Kerajaan banten yang didirikan oleh salah satu wali yang bernama

tirto.id - Maulana Hasanuddin adalah pendiri Kesultanan Banten yang berkuasa pada 1552-1570 Masehi. Selain sebagai sultan pertama Banten, Maulana Hasanuddin juga merupakan sosok pelopor sejarah syiar Islam di wilayah tersebut.

Dikutip dari The Sultanate of Banten (1990) karya Hasan Muarif Ambary dan Jacques Dumarçay, Maulana Hasanuddin memperoleh gelar Pangeran Sabakingkin atau

Seda Kinkin. Pemberi gelar itu adalah kakeknya, yaitu Prabu Surosowan, Bupati Banten.

Maulana Hasanuddin adalah putra dari Syarif Hidayatullah alias Sunan Gunung Jati ( (1479-1568 M), penguasa Kesultanan Cirebon yang juga menjadi salah satu anggota Wali Songo, majelis penyebar Islam di Jawa pada era Kesultanan Demak.

Dikisahkan Agus Sunyoto dalam Atlas Wali Songo (2012), pada suatu ketika Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati dari Cirebon menempuh perjalanan ke barat menuju Banten.

Di Banten, Sunan Gunung Jati berhasil mengajak bupatinya, Prabu Surosowan atau Ki Gedeng, beserta rakyatnya untuk memeluk Islam. Sunan Gunung Jati kemudian menyunting putri Prabu Surosowan yang bernama Nyi Kawunganten.

Perkawinan ini melahirkan anak perempuan dan anak laki-laki, yakni Ratu Winaon dan Pangeran Sabakingkin alias Maulana Hasanuddin.

Baca juga:

  • Sejarah Sunan Gunung Jati: Ulama Wali Songo & Sultan Cirebon
  • Sejarah Kesultanan Banten dan Daftar Raja yang Pernah Berkuasa
  • Sejarah Singkat Kesultanan Cirebon: Kerajaan Islam Sunda Pertama

Sejarah Hidup Maulana Hasanuddin

Setelah Prabu Surosowan wafat, posisi pemimpin Banten dilanjutkan oleh putranya yang bernama Pangeran Arya Surajaya atau Prabu Pucuk Umun, yang juga paman dari Pangeran Sabakingkin alias Maulana Hasanuddin.

Sunan Gunung Jati kemudian kembali ke Cirebon. Sedangkan Pangeran Sabakingkin berkelana untuk memperdalam ilmu dan ajaran keislamannya. Adapun Prabu Pucuk Umun adalah pemeluk ajaran Sunda Wiwitan.

Suatu ketika, Pangeran Sabakingkin atau Maulana Hasanuddin menghadap ayahnya di Cirebon. Ia kemudian diberi mandat untuk menyebarkan Islam yang lebih luas ke tanah Banten dan sekitarnya.

Maulana Hasanuddin pun berangkat ke Banten. Namun, misinya untuk menjalankan syiar Islam di Banten ternyata mendapatkan tentangan dari pamannya sendiri, yakni Prabu Pucuk Umun.

Setelah melakukan musyawarah, mereka bersepakat untuk tidak berperang secara fisik, namun diganti dengan pertarungan ayam jago.

Dilansir laman Dinas Pariwisata Provinsi Banten, Maulana Hasanuddin memenangkan perlombaan itu. Prabu Pucuk Umun mengaku kalah dan memberikan ucapan selamat seraya menyerahkan golok serta tombak sebagai tanda kekalahan.

Penyerahan kedua senjata pusaka Banten itu juga sebagai simbol bahwa kekuasaan wilayah Banten yang semula dipegang oleh Prabu Pucuk Umun kepada Maulana Hasanuddin.

Baca juga:

  • Sejarah Sumedang Larang: Masa Jaya Kerajaan Islam di Tanah Sunda
  • Sejarah Kesultanan Demak: Kerajaan Islam Pertama di Jawa
  • Sejarah Kerajaan Sunda Galuh, Keruntuhan, & Peninggalan Pajajaran

Memimpin Pemerintahan di Banten

Prabu Pucuk Umun bersama beberapa pengikutnya kemudian pergi untuk menuju ke Ujung Kulon di Banten Selatan.

Mereka bermukim di hulu Sungai Ciujung, di sekitar wilayah Gunung Kendeng. Konon, mereka adalah cikal-bakal orang Kanekes atau orang-orang Suku Baduy.

Sementara para pengikut Prabu Pucuk Umun lainnya yang memilih bertahan di Banten menyatakan masuk Islam di hadapan Maulana Hasanuddin.

Di era Maulana Hasanuddin yang kemudian memerdekakan Banten menjadi kesultanan pada 1568 M, kerajaan bercorak Islam ini mencapai kemajuan di berbagai bidang.

Sektor perdagangan menjadi tumpuan utama Kesultanan Banten pada masa pemerintahan Maulana Hasanuddin. Komoditas utamanya adalah lada yang sudah dikirim ke berbagai wilayah di dunia.

Riset oleh Muslimah berjudul "Sejarah Masuknya Islam dan Pendidikan Islam Masa Kerajaan Banten Periode 1552-1935" dalam Jurnal Studi Agama dan Masyarakat (2017) menyebutkan, Maulana Hasanuddin memerintah Banten hingga wafatnya pada 1570.

Baca juga:

  • Bagaimana Sejarah Berdirinya Kerajaan Majapahit?
  • Sejarah Masjid Tua Katangka Al-Hilal: Peninggalan Kesultanan Gowa
  • Akulturasi Budaya dalam Sejarah Keraton Kasepuhan Cirebon

Baca juga artikel terkait KESULTANAN BANTEN atau tulisan menarik lainnya Syamsul Dwi Maarif
(tirto.id - sym/isw)


Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Iswara N Raditya
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

gambar pakaian adat Korea Selatan and Jepang? harus pake foto​

kenapa hanya 32% manusia bisa mengexplor lautan sedangkan 68% masih menjadi misteri bagi para ilmuwan ​

Buatlah diskripsi kunjungan ke Musium Purba Sangiran dengan rambu rambu materi sebagai berikut​

nama tokoh Asean di negaraBrunai DarussalamVietnamLaos dan MyanmarKamboja ​tolong dibantu ya makasih​

Koleksi Musium berupa Peninggalan peninggalan purba. Sebutkan dan identifikasi dari jenis manusianya, alat alat yang digunakan, cara hidup, dan tempat … tinggal

Sejak ditemukannya Fosil di daerah Sangiran maka terungkap bahwa evolusi sudah berlangsung sekitar 1,5 jt hingga 400 tahun yg lalu, tolong jelaskan te … ntang teori evolusi pada makhuk hidup dengan mengacu pada fosil yang kita amati di museum Sangiran​

siapa tokoh Asean di negaraBrunai DarussalamVietnamLaos dan MyanmarKamboja ​tolong dibantu ya makasih

coba tuliskan doa bahwa kamu juga rindu ingin mendapatkan roti kehidupan yang dijanjikan Yesus!agama Katoliktolong dijawab segera jam 20 : 15 dikumpu … lkan​

bacaan kalimat thayyibah yang mengakui tiada daya upaya kecuali atas izin Allah Subhanahu Wa Ta'ala adalah​

Apa Negara Yang Penuh Mistis​

Jakarta -

Kerajaan Banten meliputi wilayah sebelah barat Pantai Jawa sampai Lampung. Kerajaan ini didirikan oleh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati.

Sejarah terbentuknya Kerajaan Banten seperti dikutip dari Buku Intisari SKI: (Sejarah Kebudayaan Islam) oleh Siti Wahidoh,S.PdI yakni Syarif Hidayatullah mengusai bagian barat Pantai Utara Jawa pada tahun 1526. Hal ini untuk menundukkan Kerajaan Pajajaran. Daerah Kerajaan Banten menjadi batu loncatan untuk menguasai Pajajaran dari barat ke timur.

Kerajaan Banten dijadikan basis penyerangan Kerajaan Demak dan Cirebon untuk menguasai Kerajaan Pajajaran dan Pelabuhan Sunda Kelapa. Penyerangan ke Kerajaan Pajajaran dilakukan karena penolakan Kerajaan Pajajaran atas penyebaran agama Islam dan menolak mengakui Kerajaan Demak atas Pajajaran.

Meskipun Pelabuhan Sunda Kelapa dikuasai pada tahun 1527 M, namun Kerajaan Banten masih tetap menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Demak. Ketika Sultan Hadiwijaya berkuasa di Demak, Kerajaan Banten menjadi kesultanan yang merdeka dari Kerajaan Demak. Raja pertamanya yakni putra Syarif Hidayatullah, Maulana Hasanuddin.

Pada masa pemerintahan Maulana Hasanuddin, penyiaran agama Islam dan hubungan perdagangan berkembang luas. Penguasaan Kerajaan Banten atas Lampung dan Selat Sunda sangat penting bagi kegiatan perdagangan Banten.

Maulana Hasanuddin juga menjalin persahabatan dengan Kerajaan Indrapura di Sumatera. Hubungan diplomatik ini diperkuat melalui pernikahan politik antara Maulana Hasanuddin dengan putri Raja Indrapura.

Penguasa Kerajaan Banten selanjutnya adalah Maulana Yusuf. Dia memimpin Kerajaan Banten dari tahun 1570-1580 M. Setelah Maulana Yusuf wafat pada tahun 1580, tahta Kerajaan Banten dipegang oleh Maulana Muhammad, putranya yang berusia 9 tahun.

Karena Maulana Muhammad masih sangat muda, pemerintahan dijalankan oleh sebuah badan perwalian yang terdiri dari Kali (Jaksa Agung) dan 4 menteri. Badan ini berkuasa hingga Maulana Muhammad cukup umur untuk memerintah.

Pada tahun 1596, Maulana Muhammad memimpin serangan serangan terhadap Kerajaan Palembang. Penyerangan bertujuan untuk melancarkan jalur perdagangan hasil bumi dan rempah-rempah dari Sumatera. Penyerangan tidak berhasil dan Maulana Muhammad gugur.

Gugurnya Maulana Muhammad menyebabkan kosongnya takhta Kerajaan Banten. Karena Putra Maulana Muhammad, Abu Mufakhir masih berusia 5 bulan, pemerintahan dijalankan badan perwalian. Pada masa ini, armada dagang Belanda pertama kali tiba di Kerajaan Banten dan dipimpin oleh Cornelis de Hotman.

Abu Mufakhir resmi menjalankan kekuasaan pada tahun 1596. Tahun 1638, khalifah Mekah memberikan gelar sultan pada Abu Mufakhir. Abu Mufakhir wafat pada tahun 1651. Putranya meneruskan pemerintahan Banten dengan gelar Sultan Abu Ma'ali Ahmad Rahmatullah, tetapi tidak lama kemudian dia wafat.

Raja Banten selanjutnya yakni Sultan Ageng Tirtayasa. Di bawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Kerajaan Banten mencapai kejayaan. Sultan Ageng Tirtayasa berusaha keras mengusir kekuasaan armada dagang Belanda (VOC) dari Kerajaan Banten, namun usaha ini gagal.

Pada tahun 1671, Sultan Agung Tirtayasan mengangkat putra mahkotanya, Sultan Abdul Kahar atau Sultan Haji sebagai raja muda. Pemerintahan sehari-hari dijalankan oleh Sultan Haji, sementara Sultan Agung Tirtayasa tetap mengawasi.

Namun Sultan Haji cenderung bersahabat dengan VOC. Sultan Ageng Tirtayasa tidak menyetujui hubungan ini. Pada tahun 1683, Sultan Ageng Tirtayasa ditangkap dan dipenjarakan oleh Belanda Batavia dan akhirnya wafat pada 1692.

Peninggalan budaya Kerajaan Banten tidak banyak. Namun demikian, pengaruh agama Islam dalam seni bangunan Banten dapat dilihat dari bangunan Masjid Agung Banten dan Kompleks Makam Raja-raja Banten di Kenari.

(nwy/pal)

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA