Kenapa padvinder diubah nama menjadi pandu dan kepanduan

Anggota SIAP berfoto bersama tokoh PSII pada kongres tahun 1929

TRIBUNJATENG.COM, BANJARNEGARA - Hari Pramuka tanggal 14 Agustus diperingati tiap tahun oleh masyarakat Indonesia.

Meski Gerakan Pramuka secara resmi baru lahir pada 1961, ternyata gerakan kepanduan yang menjadi cikal bakal gerakan kepramukaan sudah lama ada, bahkan jauh sebelum Indonesia merdeka. 

Siapa sangka, Kabupaten Banjarnegara pernah menjadi basis gerakan kepanduan Sarekat Islam (SI). Di kota ini lah, istilah Pandu dan Kepanduan dicetuskan pertama kali oleh pahlawan nasional KH Agus Salim. 

Dikutip dari Buku Sejarah Syarikat Islam di Banjarnegara karya Tsabit Azinar Ahmad, di Hindia Belanda, organisasi kepanduan pertama kali didirikan pada 1912 sebagai bagian dari Nederlandsche Padvinders Organisatie (NPO) yang berpusat di Belanda. Semenjak itu, lahir berbagai organisasi kepanduan.

Baca juga: Gerakan Pramuka Banjarnegara Kampanyekan Pentingnya Pola Hidup Bersih dan Sehat

Baca juga: Video Viral Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono Ajak Pesinden ODGJ Berobat

Baca juga: Sorot Mata AM Kosong Padahal Didatangi Bupati Banjarnegara, Ini Kisah yang Membuatnya Terguncang

Di Jawa misalnya, Mangkunegara VII di awal tahun 1916 mendirikan De Javasche Padvinders-Organisatie (JPO) yang merupakan organisasi kepanduan Jawa. 

Partai Sarekat Islam (SI) tak mau ketinggalan. Pada 1928, SI mendirikan Sarekat Islam Afdeling Parvinderij (SIAP) yang merupakan sayap pergerakan pemuda partai tersebut. 

Banjarnegara dipilih sebagai tuan rumah penyelenggaraan kongres SIAP pertama pada 1928. Dalam kongres yang terselenggara di Darul Maarif ini lah, terjadi penggantian istilah padvinders atau panvinderij. 

Pada kongres itu, Haji Agus Salim mengusulkan agar istilah padvinders diubah menjadi Pandu dan istilah padvinderij menjadi kepanduan. Usulannya diamini peserta kongres. Sejak saat itu lah, SIAP berubah istilah menjadi Sarekat Islam Afdeling Pandoe. 

Untuk mengabadikan momentum penting dalam sejarah pergerakan pemuda Indonesia itu, dibangun prasasti pandu di SMK Cokroaminoto Banjarnegara. 

"Prasasti pandu menandai peresmian pendirian kepanduan pertama SI di Banjarnegara, " kata Heni Purwono, sejarawan Banjarnegara, Sabtu (14/8/2021) 

Halaman selanjutnya arrow_forward

Sumber: Tribun Jateng

Tags:

HW itu Mengasyikan, Dibuktikan dengan Potret Anggota HW UAD saat Susur Sungai

Padvinder Muhammadiyah didirikan pada 1912. Padvinder berasal dari bahasa Belanda yang berarti pandu. Jadi, bisa dimaknai juga sebagai gerakan kepanduan yang bergerak di Muhammadiyah. Namun, karena dianggap kurang relevan maka atas usul H. Hadjid nama itu ditukar menjadi Hizbul Wathan (HW) pada 1924. HW atau sering disebut dengan gerakan kepanduan dibilang sudah cukup berumur karena lahir sebelum bangsa ini merdeka.

Universitas Ahmad Dahlan (UAD) menjadi salah satu Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) yang terdapat HW di dalamnya. Selain kegiatan di dalam kampus, HW UAD juga terjun langsung ke sekolah untuk melatih ekstra HW ke sekolah-sekolah Muhammadiyah. Menariknya, selain mendapat ilmu, manfaat mengikuti HW yaitu memiliki badan yang sehat, memiliki jiwa-jiwa Al-Islam, dan mempunyai spirit kemuhammadiyahan. Secara tidak langsung HW ialah bentuk pengabdian seorang pandu kepada Allah. Tak hanya itu, yang menjadi mengasyikkan gerakan tersebut juga menyatu dengan alam karena sesekali melakukan jelajah alam sekitar.

Salah Satu Potret Ketangguhan Anggota HW UAD

Fandi Akhmad, S.Pd.I., M.Pd.I., selaku Pembina HW UAD mengatakan, “HW merupakan salah satu bentuk inovasi yang kreatif sebagai salah satu metode pendidikan di luar sekolah. Sekarang gerakan tersebut sudah menjadi ekstra wajib di bidang pendidikan guna pembinaan dalam hal keagamaan melalui kegiatan-kegiatannya. Seorang pandu dalam HW dididik supaya menjadi kader yang ideologis, praktis, dan paham persyarikatan Muhammadiyah.”

“Saya harap mahasiswa baru (maba) UAD dapat segera mengenal lebih dekat dengan HW. Selanjutnya maba dapat bergabung bersama dan berproses bersama. Proses tersebut bertujuan untuk dakwah amar ma’ruf nahi munkar. Tentu dalam proses tersebut menggunakan spirit HW membara,” tambah Fandi melalui WhatsApp pada 15-09-20. (Dew)

Photo pramuka © (Darmawan) Shutterstock

Indonesia memeringati Hari Pramuka setiap tanggal 14 Agustus. Sejarah awal mula Hari Pramuka ditetapkan pada 14 Agustus bersamaan dengan dianugerahkannya Panji Gerakan Pramuka. Panji ini ditetapkan oleh presiden lewat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 448 Tahun 1961.

Kemunculan gerakan kepanduan di Indonesia berawal dari dua orang tokoh organisasi kepanduan Belanda, Nederlands Padvinders Organisatie (NPO), yaitu P.Y. Smits dan Majoor de Yager. Pada 1912, kedua tokoh itu mendirikan cabang NPO di Jakarta, yang awalnya diperuntukkan bagi remaja dan pemuda Belanda yang tertarik dalam kegiatan kepanduan.

Berselang dua tahun, yakni pada 4 September 1914, nama NPO diubah menjadi Nederlands Indische Padvinders Vereniging (NIPV) dan mulai menerima anggota remaja bumiputera. Setelah itu, pada 1916, berdiri organisasi padvinderij nasional pertama bernama Javaanse Padvinders Organisatie (JPO) yang diprakarsai oleh Mangkunegara VII di Surakarta, Jawa Tengah.

“Maksudnya menjadi tempat pembibitan ketentaraan Mangkunegaran,” tulis AG Pringgodigdo dalam Ensiklopedi Umum yang dilansir dari Historia.

Ketika Pramuka Kibarkan Merah Putih di Puncak Kinabalu

Kelahiran JPO mendorong lahirnya berbagai organiasi sejenis yang bernaung di bawah organisasi kebangsaan dan keagamaan yang ada pada saat itu. Misalnya Hizboel Wathan di bawah Muhammadiyah, Wira Tamtama di bawah Sarekat Islam, Nationale Padvinderij di bawah Budi Otomo, dan Jong Java Padvinderij di bawah Jong Java Mataram.

Dikutip dari Historia, suburnya pertumbuhan organisasi kepanduan membuat pemerintah Hindia Belanda mendirikan cabang-cabang NIPV di setiap sekolah HIS, MULO, dan AMS. Pemerintah Hindia Belanda juga meminta semua organisasi kepanduan melebur ke dalam NIVP.

Namun, ditolak, kecuali kepanduan milik kaum teosofi, Jong Indonesische Padvinders Organisatie (1927). Karena penolakan itu, pada 1928 NIPV melarang organisasi kepanduan Indonesia memakai istilah padvinders dan padvinderij.

Pada 1928, salah satu tokoh nasional, Haji Agus Salim, akhirnya mengusulkan nama "pandu" dan "kepanduan" untuk menggantikan nama yang dilarang oleh Belanda. Usul diterima, Sarikat Islam Afdeeling Padvinderij diganti menjadi Sarekat Islam Afdeling Pandu (SIAP).

Dalam perjalanannya, organisasi kepanduan membentuk federasi. Tapi, tak bertahan lama, bahkan malah terpecah menjadi badan fusi kepanduan nasional dan kepanduan Islam. Pada zaman Jepang, semua organisasi kepanduan dibekukan, dan diganti dengan gerakan semimiliter seperti Seinendan, Keibodan, dan lain-lain.

Muncul nama Pramuka

Dikutip dari Kompas, wacana untuk melebur berbagai gerakan kepanduan di Indonesia menjadi satu wadah sebenarnya sudah ada sejak tahun 1928. Akan tetapi, karena adanya perbedaan asas masing-masing organisasi, maka upaya peleburan itu selalu menemui jalan buntu.

Meski demikian, terdapat beberapa organisasi yang merupakan gabungan dari beberapa gerakan Kepanduan, seperti Persaudaraan Antar Pandu-pandu Indonesia atau PAPI (1928) dan Kepanduan Bangsa Indonesia atau KBI (1930).

Pada 3 April 1938, PAPI dan KBI menggelar pertemuan di Surakarta, Jawa Tengah, yang kemudian melatarbelakangi terbentuknya Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia (BPPKI). Tiga tahun berselang, tepatnya pada 19-23 Juli 1941, Perkemahan Kepandoean Indonesia Oemoem (Perkino) I berhasil diselenggarakan di Yogyakarta.

Setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, berbagai organisasi kepanduan di Indonesia mengadakan kongres Kesatuan Kepanduan Indonesia di Surakarta, Jawa Tengah. Kongres yang digelar pada 27-29 Desember 1945 itu menyepakati terbentuknya Pandoe Rakjat Indonesia pada 28 Desember 1945.

Wacana peleburan organisasi kepanduan di Indonesia pun kian menguat, tatkala Presiden Soekarno menyampaikan gagasan tersebut ketika membuka perkemahan nasional federasi kepanduan putri di Desa Semanggi, Ciputat, Kabupaten Tangerang, pada 1959.

Mengenal Lebih Dekat Bapak Pramuka Indonesia

Memang, saat terbentuknya Republik Indonesia Serikat, organisasi kepanduan mencapai 104 organisasi. Dan pada 1954 tercatat 71 organisasi kepanduan dengan jumlah anggota lebih kurang 194 ribu pandu putra dan 41 ribu pandu putri. Karena itu, pemerintah membentuk federasi yang terbagi dua: pandu putra dan putri. Sultan Hamengkubuwono IX memimpin ketua Ikatan Pandu Putra Indonesia (Ippindo).

Saat itu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bahder Djohan, sulit menentukan pembiayaannya. Jambore pertama yang diikuti 4 ribu pandu yang diadakan pada peringatan 17 Agustus 1955 di Pasar Minggu, Jakarta. Ippindo kemudian direorganisasi dan berganti nama menjadi Persatuan Kepanduan Indonesia (Perkindo) pada 1960.

Pada 1960, Soekarno memerintahkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prijono--yang beraliran kiri--untuk mempersatukan organisasi kepanduan Indonesia. Untuk itu, diadakan rapat di Ciloto. Sayangnya, rapat gagal mempersatukan kegiatan kepanduan.

Menurut buku Sri Sultan, Hari-Hari Hamengku Buwono IX, Prijono dicurigai akan memberi nama Pionir Muda yang berbau komunis kepada kepanduan Indonesia. Dia juga mencoba mengubah warna kacu (dasi pandu) dengan warna merah. Rencana Prijono ditentang. Dan, Sultan HB IX mengusulkan nama Pramuka.

Nama 'Pramuka' tercetus dari pemikiran Sultan dari istilah 'poromuko' yang berarti pasukan yang berdiri paling depan dalam peperangan. Namun, kata Pramuka diejawantahkan menjadi Praja Muda Karana yang berarti “Jiwa Muda yang Gemar Berkarya”.

Kelak Sultan HB IX menjabat sebagai Ketua Kwartir Nasional (Kwarnas) Gerakan Pramuka pertama, dan terpilih kembali sampai 4 periode selanjutnya hingga tahun 1974. Ia berjasa melambungkan Pramuka Indonesia hingga ke luar negeri. Maka, gelar Bapak Pramuka Indonesia kemudian disematkan kepada Raja Yogyakarta ini.

Penetapan Hari Pramuka

Pada 9 Maret 1961, para pemimpin organisasi kepanduan di Indonesia dikumpulkan di Istana Merdeka untuk mendengarkan amanat presiden terkait ketetapan MPRS. Dalam pidatonya, Presiden Soekarno ingin meleburkan semua kepanduan Indonesia ke dalam satu organisasi baru yang diberi nama Gerakan Pramuka.

"Terpengaruh oleh Komsomol di Uni Soviet dan organisasi pemuda komunis di RRT (Republik Rakyat Tiongkok) yang menyambut kedatangannya ketika berkunjung ke kedua negara tersebut, Presiden Soekarno pada 9 Maret 1961 membubarkan semua organisasi kepanduan. Terutama yang dianggapnya kebarat-baratan dan tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia,” tulis Benny G Setiono Tionghoa dalam Pusaran Politik, menukil Historia.

Komsomol (Kommunisticheskii Soyuz Molodyozhi) atau All-Union Leninist Young Communist League, dibentuk pada 1918 sebagai organisasi pemuda untuk yang berusia 14-28. Organ partai ini menyebarkan ajaran Komunis dan kaderisasi anggota Partai Komunis. Untuk usia 9-14 ditampung dalam All-Union Lenin Pioneer Organization, dan untuk anak-anak usia 9 tahun ke bawah dalam Little Octobrist.

Seperti halnya Komsomol, Liga Pemuda Komunis China, yang dideklarasikan pada 1920 dengan nama Liga Pemuda Sosialis, yang merupakan organ penting Partai Komunis China. Anak-anak di atas 7 tahun bergabung dengan Pionir Muda Komunis.

Tunas Kelapa dan Makna dalam Pramuka

Terinspirasi Komsomol dan Liga Pemuda Komunis China, Soekarno mengusulkan agar menyatukan seluruh organisasi kepanduan ke dalam sebuah organisasi nasional. Selain itu, karena kepanduan di Indonesia menjadi onderbouw partai politik.

“Sesudah tahun 1920 timbul banyak sekali kepanduan Indonesia sebagai cabang (onderbouw) perkumpulan-perkumpulan orang dewasa; unsur politik nasional terkandung di dalamnya,” tulis AG Pringgodigdo.

Kemudian Presiden Soekarno membentuk Panitia Pembentukan Gerakan Pramuka. Anggota panitianya adalah Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Prof. Prijono, Dr. A. Azis Saleh, serta Achmadi. Empat anggota panitia ini akhirnya menyusun Anggaran Dasar Gerak Pramuka serta Keputusan Presiden (Kepres) RI No. 238 Tahun 1961, tentang Pramuka.

“Dalam anggaran dasar kepanduan yang ditandatangani Djuanda kata ‘Pandu’ diganti dengan ‘Pramuka’," demikian tertulis dalam Sri Sultan, Hari-Hari Hamengku Buwono IX.

Pada 20 Mei 1961, Keputusan Presiden RI No. 238 Tahun 1961 terbit, dan ditandatangani oleh Ir Juanda selaku Perdana Menteri Indonesia. Melalui keputusan tersebut, Gerakan Pramuka ditetapkan sebagai satu-satunya organisasi yang ditugaskan menyelenggarakan pendidikan kepanduan bagi anak-anak dan pemuda Indonesia.

Dikutip dari laman resmi Pramuka, tunas kelapa muda dipilih sebagai lambang resmi Pramuka pada 20 Mei 1961. Lambang ini dipilih karena memiliki arti kiasan bahwa tunas penerus bangsa yang kuat dan ulet serta memilik cita-cita yang tinggi.

Pada 14 Agustus 1961, Gerakan Pramuka resmi diperkenalkan kepada rakyat Indonesia. Pada hari itu, Presiden Soekarno melantik Majelis Pimpinan Nasional (Mapinas), Kwartir Nasional (Kwarnas, dan Kwartir Nasional Harian (Kwarnari). Jambore Nasional Indonesia pertama kali diadakan di Situ Baru, Jakarta pada 1972.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA