Apakah orang yang sakit diharuskan berwudhu dengan air

Tayamum diperbolehkan dengan kondisi tertentu.

Senin , 24 Aug 2020, 17:07 WIB

prayerinislam

Tayamum

Rep: Ali Yusuf Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Dalam kondisi darurat disarankan bertayamum untuk menghilangkan hadas kecil dan besar. Ustadzah Herlina Amran MA, menegaskan, praktek tayamum harus dipahami setiap umat Islam yang sudah mukalaf.

Baca Juga

Jangan sampai, umat Islam kehilangan nyawanya karena tak mengetahui praktek tayamum dengan baik. Perlu diingat bahwa tayamum tidak hanya menghilangkan hadas kecil saja, tetapi dalam kondisi dararut tayum bisa dilakukan terhadap orang yang memiliki hadas besar atau harus mandi wajib.

Dalam Kajian Muslimah (Kamus) Virtual dengan tema "Bersuci & Shalat untuk Pasien Covid dan Petugas Kesehatan yang Menggunakan APD," Ustadzah Herlina mengisahkan, kekurangan pemahaman tetang tayamum pernah terjadi pada jamah Rasulullah.

Katanya, sahabat Nabi tersebut meninggal dunia setelah mandi besar menggunakan air, padahal ketika itu kondisi tubuhnya tak boleh terkena air. Namun sahabat itu memaksakan diri  mandi karena merasa telah mengeluarkan mani dan harus mandi besar.

"Setelah selesai mandi itu beliau meninggal," katanya.

Artinya dalam kondisi-kondisi tertentu, ketika mempergunakan air itu membawa mudarat sampai kehilangan nyawa atau sakit lebih parah, maka sebagai penggugur menghilangkan hadas besar itu hanya diperbolehkan dengan melakukan tayamum saja.

Ustadzah memastikan, praktek tayamum itu sederhana sekali. Mengambil tanah atau debu, lalu menempelkan ketelapak tangan kanan dan kiri, kemudian usapkan ke wajah, dan kemudia usapkan ke tangan kanan dan kiri. 

"Tayamum sangat sederhana tapi ini dilakukan dalam kondisi darurat di dalam kondisi darurat tubihul-mahzurat.

Hal-hal yang gak boleh dilakukan ketika saat normal, itu boleh kita lakukan dalam kondisi darurat," katanya.

Namun, kecuali ketika sudah sehat misalnya dalam waktu satu bulan atau dua bulan dan badan sudah boleh terkena air maka pada saat itulah wajib mandi, tanpa mengulangi lagi ibadah ibadah sholat yang telah dilakukan selama dalam kondisi darurat tersebut.

"Ini tayamum pengganti wudhu dan pengganti mandi," katanya.

Selain terhadap orang yang darurat karena sakit, tayamum juga dibolehkan dalam kondisi dia sehat, ketika tidak memperoleh air atau mungkin air ada tetapi tidak mencukupi dan hanya untuk minum.  Misalnya, ketika banjir, tidak bisa keluar air banyak, tetapi kotor itu diperbolehkan tayamum. 

"Boleh melakukan tayamum atau seseorang yang luka atau sakit itu juga tayamum misalnya dirawat, kondisi yang betul-betul sangat sulit dan tidak dibenarkan untuk jalan atau berdiri atau bergerak, tidak boleh kena air itu cukup dengan tayamum," katanya.

Dan misalnya, ketika ada air, tetapi airnya terlalu dingin sampai menyentuh derajat nol, seperti terjadi di beberapa negara yang mengalami empat musim itu juga bisa bertayamum. Jika menggunakan air itu dikhawatirkan akan jatuh sakit 

"Itu kalau dikawatirkan jatuh sakit karena memang pernah mengalaminya maka boleh bertayamum," katanya.

Bertayamum juga kata Ustadzah Herlina sapat dilakukan bagi tenaga kesehatan yang memakai APD. Mereka memang memiliki banyak air, dan sehat, namun ketika menggunakan air khawatir pada keselamatan diri karena Covid-19 karena harus melepas APD untuk wudhu.

"Ini sangat berbahaya maka cukup dengan bertayamum," katanya.

Lalu seperti cara tayamum orang yang menggunakan APD? Ustazah Herlina menerangka, orang dalam kondisi tersebut dianalogikan seperti orang yang terluka. Artinya cukup mengusap APD seperti halnya mengusap perban yang menutup luka.

Memang kata Utadzah, dalam hal ini ulama fiqih berbeda pandangan. Namun Syafi'i menyarankan bertayamum dulu baru menyiramkan air di seluruh tubuhnya yang boleh terkena air. 

"Bisa saja mengusap APD seperti halnya mengusap di atas perban terhadap kasus teman-teman medis di lapangan yang ada air tapi hawatir terhadap keselamatan diri atau keselamatan jiwa," katanya.

  • tayamum
  • syarat tayamum
  • hukum tayamum

Doa untuk kesembuhan yang dilakukan oleh penderita sendiri Letakan tangan pada bagian tubuh yang sakit, kemudian bacakan 1. ِسْمِ اللهِ

Dengan menyebut nama Allah

2. Iعُوْذُ بِاللهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ “Aku berlindung kepada Allah dan kepada kekuasaan-Nya dari kejahatan apa yang aku dapati dan aku khawatirkan”(dibaca 7x). (HR.Muslim no 2202).

3. للَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ أَذْهِبِ الْبَأْسَ وَاشْفِ أَنْتَ الشَّافِيْ لاَ شِفَاءَ إِلاَّ شِفَاؤُكَ شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَما “Ya Allah, Rabb Pemelihara manusia, hilangkanlah penyakit ini dan sembuhkanlah, Engkaulah Yang Maha Menyembuhkan.Tidak ada kesembuhan melainkan hanya kesembuhan dari-Mu. Kesembuhan yang tidak meninggalkan sedikitpun penyakit”. (HR. Al Bukhari no 5743/al-fat-h x/206 dan Muslim dari Aisyah radiallahu anhu).

Doa Orang Yang Sakit Parah Dan Tipis Harapan Untuk Sembuh

اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مَا كَانَتِ الْحَيَاةُ خَيْرًا لِي وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتْ الْوَفَاةُ خَيْرًا لِ “Ya Allah, hidupkanlah aku jika hidup itu lebih baik bagiku dan wafatkanlah aku jika kematian itu lebih baik bagiku”. (HR.Al-Bukhari no 6351 dan muslim no 2680). Doa oleh orang lain, ketika menjenguk saudara yang sedang sakit لاَ بَأْسَ طَهُورٌ اِ نْ شَآ ءَ اللّه

“Tidak mengapa, semoga sakitmu ini membuat dosamu bersih, InsyaAllah”(HR. Bukhari no.5656).

TATA CARA WUDHU ORANG SAKIT ●Sama seperti orang sehat, jika ada luka yang bisa memperberat, cukup membasahi telapak tangan dan mengusap anggota wudhu yang terluka, termasuk jika menggunakan gips atau diperban. Kecuali jika memperberat boleh tayamum. ●Apabila orang yang sakit tak bisa berwudhu, boleh dibantu orang lain.

●Jika tak mampu berwudhu karena takut membahayakan jiwa, boleh tayamum

TATA CARA TAYAMUM ●Berniat tayamum dalam hati, mengucapkan Bismillah ●Menepukkan kedua tangan ke tanah, dinding dan sejenisnya yang mengandung debu dengan sekali tepukan. ●Meniup debu yang menempel ditangan. ●Mengusap kedua tangan ke wajah dengan sekali usapan. ●Mengusap bagian punggung tangan kanan dimulai dari ujung jari sampai pergelangan tangan, lalu memutar ketelapak tangan kanan dan kiri. (HR.Al-Bukhari no 347 dan Muslim no 368). TATA CARA SHALAT ORANG YANG SAKIT ●Berdiri tegak bagi yang mampu, jika tak mampu boleh bersandar pada dinding atau bertumpu pada tongkat. ●Rukuk, sujud dan duduk seperti biasa jika mampu, jika tidak boleh duduk di atas kursi dan membungkukkan badan saat sujud. ●Jika tak mampu duduk dikursi, boleh duduk dan posisi yang dianjurkan bersila. (HR.An-Nasai no 1662). ●Ketika rukuk, disunnahkan meletakkan kedua tangan di atas lutut, kemudian membungkukkan tubuh untuk menggambarkan posisi rukuk. ●Saat sujud, diwajibkan bersujud di atas lantai, jika tak mampu, hendaklah meletakkan tangan diatas lantai dan membungkukkan tubuhnya untuk mengisyaratkan sujud. ●Jika tak mampu,kedua tangan diletakkan di atas lutut, kemudian membungkukkan tubuh untuk mengisyaratkan sujud, dan posisi tubuh lebih rendah dari posisi rukuk. ●Jika tak mampu, dapat dilakukan berbaring, yaitu menghadap kiblat. Jika tak bisa, boleh menghadap kemana saja. Namun, miring ke kanan lebih dianjurkan daripada ke kiri. (Al-Bukhari no 1117). Shalat dengan telentang, kedua kaki mengarah ke kiblat. Kepala lebih tinggi dari badan, agar wajah menghadap kiblat.Jika tak bisa, boleh menghadap kemana saja. ●Jika tak bisa, boleh shalat dengan isyarat mata. Yaitu memejamkan mata sejenak untuk mengisyaratkan ruku, dan memejamkan mata lebih lama untuk mengisyaratkan sujud.

●Jika tak mampu, boleh melaksanakan shalat dengan hatinya. Caranya dengan bertakbir, membaca bacaan, berniat ruku dan sujud, serta berdiri dan duduk dalam hatinya. Dalam kondisi ini, tidak dianjurkan shalat dengan kedipan mata dan dengan isyarat jari tangan, karena tak ada dalilnya.

Sumber : 1. Pustaka imam as-syafi’i/-Tata Cara Wudhu dan Shalat orang Sakit 2. //yufidia.com/739-la-ilaha-illallah.html

3. //doamuslimterlengkap.blogspot.co.id/2014/08/mohon-hidupmati-yang-baik.html

berdasarkan Peraturan kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pengamanan Swakarsa yang telah …

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Pada kesempatan kali ini kami akan mengutarakan bagaimanakah cara bersuci (thoharoh) bagi orang sakit. Kami terjemahkan dari kitabThoharotul Maridh wa Sholatuhu, karya Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah.

Bismillahir rahmanir rohim

Segala puji hanyalah milik Allah, kami memuji-Nya, kami meminta pertolongan pada-Nya, kami memohon ampunan dari-Nya dan kami pun bertaubat kepada-Nya. Kami meminta perlindungan kepada Allah dari kejelekan diri kami dan kejelekan amal kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada seorang pun yang bisa menyesatkannya. Barangsiapa yang disesatkan oleh-Nya, maka tidak ada seorang pun yang bisa memberi petunjuk baginya. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang disembah dengan benar kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepadanya, keluarga, sahabat dan yang mengikutinya dengan baik.

Amma ba’du …

Ini adalah risalah yang cukup ringkas yang berisi beberapa penjelasan mengenai thoharoh (bersuci) dan shalat yang khusus ditujukan bagi orang yang dirundung sakit. Perlu diketahui bahwa orang yang dirundung sakit memiliki hukum khusus dalam thoharoh (bersuci) dan shalat sesuai dengan keadaan mereka, yang juga hal ini diperhatikan oleh syari’at islam. Sesungguhnya Allah mengutus Nabi-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan ajaran yang lurus, toleran dan ajaran tersebut selalu mendatangkan kemudahan bagi hamba-Nya. Allah Ta’ala berfirman,

“Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu suatu kesempitan dalam agama.” (QS. Al Hajj [22]: 78)

“Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesulitan bagimu.” (QS. Al Baqarah [2]: 185)

“Maka bertakwalah kalian kepada Allah sesuai kesanggupan kalian dan dengarlah serta ta’atlah.” (QS. At Taghobun [64]: 16)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya agama ini mudah.” (HR. Bukhari no. 39)

“Jika kalian diperintahkan dengan suatu perintah, laksanakanlah semampu kalian.” (HR. Bukhari no. 7288 dan Muslim no. 1337)

Berdasarkan kaedah-kaedah penting ini, Allah Ta’ala meringankan bagi orang-orang yang kesulitan dalam melakukan ibadah supaya melakukan ibadah sesuai dengan kondisi mereka sehingga mereka dapat melakukan ibadah kepada Allah Ta’ala, tanpa merasa sempit dan sulit. Segala puji kita panjatkan pada Rabb kita, Rabb semesta alam.

Pertama; wajib bagi orang yang sakit untuk bersuci dengan air yaitu dia wajib berwudhu ketika terkena hadats ashgor (hadats kecil). Jika terkena hadats akbar (hadats besar), dia diwajibkan untuk mandi wajib.

Kedua; jika tidak mampu bersuci dengan air karena tidak mampu atau karena khawatir sakitnya bertambah parah, atau khawatir sakitnya bisa bertambah lama sembuhnya, maka dia diharuskan untuk tayamum.

Ketiga; TATA CARA TAYAMUM adalah dengan menepuk kedua telapak tangan ke tanah yang suci dengan satu kali tepukan, lalu mengusap seluruh wajah dengan kedua telapak tangan tadi, setelah itu mengusap kedua telapak tangan satu sama lain.[2]

Keempat; jika orang yang sakit tersebut tidak mampu bersuci sendiri,  maka orang lain boleh membantunya untuk berwudhu atau tayamum. (Misalnya tayamum), orang yang dimintai tolong tersebut menepuk telapak tangannya ke tanah yang suci, lalu dia mengusap wajah orang yang sakit tadi, diteruskan dengan mengusap kedua telapak tangannya. Hal ini juga serupa jika orang yang sakit tersebut tidak mampu berwudhu (namun masih mampu menggunakan air, pen), maka orang lain pun bisa menolong dia dalam berwudhu (orang lain yang membasuh anggota tubuhnya  ketika wudhu, pen).

Kelima; jika pada sebagian anggota tubuh yang harus disucikan terdapat luka, maka luka tersebut tetap dibasuh dengan air.  Apabila dibasuh dengan air berdampak sesuatu (membuat luka bertambah parah, pen), cukup bagian yang terluka tersebut diusap dengan satu kali usapan. Caranya adalah tangan dibasahi dengan air, lalu luka tadi diusap dengan tangan yang basah tadi. Jika diusap juga berdampak sesuatu, pada saat ini diperbolehkan untuk bertayamum.

[Keterangan[3] : membasuh adalah dengan mengalirkan air pada anggota tubuh yang ingin dibersihkan, sedangkan mengusap adalah cukup dengan membasahi tangan dengan air, lalu tangan ini saja yang dipakai untuk mengusap, tidak dengan mengalirkan air]

Keenam;  jika sebagian anggota tubuh yang harus dibasuh mengalami patah, lalu dibalut dengan kain (perban) atau gips, maka cukup anggota tubuh tadi diusap dengan air sebagai ganti dari membasuh. Pada kondisi luka yang diperban seperti ini tidak perlu beralih ke tayamum karena mengusap adalah pengganti dari membasuh.

Ketujuh; boleh seseorang bertayamum pada tembok yang suci atau yang lainnya, asalkan memiliki debu[4]. Namun apabila tembok tersebut dilapisi dengan sesuatu yang bukan tanah -seperti cat-, maka pada saat ini tidak boleh bertayamum dari tembok tersebut kecuali jika ada debu.

Kedelapan; jika tidak ditemukan tanah atau tembok yang memiliki debu, maka tidak mengapa menggunakan debu yang dikumpulkan di suatu wadah atau di sapu tangan, kemudian setelah itu bertayamum dari debu tadi.

Kesembilan; jika kita telah bertayamum dan kita masih dalam keadaan suci (belum melakukan pembatal) hingga masuk waktu shalat berikutnya, maka kita cukup mengerjakan shalat dengan menggunakan tayamum yang pertama tadi, tanpa perlu mengulang tayamum lagi karena ini masih dalam keadaan thoharoh (suci) selama belum melakukan pembatal.

Kesepuluh; wajib bagi orang yang sakit untuk membersihkan badannya dari setiap najis. Jika dia tidak mampu untuk menghilangkannya dan dia shalat dalam keadaan seperti ini, shalatnya tetap sah dan tidak perlu diulangi.

Kesebelas; wajib bagi orang yang sakit mengerjakan shalat dengan pakaian yang suci. Jika pakaian tersebut terkena najis, maka wajib dicuci atau diganti dengan pakaian yang suci. Jika dia tidak mampu untuk melakukan hal ini dan shalat dalam keadaan seperti ini, shalatnya tetap sah dan tidak perlu diulangi.

Keduabelas; wajib bagi orang yang sakit mengerjakan shalat pada tempat yang suci. Apabila tempat shalatnya (seperti alas tidur atau bantal, pen) terkena najis, wajib najis tersebut dicuci atau diganti dengan yang suci, atau mungkin diberi alas lain yang suci. Jika tidak mampu untuk melakukan hal ini dan tetap shalat dalam keadaan seperti ini, shalatnya tetap sah dan tidak perlu diulangi.

Ketigabelas; tidak boleh bagi orang yang sakit mengakhirkan shalat hingga keluar waktunya dengan alasan karena tidak mampu untuk bersuci. Bahkan orang yang sakit ini tetap wajib bersuci sesuai dengan kadar kemampuannya, sehingga dia dapat shalat tepat waktu; walaupun badan, pakaian, atau tempat shalatnya dalam keadaan najis dan tidak mampu dibersihkan (disucikan).

-Insya Allah pembahasan ini akan dilanjutkan dengan penjelasan Shalat untuk Orang Sakit-

Penerjemah: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.rumaysho.com

[1] Mengenai risalah ini kami tidak mendapatkan dari kitab asli, namun kami hanya menggabungkan dari dua naskah. Naskah pertama diterbitkan oleh Al Jami’ah Al Islamiyah Al Madinah Al Munawwaroh, tahun 1409 H, sumber: program aplikasi www.islamspirit.com. Naskah kedua terdapat di Majmu’ Fatawa wa Rosa’il Ibnu Utsaimin, sumber: Maktabah Syamilah.

[2] Untuk mengusap tangan cukup sampai telapak tangan saja (tidak sampai ke siku seperti berwudhu), inilah yang lebih tepat. Alasannya, ayat yang menyebutkan tata cara tayamum hanya menyebut sampai telapak tangan saja, sedangkan ayat tentang wudhu menyebutkan membasuh tangan sampai siku. Sehingga hukum membasuh tangan pada wudhu dan mengusap tangan pada tayamum berbeda dan tidak boleh disamakan.

[3] Ini adalah keterangan tambahan dari penerjemah. Silakan lihat penjelasan ini di Syarhul Mumthi’ ‘ala Zadil Mustaqni’ pada pembahasan wudhu.

[4] Namun, apakah tayamum harus dengan debu, tidak boleh dengan yang lainnya, ini terdapat perselisihan di antara para ulama.

Sebagian ulama, di antaranya Imam Asy Syafi’i dan Imam Ahmad, termasuk Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan hanya boleh dengan debu karena sho’id yang dimaksudkan dalam surat Al Maidah ayat 6 adalah debu. Namun, ulama lainnya, yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dan Ibnu Hazm mengatakan bahwa boleh dengan selain debu karena sho’id yang dimaksudkan adalah segala sesuatu yang ada di permukaan bumi seperti kerikil, gunung, batu, debu dan pasir. Akan tetapi pendapat kedua ini memberi persyaratan untuk selain debu boleh digunakan asalkan dia menyatu dengan permukaan bumi. Pendapat kedua inilah yang lebih kuat berdasarkan dalil-dalil yang ada. Wallahu a’lam, wa ‘ilmu ‘indallah. Silakan lihat penjelasan ini di Shohih Fiqh Sunnah, 1/199-200, Al Maktabah At Taufiqiyyah.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA