Daftar riwayat hidup bentuk narasi adalah daftar riwayat hidup yang dibuat dalam bentuk cerita berdasarkan urutan waktu sesuai dengan tujuan pembuatannya. Daftar riwayat hidup berbentuk narasi adalah daftar riwayat hidup yang dibuat oleh dalam cerita yang berbentuk paragraf sesuai dengan urutan kejadian. Penulis menuliskan daftar diri dalam bentuk paragraf sesuai dengan urutan kejadian dia dari sejak kecil hingga saat membuat daftar riwayat tersebut.
Oleh karena itu, jawaban yang tepat adalah D.
Ditulis oleh Edy Pariawan Rabu, 18 November 2020 Edit
Bagaimana kabar kalian hari ini? semoga selalu sehat ya.
Ingat di masa pandemi ini agar anak-anak selalu menerapkan protokol kesehatan agar terhindar dari Covid-19. Ingat selalu pesan Ibu untuk menerapkan 3M (Memakai masker, Menjaga jarak, Mencuci tangan dengan sabun pada air mengalir)
Hari ini kita akan melanjutkan pembelajaran Tema 5 (Wirausaha) dengan materi riwayat hidup. Simak penjelasannya berikut ini ya! silahkan kalian catat hal-hal penting dari materi ini!
Anak-anak coba perhatikan gambar di bawah ini ya!
Di sekolah Edo, akan dilaksanakan simulasi tentang wirausaha, yaitu siswa akan mempraktikkan jual beli di lingkungan sekolah. Untuk kegiatan tersebut, dibutuhkan beberapa panitia. Bagi siswa yang berminat, dapat mengajukan surat permohonan kepada guru kelas dengan melampirkan daftar riwayat hidup.
Edo dan Siti berminat untuk menjadi panitia, namun mereka masih bingung bagaimana cara menulis daftar riwayat hidup. Apakah kamu mengetahui cara membuat daftar riwayat hidup? Ayo, kita cari tahu lebih lanjut.
Riwayat Hidup adalah data yang berisi tentang informasi diri seseorang yang meliputi identitas diri serta kegiatan yang telah dilakukan. Informasi diri yang ditulis dalam riwayat hidup harus didasarkan fakta dan disajikan dengan rinci. Hal tersebut bertujuan untuk menjelaskan tentang jati diri kita kepada orang lain.
Riwayat hidup dapat ditulis dengan dua bentuk, yaitu bentuk singkat dan bentuk narasi. Penulisan riwayat hidup dalam bentuk singkat biasanya tampak seperti formulir. Informasi disusun dalam bentuk poin-poin. dan disusun secara berderet dari atas ke bawah dengan berurutan. Penulisan riwayat hidup seperti ini lebih sering disebut daftar riwayat hidup. Penulisan riwayat hidup dalam bentuk singkat merupakan cara penulisan riwayat hidup yang paling sering kita jumpai di masyarakat. Riwayat hidup dalam bentuk narasi disajikan dalam bentuk paragraf atau tulisan memanjang. Riwayat hidup dalam narasi ditulis menggunakan kalimat lengkap. Penulisan riwayat hidup secara narasi cenderung tampak seperti penulisan sebuah cerita.
Sesuai tujuannya, riwayat hidup biasanya digunakan untuk menjelaskan tentang siapa diri kita kepada orang lain dalam suatu kegiatan yang memerlukan pengenalan diri. Contoh kegiatannya, yaitu kegiatan pendaftaran anggota komunitas atau organisasi, pendaftaran perlombaan, serta melamar pekerjaan. Penulisan riwayat hidup nantinya akan memudahkan penyelenggara kegiatan untuk mengenal diri kita dengan lebih cepat.
Berikut hal-hal yang biasanya ditulis dalam riwayat hidup.
- Identitas Diri
- Riwayat Pendidikan
- Pengalaman Berorganisasi atau Kepanitiaan
- Riwayat Prestasi
- Keterampilan atau Kemahiran
Penjelasan tentang hal-hal yang ditulis dalam riwayat hidup
Sebelum mengisi daftar riwayat hidup kalian perlu memperhatikan pentujuk pengisiannya terlebih dahulu. Berikut contoh petunjuk pengisian daftar riwayat hidup.
Perhatikan contoh formulir daftar riwayat hidup berikut!
Setiap orang pasti memiliki riwayat hidup yang berbeda dengan orang lain. Riwayat hidup didasarkan pada identitas diri serta kegiatan yang telah dilakukan. Pembuatan riwayat hidup harus didasarkan pada kenyataan yang telah dilalui oleh pembuat riwayat hidup. Riwayat hidup dapat disampaikan secara lisan. Untuk memudahkanmu saat menyampaikan secara lisan, kamu dapat membuat daftar riwayat hidupmu dalam bentuk narasi sederhana. Berikut adalah contoh riwayat hidup dalam bentuk narasi sederhana.
Untuk menambah pemahaman kalian terkait materi riwayat hidup, silahkan cermati video berikut ini!
Video Materi Riwayat Hidup
Demikian materi terkait riwayat hidup. Selamat belajar anak-anak. Semoga sukses.
RIWAYAT HIDUP
A. BIODATA DAN LATAR BELAKANG KELUARGA
Nama
saya Mutiara Indah, saya anak bungsu dari sebelas bersaudara yang lahir di kota
dingin, dataran tinggi gayo, Takengon pada tanggal 14 Agustus 1994 dengan jenis
kelamin perempuan dari pasangan Sulaiman bin Samad dan Nur Cahaya binti Usman. Saat
ini saya sudah Yatim Piatu. Masa kecil saya,
saya tinggal di sebuah rumah sederhana di lorong Mjm kampung Keramat Mupakat
kec. Bebesen kabupaten Aceh Tengah, bersama kedua orang tua saya dan 2 orang
kakak serta 1 orang kakak laki-laki yang masing-masing mereka masih menduduki
bangku perkuliahan dan sekolah, selebihnya telah menikah serta merantau di kota
seberang. Sedangkan saya masih menduduki bangku sekolah dasar (SD) di SDN 6
Takengon kelas V. Saya dibesarkan dengan bimbingan dan kasih sayang yang luar
biasa dari kedua orang tua saya. Sedari kecil kami diajarkan berbagai macam
keterampilan dan juga diajarkan menulis puisi, cerpen dan lainnya, hingga
membuat saya bercita-cita ingin menjadi pengusaha dan menjadi penulis
Kami
hidup dengan harmonis, namun pada awal 2006 kebahagiaan itu seolah terusik oleh
kabar tentang penyakit ibu, yang setelah melalui proses pemeriksaan di RSUD
Datu beru Takengon, ternyata mengidap kanker payudara stadium 4 dan harus dirujuk
ke Rumah Sakit Adam Malik Medan untuk menjalani oprasi pengangkatan sel kanker
dan kemotrapy dengan segera. Ayah sangat khawatir ketika itu, karena hanya
sendiri saja ketika menemani ibu menjalani oprasi, sedang kami harus tetap
tinggal dirumah karena harus ke sekolah. Alhamdulillah operasi ibu berjalan
lancar, hampir sebulan ibu dirawat dan sudah di perbolahkan pulang pada awal Februari,
tetapi ibu harus kembali lagi setiap bulannya untuk menjalani kemotrapy. Waktu
berlalu, hingga sampailah pada bulan Mei, jadwal terakhir kemotrapy ibu. Lagi,
ibu pergi ke kota Medan bersama ayah dengan menggunakan mobil ambulance.
Semalam menjalani perawatan di rumah sakit Adam Malik, tiba-tiba ibu memaksa
ayah untuk membawanya pulang ke rumah. Sambil memohon dengan sangat, hingga
menbuat ayah tak bisa menolak. Walau sebenarnya pihak rumah sakit tidak
memberikan ijin, namun ibu tetap mendesak ayah.
Ketika
itu hari Kamis malam Jum’at, ayah dan ibu pulang ke menuju Takengon, namun
ditengah perjalanan ibu minta mobil di berhentikan dan minta ijin ayah untuk
menelpon kakak dan abang-abang saya. Ayah mengabulkan keinginan ibu kemudian
menyambungkan telpon ke abang serta kakak saya. Dari jauh terdengar suara ibu
parau, lembut dan terkadang samar, memberi petuah serta nasehat, sambil
sesekali menarik nafas panjang dan itulah tarikan nafas terakhirnya, ibu meninggal
dunia di dalam mobil ambulance pada hari Jum’at tanggal 12 Mei 2006. Kami
sangat berduka atas kepergian ibu,
karena ibu adalah segalanya bagi setiap anak, tanpanya langkah akan gontai dan
hilang arah. Terlebih bagi ayah, ayah sungguh sangat kehilangan, sampai ayah
juga jatuh sakit sepeninggal ibu. Ayah menderita stroke dan komplikasi. Namun
seminggu sebelum peringatan 1 tahun ibu, alhamdulillah ayah pulih dan bisa
berbicara dengan normal. Sampailah hari itu, malam peringatan 1 tahun ibu. Dari
rona wajah ayah, masih tampak lukisan kehilangan yang dalam. Hingga ayah
kembali jatuh sakit semalam setelah peringatan 1 tahun kepergian ibu, ayah
tiba-tiba mendapatkan serangan jantung dan dilarikan kerumah sakit terdekat di
kota kami, tepat setelah adzan isya berkumandang ayah akhirnya menyusul ibu
pada hari senin, 13 Mei 2007. Tinggallah saya bersama ke 3 saudara saya dirumah
peninggalan ayah. Sepeninggal ayah dan ibu, saya benar-benar merasa kehilangan.
Teringat tentang betapa bahayanya penyakit yang di derita ayah dan ibu,
kemudian terbesit keinginan dihati untuk menjadi dokter, agar nantinya tak ada
lagi kakak atau abang saya yang meninggal karena penyakit-penyakit mengerikan,
pikirku.
B. KESAN PESAN DI PAY NOORDEEN
Seiring
berjalannya waktu, kehidupan mulai terasa berat di jalani, keuangan keluarga
juga tidak baik. Saya dan ke dua kakak saya yang masih duduk di bangku sekolah
terancam putus sekolah, karena kakak kami , Mailida, yang ketika itu masih
kuliah, tidak mampu membiayai sekolah kami, sementara abang dan kakak yang lain
juga hidup dengan sangat pas-pasan hingga tidak dapat membantu membiayai
sekolah kami. Kak Mailida terus berusaha memutar otak, mencari cara agar kami
tetap bisa sekolah. Mungkin karena ia tak sanggup mendengar komentar pedas para
tetangga, yang mengatakan ‘sudah menjadi takdir bagi anak yatim piatu untuk
putus sekolah’, dan menyalahkan ayah yang tidak meninggalkan banyak harta.
Kepedihan itu berlalu seiring sampainya angin segar dari seorang teman kakak yang mengabarkan bahwa, di kota kami tinggal terdapat sebuah panti asuhan yang membiayai sekolah para anak yatim piatu. Awalnya kakak berberat hati memasukan kami ke panti asuhan itu, namun karena ia tak ingin kami putus sekolah, akhirnya kakak memutuskan mengantar saya dan kakak laki-laki saya Heri Rizkan ke Panti Asuhan Yayasan noordeen, dedalu tepatnya pada tahun 2008, sementara seorang kakak perempuan saya Wahyu Sayang Sah yang juga masih bersekolah tinggal bersamanya di rumah.
Selama
di PAY Noordeen, begitu banyak hal luar biasa yang terjadi di kehidupan kami,
terlebih-lebih saya. Setiap anak di PAY Noordeen diharuskan memiliki prestasi
yang baik, terutama di sekolah. Karena kami anak Noordeen telah berikrar
menjadi anak-anak yang sholeh/ah dan berprestasi. Banyak hal yang saya pelajari
selama tinggal disana. Setiap kami diajarkan agar hidup mandiri, semua dimulai
dari hal-hal kecil, seperti menyuci piring sendiri setelah makan, merapikan
tempat tidur setelah bangun tidur, menyuci baju sendiri dan lainnya. Poin
terpenting adalah, kami diajarkan agar tidak lupa beribadah serta belajar. PAY
Noordeen membuat kami merasa seperti berada di rumah sendiri, walau berbeda
suku dan kepala, kami diajarkan untuk saling menyayangi satu sama lain
selayaknya keluarga. Setiap harinya kami diberi jadwal untuk belajar bahasa inggris,
bahasa arab dan komputer, agar kami tidak tertinggal dengan anak-anak beruntung
lainnya di luar sana, yang memiliki kecukupan dalam hidup.
Alhamdulillah,
selama tinggal di PAY Noordeen prestasi saya terus membaik, di sekolah saya
terdaftar sebagai salah seorang siswa berprestasi baik di bidang eksakta dan
seni, mulai dari kelas VII-IX di sebuah sekolah, MTsN 1 Takengon namanya. Saya
juga pernah memenangkan juara 2 hifzil qur’an tingkat kampung, mewakili PAY Noordeen
di masjid At-taqwa Bale Takengon. Saya belajar dengan sungguh untuk membukakan mata para tetangga saya, bahwa kami
anak pintar yang juga berhak mengenyam pendidikan. Namun sayang semua itu tak
berlangsung lama,diakhir kelas IX saya di kembalikan ke keluarga, karena di
tahun kedua tinggal di PAY noordeen, saya mulai sering sakit-sakitan dan
terpaksa di kembalikan oleh pihak panti ke keluarga untuk dirawat pada tahun
2009. Tapi 2 tahun berada di PAY noordeen adalah awal baru untuk episode
kehidupan saya. Semua pengalaman luar biasa , bisa saya gunakan hingga setelah
saya diluar PAY Noordeen dan semua kebiasaan baik yang diajarkan benar-benar
melekat pada diri saya.
C. KEHIDUPAN SETELAH KELUAR DARI PAY NOORDEEN
Tahun
selanjutnya saya melanjutkan pendidikan di sebuah Madrasah Aliyah Negeri (MAN )
1 Takengon. Jalan satu semester bersekolah, duka lama kembali terulang, saya
terancam putus sekolah karena biaya sekolah yang mahal, juga karena kakak belum
mendapatkan perkerjaan setelah lulus kuliah. Saya benar-benar khawatir ketika
itu. Saya akan merasa sedih dan malu jika harus putus sekolah, terlebih lagi
setelah mengingat perjuangan kak Mailida selama ini untuk menyekolahkan kami.
Saya mulai sibuk memikirkan cara agar bisa memudahkan beban kak Mailida, hingga ia tak perlu bekerja terlalu keras, di tambah lagi karena kakak sudah mulai sering sakit karena terlalu keras berkerja untuk kami adik-adiknya. Namun berkat pertolongan dan kuasa Allah, angin segar kembali berhembus kearah saya. Dari bidang kesiswaan saya mendapat kabar, bahwa siapa saja yang berhasil masuk dalam peringkat 10 besar di kelas, akan mendapatkan beasiswa berprestasi. Saya berjuang dengan sungguh untuk mendapatkannya, saya belajar dan berteman dengan mereka yang pintar di kelas, walau terkadang di cap pilih-pilih teman saya tak perduli, saya sangat percaya dengan pepatah arab yang mengatakan :”siapa yang berteman dengan pembuat minyak wangi maka akan kecipratan wanginya dan siapa yang berteman dengan pengolah besi, maka akan kecipratan api dan baunya”. Akhirnya usaha saya membuahkan hasil, saya masuk dalam kategori 10 siswa berprestasi dan mendapatkan beasiswa berpresrasi sampai lulus sekolah dengan syarat dapat mempertahankan prestasi itu. Selain itu saya juga tercatat sebagai salah seorang siswi berprestasi di bidang seni, di awal tahun 2010 saya memenangkan juara I membaca puisi tingkat SMA/sederajat se-Kab. Aceh Tengah, saya juga pernah mewakili Aceh Tengah ke Aceh Tamiang dalam rangka MTQ tingkat Provinsi dan masih banyak lagi prestasi lainnya.
Setelah
tamat dari bangku sekolah, saya mengikuti tes untuk kuliah ke Yogjakarta dengan
kampus impian UGM, melalui beasiswa bidik misi, namun sayang tak ada kabar
pasti tentang kelulusan saya. Hingga akhirnya saya mengurungkan niat untuk
kuliah dan memilih menganggur dengan alasan tak ingin lagi membebani kak Mailida.
Yang terpikir oleh saya ketika itu adalah membuka usaha kreatif dengan
menjajakan hasil buah tangan saya sendiri atau melamar pekerjaan dimanapun,
walau saya tak yakin bisa melakukannya, namun itulah yang terbesit dihati. Bulan-bulan
berlalu, dan benar, mental saya belum siap untuk berkerja. Walau ada beberapa
tawaran yang datang, seperti mengajar les privat, namun saya tak mengambilnya.
Saya takut mengajarkan yang salah karena kadar ilmu saya sungguh sangat
sedikit. Saya mulai merasa stres karena hanya berada di rumah, tanpa ada kegiatan
yang bermanfaat yang bisa saya lakukan selain membersihkan rumah setiap
harinya.
Akhirnya saya mulai mencari-cari kegiatan di luar rumah, salah satunya dengan berorganisasi, saya tercatat sebagai salah satu ketua bidang dalam sebuah organisasi PII (Pelajar Islam Indonesia) dan beberapa organisasi lainnya. Saya mulai sibuk mengikuti kegiatan-kegiatan dalam organisasi, saya benar –benar lupa tentang mimpi saya sebelumnya, seolah mencoba menemukan hal lain berupa pengalaman di luar sana. Setahun mengikuti PII, saya mulai sering di kirim keluar kota untuk mengikuti berbagai macam kegiatan seperti LMD ( latihan manajemen dasar), LBT (leardership basic training) dan kegiatan serupa lainnya.
Saya adalah yang paling aktif ketika itu dalam organisasi. Hingga suatu hari ketika dalam forum diskusi bersama seluruh teman di luar kota, kami saling sharing pengalaman, sampailah kesempatan itu kepada saya. Saya ceritakan kisah kehidupan saya dan apa yang terjadi pada saya saat ini, hingga seorang teman berkomentar : “ apa kamu tidak berencana untuk kuliah, atau mencari beasiswa selain beasiswa yang pernah kamu ikuti dulu?”. Saya selalu berfikir untuk melanjutkan kuliah, namun karena tidak tahu harus mencari info dari mana saya jadi diam saja, kalau seandainya ada yang menyampaikan kabar beasiswa, saya akan mencoba untuk ikut , jelasku.
Mendengar
itu, tiba-tiba seorang kakak pelatih kami, yang memimpin ruang diskusi itu ikut
berkomentar. “ Di Banda Aceh terdapat sebuah kampus yang menyiapkan beasiswa
penuh untuk semua mahasiswa/i-nya, setiap bulannya semua mahasiswa/i akan
diberikan uang saku sebesar 300 ribu, tetapi jurusan yang ada hanya jurusan
bahasa arab program D2, LIPIA namanya (Lembaga Pendidikan Ilmu Islam dan Arab),
kampus cabang di bawah kampus Maalik Saud di Riyadh. kuliahnya tanpa di pungut
biaya sedikitpun, termasuk SPP dan buku, diberikan dari kampus.
Awalnya saya tidak merasa tertarik, penyebabnya adalah karena saya tidak terlalu menyukai bahasa arab, disebabkan karena seringkali guru semasa sekolah dulu, mengajarkan dan menjelaskan pelajaran dengan sangat monoton. Namun karena itu adalah beasiswa penuh, saya mencoba untuk ikut tes di akhir bulan Desember 2012, niatnya hanya iseng saja. Betapa terkejutnya saya karena sebulan setelahnya saya mendapatkan pesan singkat dari pihak kampus bahwa saya dinyatakan lulus. Perasaan saya sungguh tak karuan, karena selepas tes saya tak merencanakan apapun. Ketika itu saya yakin bahwa saya tidak akan lulus. Saya benar-benar khawatir. Saya ceritakan semua kejadian ini pada kak Mailida yang ketika itu telah menjadi dosen honorer di kampus tempat dia berkuliah dulu. Mendengar kabar itu, kak Mailida kembali semangat untuk mengantarkan saya mengambil gelar sarjana dan berkata: “ karena adek sudah lulus, maka gunakan kesempatan itu, jangan sia-siakan. Dimana pun kita berada yang penting tetap belajar. Selama itu kebaikan, maka pelajarilah. Tak ada orang yang tak bisa, semua kita dilahirkan dengan potensi yang luar biasa. Jadi cobalah, walau kamu tak menyukainya, soal biaya hidup kakak akan carikan untukmu”. Mendengar petuah dan semangat kakak, saya akhirnya memutuskan untuk berangkat ke Banda Aceh menjalani perkuliahan dengan modal nekat dan tekad serta bekal uang seadanya untuk mencari kontrakan.
Bulan-bulan
berlalu dengan begitu berat, tak ada perubahan yang terjadi pada diri saya.
Saya benar-benar tak mengerti materi yang diajarkan karena diajarkan langsung
oleh orang Arab tanpa penerjemah pula. Saya merasa menjadi manusia paling bodoh
ketika itu. Sebab saya benar-benar buta dengan bahasa arab. Empat bulan
menjalani kuliah, kabar tentang ujian final mulai tersebar. Saya benar-benar
takut, tak tahu harus bagaimana. Saya hanya menghafal semua isi buku tanpa tahu
apa maksudnya. Dan ketika ujian tiba, saya menuliskan semua yang saya hafal
tanpa tahu apakah benar begitu jawabannya. Hari pembagian nilai tiba, saya
benar-benar takut, khawatir jika saya raashib (harus mengulang semester). Namun
sesuatu yang tak saya duga terjadi, saya justru masuk dalam 20 mahasiswa/i
terbaik dari 65 orang angkatan saya. Ketika itu saya benar-benar sadar, bahwa
ketika saya mau berusaha walau saya tak mengerti, Allah akan mudahkan jalan
saya. Saya kabarkan pada kak Mailida kalau saya akan berjuang untuk mencintai
bahasa arab, dan memohon padanya untuk bertahan membiayai kuliah saya, walau
hanya dengan uang 200 ribu tiap bulannya. Saya juga mencoba memberanikan diri
untuk melamar pekerjaan di sebuah TPA ternama di Banda Aceh, dikarenakan tidak
adanya kejelasan tentang beasiswa yang katanya di berikan setiap bulan. Saya
bekerja setiap hari senin-jum’at dari jam 14:30-16:46 untuk meringankan beban
kak Mailida. Setiap hari Sabtu dan minggu saya juga berjuang melawan rasa malas
dengan pergi menuju rumah teman-teman yang saya rasa bisa membantu saya
memahami pelajaran. Saya juga bergabung dalam beberapa komunitas pencinta
sastra dan seni di kota Banda Aceh, juga bergabung dalam komunitas photografi.
Setiap hari berlalu begitu. Dan ketika final semester dua hasil ujian saya
semakin membaik. Saya terus memperbaharui niat saya, agar belajar untuk
mendapatkan ilmu, bukan karena sesuatu yang lain. Tahun 2013 berlalu dengan
semua perjuangan luar biasa itu.
Libur
musim panas dimulai, untuk pertama
kalinya saya terbang ke Jakarta seorang diri, dengan di biayai oleh organisasi
yang saya pimpin. Saya menghabiskan masa liburan di ibukota. Tepatnya di Gunung
Putri, Bogor. Selama 3 bulan saya berada di kota hujan, menginap dari rumah ke
rumah, terkadang saya menginap di rumah seorang kenalan kakak di Lenteng Agung,
Jakarta Selatan. Saya ke ibu kota dalam rangka mengikuti “Kemah Sastra
Nasional, di Curug Nangka, Bogor. Saya pergi mewakili sebuah komunitas menulis
yang saya ketuai “Denang Pena” dan saya berhasil pulang dengan membawa gelar
sebagai peserta “Terbaik” dan juga menjadi satu-satunya peserta yang datang
dari Aceh yang sangat jauh jaraknya dari Ibukota.
Setelah libur panjang usai, saya kembali ke Aceh untuk kembali melanjutkan perkuliahan. Semester ketiga dimulai tepat pada awal Januari 2014. Cerita baru muncul, saya tidak sanggup membayar uang kotrakan untuk setahun mendatang. Saya sungguh takut kali ini, sempat terpikir untuk meminjam uang pada teman-teman, namun saya takut jika saya tidah sanggup melunasinya, namun betapa bersyukurnya, sungguh Allah begitu banyak memberikan kemudahan kepada saya, saya mendapatkan kabar bahwa ternyata beasiswa yang dijanjikan kampus telah cairkan, semua uang saku setiap bulannya dikumpulkan dan di cairkan setiap akhir semester. Uang itu saya gunakan untuk membayar uang kontrakan selama setengah tahun kedepan. saya masih berjuang dengan sungguh dalam belajar. tetapi karena pola hidup yang kurang baik, saya jadi sering sakit dan jarang masuk kuliah. saya memutuskan untuk berhenti berkerja, namun betapa kagetnya saya ketika mengetahui bahwa kak Mailida ternyata juga memutuskan berhenti menjadi Dosen Honorer karena sebuah alasan yang tak saya mengerti, hingga membuatnya jarang mengirimkan uang belanja. Hari-hari berlalu begitu berat. Kak Mailida mulai menyerah pada saya. Di tak sanggup lagi membiayai kuliah saya. Namun semangat dalam diriku masih berkibar dengan bara yang menyala-nyala. Saya katakan pada kak Mailida bahwa saya tidak akan menyerah. Saya akan berjuang hingga akhir. Jika dia tidak sanggup mengirimkan uang bulanan saya, cukup kirimkan sayur dan beras hasil pertanian peninggalan ayah, sementara uang untuk setiap bulannya saya yang memikirkannya sendiri.
Setiap
hari sepulang kuliah, saya memikirkan cara untuk menghasilkan uang dan menabung.
Berat sungguh, otak saya buntu. Sebulan berlalu dengan tidak karuan. Saya
semakin setres. Saya berfikir dan berfikir juga memohon kemudahan dari Allah.
Saya mulai berfikir untuk menjalankan usaha kreatif yang pernah tertunda,
dengan membuat berbagai macam kerajinan sepulang kuliah dengan target pasar
anak-anak SD, tetangga sekitar kontrakan saya. Saya sibuk berkreasi, sambil
sesekali membagikan photo kreasi saya ke jejaring sosial. Sungguh tak disangka,
ternyata justru banyak teman yang juga mau memesan hasil karya saya.
Pundi-pundi uang mulai terkumpul, saya mulai menabung setiap harinya 2000
rupiah dan memutarnya menjadi modal untuk berjualan pulsa. Dulu semasa sekolah
di Madrasah Aliyah saya juga pernah mengikuti pelatihan dokter muda herbalis
muslim yaitu pengobatan ala nabi (Bekam), untuk melunasi cita-cita masa kecil
saya. Saya gunakan juga peluang itu untuk mendapatkan uang dengan promosi
kepada teman-teman di kelas dan juga orang tua mereka bahwa saya membuka klinik
bekam, setelah melalui proses panjang Ijin Praktek. Di bekali pengalaman
menjadi asisten dokter muda muslim selama 2 tahun, saya mulai berjelaga dengan
semua aktifitas itu, tanpa melupakan pendidikan saya. Tetapi semua tak
berlangsung lama, karena kondisi kesehatan saya semakin tidak stabil, bahkan
tak jarang saya harus dilarikan kerumah sakit karena muntah teralu banyak dan
tak sadarkan diri. Akhirnya saya tidak lagi menerima tawaran membekam. Saya
hanya fokus untuk sembuh dari sakit karena ujian semester tiga didepan mata.
Hari
itu pun tiba, kami mengikuti ujian dengan pengawasan yang sangat ketat. Saya
benar benar khawatir karena tak belajar dengan baik. Di tambah lagi karena saya
masih dalam masa perawatan. Saya menjawab soal ujian dengan semampu saya. Namun
bagaikan petir di siang bolong, saya melihat kecurangan terjadi ketika ujian.
Banyak diantara teman-teman yang saling berbagi jawaban dan membuka buku.
Antara kesal dan kecewa rasanya. Saya kesal dengan kecurangan mereka yang
membodohi diri sendiri dan kecewa melihat prilaku mereka yang begitu tega
melakukan kecurangan sementara saya yang sakit berjuang mati-matian belajar.
Saya benar-benar kesal dan sedih, sesampai di rumah kejadian itu masih
teringat-ingat di fikiran saya. Saya ceritakan kekesalan saya pada kakak tertua
di rumah kontrakan saya. Mendengar itu, dia justru memotivasi saya agar tak
perlu bersedih dan membuang waktu. Ketika mereka ingin berbuat curang biarlah,
namun jangan terpengaruh. Tetap fokus dengan impian dan niat baikmu untuk
belajar serta jangan curang. Minta do’a dari keluarga dan teman agar diberikan
kesangggupan dan kesembuhan, nasihatnya.
Mendengar kata-katanya saya teringat dengan adik-adik PAY Noordeen yang sempat saya kunjungi ketika libur musim panas. Saya hubungi orang tua kami semua pak Addizar untuk minta dido’akan agar diberikan kesembuhan dan kesanggupan dalam menjalani ujian. Dan sungguh luar biasa, do’a mereka terijabah oleh Allah. Saya sembuh dan hasil ujian saya sungguh sangat memuaskan. Saya masuk ke dalam 15 besar terbaik. Saya terus berjuang bertahan kuliah, sementara banyak diantara teman-teman yang harus berhenti karena tidak sanggup hingga terpaksa di keluarkan oleh pihak kampus (DO). Saingan saya dalam belajar semakin berkurang, kami hanya tersisa 38 orang lagi. Saya sangat takut jika menjadi orang yang berada di posisi terakhir di final akhir semester. Final penentu jalan saya selanjutnya. Saya masih berjuang belajar siang dan malam untuk mengalahkan kemalasan saya. Hingga sampailah pada hari penentuan setelah ujian final usai. Saya berhasil masuk ke dalam peringkat 10 terbaik dengan nilai akhir “jaid jiddan” kemudian pada tanggal 15 Desember 2014, saya dan seluruh teman seangkatan saya di wisudakan, saya dan beberapa teman berprestasi lainnya mendapatkan hadiah lulus bebas tes untuk masuk ke perkuliahan yang sebenarnya Takmili program D3 dan untuk meraih gelar sarjana S1 di LIPIA Jakarta yang akan menghabiskan 5 tahun lamanya. Saya sangat berharap bisa mengambil peluang ini, namun timbul kekhawatiran tentang biaya hidup yang sudah pasti akan lebih mahal dari pada di Aceh. Saya rasa saya akan sangat menyesal jika tak mengambil peluang ini, karena ini beasiswa penuh, tak sepeserpun uang di minta dari kami semua para mahasiswa/i termasuk uang SPP, justru kami diberikan fasilitas lengkap sampai ke buku panduan. Semua gratis, hanya persoalan biaya hidup di ibukota saja yang saya takutkan. Saya sudah pasti harus mengontrak rumah dan sebagainya. Sungguh besar harapan saya bisa terbang ke Jakarta.
Hingga untuk pertama kalinya saya memberanikan diri meminta kepada kakak dan abang-abang saya yang lain, saya tahu mereka bukan tidak perduli pada saya, hanya saja mereka belum bisa membiayai sekolah saya selama ini, karena telah memiliki tanggungan anak dan istri. Saya memohon tiap orangnya memberikan uang 200 ribu untuk biaya ongkos pesawat saya. Betapa bersyukurnya saya bahwa ternyata mereka mengiakan permohonan saya. Sekarang, tiket keberangkatan sudah di tangan saya. Tinggal kesiapan mental dan dana hidup di jakarta yang nantinya harus saya pikirkan.
Dan ketika itu pula saya mulai memperbaiki niat saya untuk melanjutkan kuliah dengan sungguh-sungguh agar dapat memperbaiki kehidupan saya dengan ilmu dan mengangkat derajar almarhum kedua orang tua saya. Agar tak ada lagi perbedaan antara saya dan teman-teman yang lainnya, agar tak ada lagi istilah pandang sebelah mata, untuk anak-anak yang kurang beruntung seperti saya.
Sekian.