Jelaskan jenis jenis pajak berdasarkan pihak sifatnya

Indonesia - Hampir setiap negara di dunia memberlakukan pengenaan pajak bagi para masyarakatnya, tak terkecuali bagi negara maju sekalipun. Pajak merupakan sebuah kontribusi wajib yang dikenakan bagi perorangan maupun badan yang diberikan kepada negara dan dipergunakan oleh negara untuk seluas-luasnya bagi kemakmuran rakyatnya. Pajak bagi negara bermanfaat untuk mendukung dan menopang kemajuan perekonomian negara itu sendiri. Maka dari itu, pajak sangat penting bagi pembangunan sebuah negara yang lebih baik.

Dalam perjalanannya, pajak terdapat beberapa jenis. Salah satunya adalah jenis pengelompokkan pajak berdasarkan dengan instansi pemungutnya. Berdasarkan dengan jenis ini, pajak dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu Pajak Pusat dan Pajak Daerah.

Pajak Pusat juga dapat disebut dengan Pajak Negara, yaitu merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Pajak Pusat merupakan pajak yang utama bagi sebuah negara karena dari hasil pungutan pajak yang diperoleh oleh pemerintah pusat, dapat digunakan untuk keperluan belanja negara, seperti pembangunan jalan, sekolah, hingga kebutuhan layanan kesehatan, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan kemakmuran rakyatnya. Pengelola dari Pajak Pusat ini sebagian besar dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu).

Jenis Pajak Pusat (Negara), antara lain:

1. Pajak Penghasilan (PPh)

Pajak penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan oleh orang pribadi maupun badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh yang sifatnya dapat menambah kemampuan ekonomis atau kekayaan bagi Wajib Pajak dan berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia dalam bentuk apapun. Penghasilan yang dapat diterima atau diperoleh Wajib Pajak dapat berupa penghasilan gaji, keuntungan usaha, hadiah, dan sebagainya. Di Indonesia, Pajak Penghasilan (PPh) sendiri diatur sebagai kebijakan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.

2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dikonsumsi oleh orang pribadi, perusahaan/badan, maupun pemerintah. Daerah Pabean yang dimaksudkan merupakan cakupan wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, laut, dan udara. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa yang kita konsumsi adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali barang/jasa yang ditentukan lain dalan Undang-Undang PPN pada Peraturan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) merupakan pajak yang dikenakan oleh Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan juga barang yang dikenakan pajak karena masuk ke dalam golongan barang mewah. Barang yang tergolong dalam golongan jenis ini antara lain adalah:

  1. Barang yang tidak termasuk ke dalam barang kebutuhan pokok
  2. Barang yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat tertentu
  3. Umumnya hanya dikonsumsi oleh masyarakat yang berpenghasilan tinggi
  4. Barang yang dikonsumsi untuk menunjukkan status
  5. Barang yang apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban rakyat.

4. Bea Materai

Bea Materai adalah pajak yang dikenakan bagi Wajib Pajak Pribadi/Badan atas pemanfaatan dari sebuah dokumen, seperti surat perjanjian, surat berharga, akta notaris, dan lain sebagainya. Bea Materai ini memuat sejumlah nominal yang ditentukan sesuai dengan kebijakan Undang-Undang.

5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan pajak yang dikenakan atas pemanfaatan atau kepemilikan tanah atau bangunan. PBB pada dasarnya merupakan Pajak Pusat, namun dalam  realisasi penerimaannya, hampir seluruhnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah, baik provinsi maupun Kabupaten/Kota.

Sedangkan Pajak Daerah merupakan pajak yang dipungut dan dikelola oleh Pemerintah Daerah dan digunkaan untuk pengembangan atau peningkatan ekonomi di daerah tersebut. Pajak Daerah terdiri dari Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota.

Pajak Provinsi:

  1. Pajak Kendaraan Bermotor
  2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
  3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
  4. Pajak Air Permukaan
  5. Pajak Rokok

Pajak Kabupaten/Kota:

  1. Pajak Hotel
  2. Pajak Restoran
  3. Pajak Hiburan
  4. Pajak Reklame
  5. Pajak Penerangan Jalan
  6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
  7. Pajak Parkir
  8. Pajak Air Tanah
  9. Pajak Sarang Burung Walet
  10. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
  11. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan

Untuk Pajak Daerah sendiri dapat dibayarkan di kantor samsat terdekat (untuk pajak kendaraan bermotor) dan Unit Pelayanan Pajak Daerah untuk jenis pajak daerah lainnya.

Baru-baru ini Pemerintah Republik Indonesia telah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 2021 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Rangka Mendukung Kemudahan Berusaha dan Layanan Daerah. Dalam Peraturan Pemerintah ini setidaknya mendukung penyederhanaan perizinan, kemudahan dalam hal berusaha dan layanan daerah. Hal ini bertujuan untuk memperkuat peran daerah dalam menyelaraskan kebijakan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan saling bahu membahu dalam bekerjasama untuk menciptakan suasana yang kondusif bagi investasi di Indonesia. Dengan adanya investasi yang dilakukan di daerah juga diharapkan dapat membantu meningkatkan pendapatan asli daerah.

Jenis-jenis Pajak di Indonesia – Pada dasarnya sebuah negara membutuhkan pemasukan atau pendapatan yang digunakan untuk membangun negara. Pemasukan yang bisa diperoleh dari pajak, retribusi, sumbangan masyarakat, pinjaman, keuntungan dari perusahaan negara, dan lain-lain.

Namun, biasanya yang menjadi sumber utama dalam pemasukan sumber negara adalah pajak. Dengan kata lain, jika sebuah negara tidak memiliki sistem perpajakan yang baik maka pembangunan-pembangunan dan kegiatan-kegiatan akan sulit untuk diwujudkan atau dilaksanakan.

Pembangunan-pembangunan yang terhambat seperti sekolah, puskesmas, rumah sakit, jalan, dan lain-lain. Sedangkan kegiatan-kegiatan yang terhambat, seperti kegiatan olahraga, kegiatan sosial budaya, dan kegiatan lainnya.

Pemasukan pajak pada sebuah negara bukan hanya digunakan pada pembangunan dan kegiatan negara, tetapi pajak juga dianggarkan untuk memberikan rasa aman dan nyaman pada masyarakat yang berupa pelayanan yang diberikan oleh pemerintah pada masyarakat. Rasa aman dan nyaman yang dirasakan oleh warga negara bisa membantu pertumbuhan ekonomi negara sehingga pemasukan sebuah negara akan berjalan tanpa hambatan.

Setelah tahu bahwa pajak itu sangat penting untuk pembangunan pada sebuah negara maka sebagai warga negara yang baik sudah semestinya untuk melakukan pembayaran pajak dengan tepat waktu.

Agar terbiasa membayar pajak tepat waktu bisa dimulai dengan membayar pajak atas tempat tinggal (rumah). Tempat tinggal (rumah) termasuk ke dalam jenis Pajak Bumi dan Bangunan. Setelah sudah membayar PBB maka pajak-pajak yang lain perlu dibayarkan juga. Sudah tahukah Anda bahwa di Indonesia ada berbagai jenis pajak. Simak jenis-jenis pajak yang di Indonesia sebagai berikut.

A. Jenis-Jenis Pajak

Setelah tahu bahwa penting untuk kemajuan dan pertumbuhan negara khususnya Indonesia. Hal yang perlu diketahui berikutnya adalah jenis-jenis pajak yang harus dibayarkan oleh peserta wajib pajak.

Di Indonesia jenis-jenis pajak digolongkan menjadi tiga bagian atau kelompok, yaitu, lembaga pemungutannya, menurut sifatnya, dan sasaran atau objeknya. Simak tiga penggolongan jenis pajak sebagai berikut:

1. Jenis Pajak Berdasarkan Lembaga Pemungut

Di Indonesia ada lima jenis pajak yang perlu diketahui dan dibayarkan, antara lain, Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM), Bea Materai, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Penghasilan yang didapatkan selama satu tahun dan dikenakan kepada perorangan atau badan disebut dengan Pajak Penghasilan (PPh). “penghasilan” yang dimaksud ialah kemampuan ekonomis yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau menambah kekayaan baik yang berasal dari dalam negeri atau luar negeri.

Secara sederhana, penghasilan itu dapat diartikan sebagai keuntungan dari sebuah usaha, honorarium, gaji, hadiah, dan lain sebagainya. Untuk membantu Grameds lebih memahami cara menghitung, menyetor, serta melaporkan pajak penghasilan yang tepat, buku Pajak Penghasilan Teori, Kasus, Dan Praktik bisa kamu dapatkan di Gramedia!

Subjek Pajak Penghasilan terbagi menjadi dua yaitu subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Berikut penjelasan tentang subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.

Adapun yang termasuk ke dalam subjek pajak dalam negeri sebagai berikut:

  • Seseorang yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu selama 12 bulan. Bisa juga, seseorang yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan memiliki niat untuk menetap di Indonesia.
  • Badan yang dibangun dan berkedudukan di Indonesia.
  • Warisan yang masih penuh atau belum terbagi menjadi satu kesatuan menggantikan yang berhak.

Sedangkan yang termasuk ke dalam subjek pajak luar negeri sebagai berikut:

  • Seseorang yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu selama 12 bulan.
  • Badan yang tidak dibangun dan berkedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.
  • Seseorang yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu selama 12 bulan.
  • Badan yang tidak dibangun dan berkedudukan di Indonesia yang bisa mendapatkan pendapatan atau penghasilan dari Indonesia bukan dari usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.

Pada dasarnya subjek pajak dalam negeri merupakan seseorang yang sudah bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari (tidak harus berturut-turut) dalam rentang waktu selama 12 bulan sejak kedatangannya. Sementara itu, subjek pajak luar negeri adalah seseorang yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, tetapi sudah ada di Indonesia selama kurang dari 183 hari dalam rentang waktu 12 bulan.

Objek pajak yang dikenakan PPh atas penghasilan berupa:

  • Bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya.
  • Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya yang ada di bursa efek.
  • Penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah atau bangunan.
  • Penghasilan-penghasilan lainnya yang dikenakan pajak sesuai dengan peraturan pemerintah.

b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Pajak ini sering ada ketika sedang melakukan transaksi belanja atau makan di restoran. Namun, tidak semua orang tahu tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

PPN adalah pajak yang dikenakan atas pembelian Barang Kena Pajak atau Pemakaian Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean (dalam wilayah Indonesia). Setiap pembelian Barang Kena Pajak atau penggunaan Jasa Kena Pajak akan dikenakan PPN, baik itu perorangan, badan, pemerintah, dan lain-lain.

Pajak yang satu ini juga dilindungi oleh Undang-Undang yang berlaku, dan hal ini dapat Grameds pelajari melalui buku Kitab Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dibawah ini.

c. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM)

Setiap barang mewah akan dikenakan Barang Kena Pajak dan digolongkan ke dalam jenis pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM). Simak tentang kategori barang-barang yang tergolong mewah agar tahu barang yang kita miliki termasuk barang mewah atau tidak. Berikut kategori barang-barang mewah.

  1. Barang tersebut hanya dimiliki oleh orang yang berpenghasilan tinggi.
  2. Barang tersebut hanya digunakan untuk menentukan status sosial.
  3. Barang tersebut bukan bagian dari kebutuhan pokok
  4. Apabila digunakan bisa merusak kesehatan dan moral masyarakat serta bisa mengganggu kenyamanan dan ketertiban masyarakat.

d. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Jika kita memiliki tanah atau memanfaatkan tanah dan mempunyai bangunan maka wajib dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Awal mulanya PBB termasuk ke dalam pajak pusat, tetapi pada 1 Januari 2014, PBB pedesaan dan perkotaan termasuk ke dalam pajak daerah, kecuali PBB perkebunan, perhutanan, dan pertambangan masih termasuk ke dalam pajak pusat.

PBB ini sendiri merupakan sebuah pajak objektif yang dikenakan terhadpa bumi dan bangunan, dimana yang menjadi wajib pajaknya adalah orang pribadi maupun badan yang secara nyata memiliki manfaat atas bumi atau bangunan tersebut, yang dibahas lebih lanjut melalui buku Pajak Bumi dan Bangunan Dalam Tataran Praktis Edisi 2.

Adapun pajak-pajak yang diperoleh Pemerintah Daerah baik Provinsi atau Kabupaten/Kota antara lain:

  • Pajak Hotel
  • Pajak Restoran
  • Pajak Hiburan
  • Pajak Reklame
  • Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
  • Pajak Kendaraan Bermotor
  • Pajak pada proses Balik Nama Kendaraan Bermotor
  • Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
  • Pajak Rokok
  • Pajak Air Permukaan
  • Pajak Air Tanah
  • Pajak Penerangan Jalan
  • Pajak Parkir

e. Bea Materai

Bea Materai adalah pajak yang dikenakan pada pembuatan dokumen, seperti akta notaris, surat perjanjian, surat berharga, dan kwitansi pembayaran. Bea materai dicetak dan dikeluarkan oleh pemerintah. Cara menghitung bea materai sendiri dapat kamu pelajari melalui materi yang ada di buku Cara Menghitung Pbb Sektor p3, Sektor Lainnya, dan Bea Materai.

Namun, terkadang ada beberapa surat atau dokumen tertentu yang pada awalnya tidak diharuskan menggunakan materai berubah menjadi harus menggunakan materai. Contoh dokumen itu adalah dokumen yang digunakan untuk alat bukti di pengadilan.

f. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau biasa disingkat menjadi BPHTB. BPHTB itu sendiri merupakan pajak yang dikenakan atas penerimaan hak atas tanah atau bangunan.

Sama seperti dengan PBB bahwa BPHTB dijalankan oleh pemerintah pusat, tetapi penerimaan BPHTB seluruhnya diserahkan dan dijalankan oleh pemerintah daerah, baik itu provinsi atau kabupaten/kota dan harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.

Subjek pajak pada BPHTB adalah perorangan atau badan yang mendapatkan hak atas tanah dan bangunan. Berdasarkan Undang-Undang BPHTB maka subjek pajak tersebut wajib membayar pajak atas tanah dan bangunan tersebut.

Penerimaan hak atas tanah dan bangunan merupakan objek Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Penerimaan hak atas tanah dan bangunan mencakup beberapa hal, antara lain:

  • Pemindahan hak yang disebabkan oleh transaksi jual beli, tukar-menukar, waris, hibah, hibah wasiat, pemekaran usaha, peleburan usaha, penggabungan usaha, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penunjukan pembeli dalam lelang, dan pelaksanaan putusan hakim yang memiliki kekuatan hukum tetap.
  • Pemberian hak baru karena kelanjutan hak dan di luar pelepasan hak.

2. Jenis Pajak Menurut Sifatnya

Jenis-jenis pajak jika dikategorikan berdasarkan sifatnya maka terbagi menjadi dua, yaitu Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung.

a. Pajak Langsung

Pajak langsung adalah jenis pajak dimana beban pajak yang harus ditanggung oleh seorang wajib pajak dan tidak memberikan beban pajaknya kepada orang lain seperti pajak penghasilan.

b. Pajak Tidak Langung

Pajak tidak langsung adalah jenis pajak dimana beban pajaknya bisa dialihkan atau dibebankan kepada pihak lain, contoh jenis pajak ini seperti PPN, Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Beban pajak yang ada di Pajak Tidak Langsung beban pajaknya bisa dipindahkan dari penjual ke pembeli karena perpindahannya searah dari produsen ke konsumen maka perpindahannya disebut deng dengan perpindahan ke depan (forward shifting). Namun, jika perpindahan beban pajaknya berlawanan maka disebut dengan perpindahan ke belakang (backward shifting).

3. Jenis Pajak Berdasarkan Sasaran atau Objeknya

Pengelompokkan jenis pajak berdasarkan sasaran atau objeknya dibagi menjadi dua, yaitu Pajak Subjektif dan Pajak Objektif.

a. Pajak Subjektif

Pajak yang memperhatikan kondisi atau keadaan dari Wajib Pajak disebut dengan Pajak Subjektif.

Saat menentukan Pajak Subjektif dibutuhkan alasan-alasan objektif yang berkorelasi dengan keadaan materialnya dan biasa disebut dengan “gaya pikul”. Gaya pikul merupakan kemampuan Wajib Pajak memikul pajak setelah dikurangi biaya hidup minimum.

Di dalam “gaya pikul” terkandung dua unsur, pertama, unsur subjektif, kedua, unsur objektif. Unsur subjektif dari “gaya pikul” meliputi semua kebutuhan khususnya kebutuhan material di samping moral dan spiritual. Sedangkan unsur objektif meliputi pendapatan atau penghasilan, kekayaan, dan belanja atau pengeluaran.

b. Pajak Objektif

Pajak Objektif ialah pajak yang cenderung untuk mencermati atau memperhatikan objek yang menimbulkan kewajiban membayar pajak terlebih dahulu, setelah itu mencari subjek pajak tersebut baik dari orang pribadi atau badan. Secara sederhana, Pajak Objektif bisa diartikan sebagai pajak yang lebih memperhatikan pada kondisi objeknya saja. Contoh dari Pajak Objektif adalah Pajak Pertambahan Nilai.

Sistem Pengambilan atau Pemungutan Pajak

Pentingnya sebuah sistem dalam perpajakn supaya pemungut dan pembayar pajak mendapatkan keamanan dan kenyamanan saat melakukan pembayaran pajak. Sistem pemungutan pajak dibagi menjadi empat, antara lain:

1. Official Assessment System

Official Assessment System adalah sistem pemungutan pajak yang di mana petugas pajak diberikan kewenangan untuk menentukan besarnya terhutang Wajib Pajak. Pada tahun 1984 dan reformasi dalam perpajakan maka sistem pemungutan pajak ini sudah tidak digunakan atau tidak berlaku lagi. Salah satu contoh pajak dari sistem pemungutan pajak ini adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Ciri-ciri dari sistem pemungutan pajak ini, yaitu, (1) petugas pajak menghitung pajak terhutang, (2) Wajib Pajak bersifat pasif, (3) untuk mengetahui hutang Wajib Pajak maka harus menunggu surat ketetapan pajak yang dibuat oleh petugas pajak.

2. Self Assessment System

Dalam sistem pemungutan pajak ini peserta Wajib Pajak diberikan kewenangan untuk menghitung sendiri, melaporkan sendiri, dan membayar sendiri pajak terhutang yang dibayar. Pajak Penghasilan (PPh) adalah salah satu contoh pajak dari sistem pemungutan pajak Self Assessment System.

Sistem pemungutan ini memiliki ciri-ciri, yaitu, (1) Wajib Pajak dapat menghitung pajak terutangnya sendiri, (2) Dengan melaporkan dan membayar pajak yang harus dibayarkan maka Wajib Pajak bersifat aktif, (3) pemerintah atau petugas pajak tidak perlu mengeluarkan surat ketetapan pajak setiap saat kecuali pada kasus-kasus tertentu, seperti Wajib Pajak terlambat untuk melaporkan atau membayarkan pajak terhutang dan ada pajak yang semestinya dibayarkan tetapi belum dibayarkan.

3. Withholding System

Pada sistem pemungutan pajak Withholding System pihak ketiga diberikan kewenangan untuk memotong dan memungut besarnya pajak terhutang yang dimiliki oleh Wajib Pajak. Maksud dari pihak ketiga ini ialah pihak lain selain dari pemerintah (petugas pajak) dan Wajib Pajak.

Ciri-ciri dari sistem pemungutan pajak Withholding System, yaitu, (1) petugas pajak dan Wajib Pajak tidak bersifat aktif. Maksudnya adalah petugas pajak dan Wajib Pajak tidak perlu menghitung besaran pajak, (2) besaran pajak dihitung oleh perusahaan atau badan karena dalam sistem pajak ini perusahaan merupakan pihak ketiga.

4. Semiself Assessment System

Dalam sistem pemungutan pajak ini, besaran pajak terhutang berada di kedua belah pihak. Secara sederhana, sistem pemungutan pajak ini memberikan kewenangan kepada Wajib Pajak dan petugas pajak.

Ada beberapa ciri-ciri dalam sistem pemungutan pajak ini, yaitu, (1) Wajib Pajak dan petugas pajak diberikan kewenangan untuk menentukan besaran pajak, (2) Wajib Pajak dan petugas pajak bersifat aktif karena kedua belah pihak menghitung besaran pajak.

Di Indonesia sistem pemungutan pajak yang sering digunakan adalah Self Assessment System dan Withholding System. Meskipun Wajib Pajak sudah melakukan pembayaran pajak bukan berarti Wajib Pajak tidak mendapatkan pemeriksaan kembali oleh petugas pajak. Dengan kata lain, Direktorat Jenderal Pajak atau petugas pajak akan memeriksa atau mengecek Wajib Pajak jika ditemukan kesalahan dalam membayar pajak.

Dengan begitu banyaknya istilah yang ada dalam perpajakan, buku Kamus Pajak hadir untuk membantu para pembacanya lebih memahami istilah serta artinya di bidang perpajakan, akutansi, bea dan cukai, hingga peradilan pajak.

Kesimpulan

Pajak adalah salah satu pendapatan atau pemasukan utama yang dimiliki oleh setiap negara khususnya Indonesia. Pajak bisa membangun sebuah negara dan memberikan rasa aman kepada masyarakat atau warga negara. Oleh karena itu, jangan telat untuk membayar pajak supaya pertumbuhan negara Indonesia berjalan dengan lancar juga.

Ada tiga jenis penggolongan pajak, yaitu, pajak berdasarkan lembaga pemungut, pajak menurut sifatnya, dan pajak berdasarkan sasaran atau objeknya. Di Indonesia sistem pajak yang digunakan adalah Self Assessment System dan Withholding System.

Rekomendasi Buku & Artikel Terkait

Penulis : Restu Nasik Kamaluddin

Layanan Perpustakaan Digital B2B Dari Gramedia

ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah.

  • Custom log
  • Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas
  • Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda
  • Tersedia dalam platform Android dan IOS
  • Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis
  • Laporan statistik lengkap
  • Aplikasi aman, praktis, dan efisien

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA