemukan pada struktur komunitas masyarakat desa terpencil dan suku yang terpencar menjauh dari pusat kekuasaan politik.Sebagai contoh situasi yang ditemukan di desa-desa perbatasan antara Indonesia dan Malaysia di propinsi Kalimantan Barat.Namun jumlah penduduk komunitas  ini relatif kecil, diperkirakan hanya beberapa ratus jiwa di sisi lain untuk mendeskripsikan kebudayaan politik masyarakat pedesaan, khususnya kelompok massa dengan proporsi yang mendekati kenyataan yang sesungguhnya, sudah tentu memerlukan kajian yang mendalam, menimbang pengaruh budaya tradisional masih sangat kuat berakar pada komunitas.

     Pola hubungan patronase, misalnya, masih sangat kuat mewarnai kehidupan masyarakat pedesaan. Ini diindikasikan dengan suksesnya beberapa elit desa yang ditengarai memiliki kekayaan berupa bidang tanah yang sangat luas berhasil lolos menuju legislatif tingkat Kabupaten bahkan Propinsi karena jumlah suara dari klien mereka memadai dalam mengusung mereka menduduki kursi tersebut. Dalam hal ini kelompok massa pedesaan nampaknya sudah memiliki ciri-ciri tipe budaya politik subjek, namun masih diwarnai budaya tradisional sebagaimana dikemukakan, terlebih paternalisme yang sudah sangat mengakar dalam struktur masyarakat pedesaan yang masih mengahargai kebudayaanya.

     Dalam bentuk nyata pemerintah masih belum mampu menjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat. Hal ini ditunjukkan oleh sebagian masyarakat yang mengeluh, karena hidup mereka belum dapat disejahterakan oleh negara dan infrastruktur umum yang belum memadai sehingga belum bisa dimanfaatkan dan dirasakan langsung oleh masyarakat. Pada akhirnya pandangan masyarakat terhadap politik itu sendiri menjadi buruk, dikarenakan pemerintahan yang tidak menjalankan kewajibannya sebagai wakil rakyat dengan baik, bagi mereka politik hanyalah sesuatu yang buruk dalam mencapai kekuasaan, dengan demikian masalah-masalah mengenai perpolitikan yang berhubungan dengan kepemiluan sangat kompleks sehingga masyarakat dituntut untuk memiliki pengetahuan yang lebih tentang masalah politik. Untuk hal demikian tidak munculnya perasaan kompetensi politik dan keberdayaan politik tersebut menyebabkan sulitnya membangun demokrasi dalam budaya politik parokial.

     Demokrasi dalam budaya politik parokial hanya dapat dibangun jika terdapat institusi-institusi dan perasaan kewarganegaraan baru sehingga untuk menciptakan masyarakat yang memilliki kesadaraan berdemokrasi, setiap warga negara di tuntut untuk aktif terlibat, mereka tidak hanya menerima dan memenuhi tuntutan orang lain tetapi dapat ikut berpartisipasi dalam pemerintahan, sehingga sistem pemerintahan yang demokrasi dapat diwujudkan dengan sesungguhnya

Daftar pustaka

Sucipto Adi . 2014 . Budaya Politik Pokal dan Partisipasi Masyarakat di Desa Sumber Sari kecamatan Sebulu dalam Pelaksanaan Pemilihan Umum Legilatif Tahun 2014.

Mulyawan Budi . 2015 . Budaya Politik Masyarakat Indonesia dalam Perspektif Pembangunan Politik.

//ardana45.wordpress.com/2013/05/14/peran-mahasiswa-sebagai-kelompok-budaya-politik-partisipan/

YOGYAKARTA - Budaya politik merupakan suatu masyarakat   dalam menerapkan sikap-sikap politiknya. Menurut artikel yang pernah diunggah VOI, masyarakat Indonesia mempunyai budaya politik campuran, yaitu campuran antara politik parokial dan partisipan.

Masyarakat Indonesia menganut budaya parokial karena disebabkan oleh banyak hal. Mulai dari faktor rendahnya tingkat pendidikan, kondisi geografis, hingga faktor ekonomi.

Lalu apa yang dimaksud dengan budaya politik parokial? Berikut pengertian, ciri-ciri, dan contoh.

Pengertian Budaya Politik Parokial

Budaya politik parokial merupakan tipe budaya politik yang memiliki jangkauan partisipan yang terbatas hanya dalam wilayah tertentu yang minim atau sempit, mengutip dari buku Sistem Politik Indonesia (2013) karya Sahya Anggara.

Sifat budaya politik ini lebih cenderung kedaerahan atau regional. Masyarakat di daerah tersebut kurang antusias untuk berpartisipasi dalam kepentingan politik yang lebih luas. Orientasi politik masyarakatnya sangat rendah.

Masyarakat parokial enggan terlibat dalam kepentingan politik di luar daerahnya, misalnya pemilihan presiden, DPR, dll. Mereka hanya mau terlibat dalam urusan politik yang ada di daerahnya, seperti pemilihan kepala desa, pemilihan bupati, ketua komunitas, dan lain-lain.

Dalam jurnal berjudul Budaya Politik dalam Komunikasi Politik Indonesia, Amiruddin Setiawan, menjelaskan bahwa politik parokial umumnya terjadi di Afrika, masyarakat pedalaman di berbagai negara, tak terkecuali pedalaman Indonesia.

Masyarakat Indonesia yang menganut budaya politik ini biasanya mereka tinggal di wilayah terpencil. Wilayah yang dengan akses yang masih terbatas, baik itu transportasi, komunikasi, dan sebagainya. Bisa kita sebut, daerah tersebut seperti di pedalaman Indonesia timur, Papua, Maluku, atau NTT. Kemudian di desa-desa pedalaman Jawa, dan sebagainya.

Ciri-ciri Budaya Politik Parokial

  • Tingkat kesadaran warga terhadapa kewenangan dan aturan pusat pemerintahan negara masih rendah.
  • Masyarakat tidak memiliki ketertarikan pada objek politik yang luas atau di luar daerahnya. Masyarakat hanya antusias pada objek politik yang berada di dalam wilayahnya atau yang punya interaksi langsung dengannya.
  • Warga tidak melakukan peran politik secara khusus. Namun peran tersebut mereka campurkan dengan peran lain dalam keseharian.
  • Wilayah tempat tinggal warga masih menganut sistem sosial tertentu dan bersifat tradisional.
  • Harapan warga pada otoritas hukum atau pemerintahan yang lebih luas sangatlah kecil, bahkan tidak bisa ada.

Contoh Budaya Politik Parokial

Ketika pembagian bantuan sosial dari masyarakat ada seorang warga miskin yang tidak menerima. Warga tersebut kemudian melayangkan komplain kepada petugas bansos. Meskipun itu adalah ia tidak terdata karena berkas-berkas keluarganya tidak lengkap. Ia pun enggan mengurusnya ke kantor pemerintahan.

Ketika pemilihan daerah berlangsung ada seorang warga yang memutuskan golput atau tidak memberikan haknya. Alasannya banyak, ada yang sibuk bekerja, tidak tahu calonnya, hingga malas berangkat ke TPS. Namun ketika ada program bantuan dari Gubernur, orang tersebut mendapatkannya.

Ada seorang warga desa yang miskin sedang dilanda sakit. Ia tidak mau mau membuat kartu sehat yang merupakan program dari pemerintah. Padahal program tersebut dapat meringankan dan membantu perobatannya. Namun orang tersebut malas menerapkan dan mendaftar program tersebut.

Ikuti terus berita terkini dalam negeri dan luar negeri di VOI .

Tag: nasional nusantara politik pengetahuan kasus hukum

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA