Teknik pengolahan bahan makanan panas dan kering dry heat cooking adalah

mengolah makanan tanpa bantuan cairan. Misalnya deep frying, shallow frying, roasting, baking, dan grilling.

a. Deep frying Deep frying adalah mengolah makanan dengan menggoreng menggunakan minyak dalam jumlah banyak. Pada teknik ini yang digoreng betul-betul tenggelam dalam minyak dan meperoleh hasil yang krispi atau kering. Terdapat 4 cara styledeep fat frying yang populer, yaitu :

1. Cara Perancis ( A’la Fraincaise, French Style ) a. Bahan makanan di marinade lalu dilapisi dengan tepung terigu atau maizena. b. Lalu goreng dalam minyak banyak dan panas. 2. Cara Inggris ( A’la Englaise, English Style ) a. Di marinade dalam bumbu lalu tiriskan. b. Celupkan dam putih telur lalu tepung panir. Ulangi sekali lagi. c. Goreng dalam minyak yang panas.

3. Cara Only ( Al Only, Only Style ) a. Makanan yang akan digoreng docelupkan dalam adonan. b. Kemudian langsung digoreng dalam minyak yang panas.

4. Cara menggoreng polos a. Bahan dibersihkan, lalu dimarinade atau tidak. b. Kemudian langsung digoreng dengan minyak yang banyak dan panas

b. Shallow Frying Shallow frying adalah proses mengoreng yang dilakukan. Terdapat 2 cara dalam pengolahan shallow frying, yaitu cara pan frying dan sauteing. Pan frying merupakan cara

89

menggoreng dengan minyak sedikit dan mempergunakan frying pan. Makanan yang dimasak dengan cara ini, antara lain telur mata sapi, daging, ommelet scrambled eggs, serta unggas yang lunak dan dipotong tipis. Sauteing adalah mengolah bahan makanan dengan menggunakan sedikit minyak sambil diaduk dan dilakakukan sacara cepat. Teknik ini sering dilakukan pada masakan cina, dan dipakai sebagai teknik penyelesaian pada sayuran kontinental. Pada pengolahan sayuran Indonesia disebut oseng-oseng (tumisan). Bahan makanan yang dimasak dengan cara ini, antara lain onion chopped (bawang bombay cincang),daging, sayuran, dan bumbu.

c. Roasting Roasting adalah teknik mengolah bahan makanan dengan cara memanggang bahan makanan dalam bentuk besar didalam oven. Roasting bentuk seperti oven. Sumber panasnya berasal dari kayu bakar, arang, gas, listrik, atau micriwave oven. d. Baking Baking adalah pengolahan bahan makanan didalam oven dengan panas dari segala arah. Dalam teknik baking ini ada yang menggunakan loyang yang berisi air didalam oven, yaitu bahan makanan diletakkan dalam loyang. Contoh : puding karamel, hot puding franfrurt. Untuk melakukan teknik ini perlu memperhatikan beberapa syarat yaitu sebagai berikut :

1.Sebelum bahan dimasukkan, oven dipanaskan sesuai suhu yang dibutuhkan.

2. Makanan didalam oven harus diletakkan dengan posisi yang tepat.

90

4. Kualitas makanan akan bergantung pada penanganan selama proses baking.

5.Sebelum diangkat dari oven, periksa kembali makanan. Penerapan teknik dasar baking dajpat dilakukan pada berbagai bahan makanan, diaantaranya kentang, roti, sponge, cake, biskuit, ikan, sayuran.

e. Grilling adalah teknik mengolah makanan diatas lempengan besi panas (gridle) atau diatas pan dadar (teflon) yang diletakkan diatas perapian. Suhu yang dibutuhkan untuk grill sekitar 292 ◦c. Grill juga dapat dilakukan diatas bara langsung dengan jeruji panggang atau alat bantu lainnya. Dalam teknik ini, perlu diberikan sedikit minyak baik pada makanan yang akan diolah mauoun pada alat yang digunakan. Untuk melakukan teknik ini perlu memperhatikan beberapa syarat, yaitu sebagai berikut: :

1. Memilih bagian daging yang berkualitas dan empuk. Daging direndam dengan bumbu (dimarinade) sebelum digrill.

2. Kemudian mengolesi permukaan gridle dan bahan makanan dengan minyak goreng untuk menghindari lengket.

3. Pergunakan jepitan untuk membalik makanan. Penerapan teknik dasar grilling dapat dilakukan pada berbagai bahan makanan diantaranya daging, daging cincang,ikan, dan ayam.

Jenis Perlakuan dalam Proses Pengolahan Suhu Tinggi

1. Suhu tinggi diterapkan baik dalam pengawetan maupun dalam pengolahan pangan.

91

2. Memasak, menggoreng, memanggang, dan lain-lain adalah cara-cara pengolahan yang menggunakan panas.

3. Proses-proses tersebut membuat makanan menjadi lebih lunak, dan lebih awet.

4. Pemberian suhu tinggi pada pengolahan dan pengawetan pangan didasarkan kepada kenyataan bahwa pemberian panas yang cukup dapat membunuh sebagian besar mikroba dan menginaktifkan enzim.

5. Pemanasan mengakibatkan efek mematikan terhadap mikroba. Efek yang ditimbulkannya tergantung dari intensitas panas dan lamanya pemanasan.

6. Makin tinggi suhu yang digunakan, makin singkat waktu pemanasan yang digunakan untuk mematikan mikroba.

Blansing

(https://lifestyle.okezone.com/read/2015/12/10/298/1264716/proses-blanching-bikin-sayuran-tetap-renyah ) di akses pada 04, April 2019

92

Blansing merupakan suatu cara pemanasan pendahuluan atau perlakuan pemanasan tipe pasteurisasi yang dilakukan pada suhu kurang dari 1000C selama beberapa menit, dengan menggunakan air panas atau uap. Biasanya suhu yang digunakan sekitar 82 – 93 oC selama 3 – 5 menit. Contoh blansing misalnya mencelupkan sayuran atau buah dalam air mendidih selama 3 – 5 menit atau mengukusnya selama 3 – 5 menit.

Tujuan utama blansing ialah menginaktifan enzim diantaranya enzim peroksidase dan katalase, walaupun sebagian dari mikroba yang ada dalam bahan juga turut mati. Kedua jenis enzim ini paling tahan terhadap panas. Blansing biasanya dilakukan terhadap sayur-sayuran dan buah-buahan yang akan dikalengkan atau dikeringkan.Di dalam pengalengan sayur-sayuran dan buah-buahan, selain untuk menginaktifkan enzim, tujuan blansing yaitu : a. Membersihkan bahan dari kotoran dan mengurangi jumlah

mikroba dalam bahan

b. Mengeluarkan atau menghilangkan gas-gas dari dalam jaringan tanaman, sehingga mrngurangi terjadinya pengkaratan kaleng dan memperoleh keadaan vakum yang baik dalam “headspace” kaleng.

c. Melayukan atau melunakkan jaringan tanaman, agar memudahkan pengisian bahan ke dalam wadah

d. Menghilangkan bau dan flavor yang tidak dikehendaki e. Menghilangkan lendir pada beberapa jenis sayur-sayuran f. Memperbaiki warna produk antara lainmemantapkan warna

93

Cara melakukan blansing ialah dengan merendam dalam air panas (merebus) atau dengan uap air (mengukus atau dinamakan juga “steam blanching”). Merebus yaitu memasukkan bahan ke dalam panci yang berisi air mendidih. Sayur-sayuran atau buah-buahan yang akan diblansing dimasukkan ke dalam keranjang kawat, kemudian dimasukkan ke dalam panci dengan suhu blansing biasanya mencapai 82 – 83oC selama 3 – 5 menit. Setelah blansing cukup walktunya, kemudian keranjang kawat diangkat dari panci dan cepat-cepat didinginkan dengan air. Pengukusan tidak dianjurkan untuk sayur-sayuran hijau, karena warna bahan akan menjadi kusam. Caranya ialah dengan mengisikan bahan ke dalam keranjang kawat, kemudian dimasukkan ke dalam dandang yang berisi air mendidih.

Pasteurisasi

Pasteurisasi merupakan suatu proses pemanasan bahan pangan sampai suatu suhu tertentu untuk membunuh mikroba patogen atau penyebab penyakit seperti bakteri penyebab penyakit TBC, disentri, diare, dan penyakit perut lainnya. Dengan pasteurisasi masih terdapat mikroba, sehingga bahan pangan yang telah dipasteurisasi mempunyai daya tahan simpan yang singkat.

Tujuan pasteurisasi yaitu :

a. Membunuh semua bakteri patogen yang umum dijumpai pada bahan pangan bakteribakteri patogen yang berbahaya ditinjau dari kesehatan masyarakat

b. Memperpanjang daya tahan simpan dengan jalan mematikan bakteri dan menginaktifkan enzim.

94

Mikroba terutama mikroba non patogen dan pembusuk masih ada pada bahan yang dipasteurisasi dan bisa berkembang biak. Oleh karena itu daya tahan simpannya tidak lama. Contohnya : susu yang sudah dipasteurisasi bila disimpan pada suhu kamar hanya akan tahan 1 – 2 hari, sedangkan bila disimpan dalam lemari es tahan kira-kira seminggu. Karena itu untuk tujuan pengawetan, pasteurisasi harus dikombinasikan dengan cara pengawetan lainnya, misalnya dengan pendinginan. Pasteurisasi biasanya dilakukan pada susu, juga pada saribuah dan suhu yang digunakan di bawah 100 ˚C. Contohnya:1). Pasterurisasi susu dilakukan pada suhu 61 – 63 0C selama 30 menit; 2). Pasteurisasi saribuah dilakukan pada suhu 63 – 74 0C selama 15 – 30 menit.

Pasteurisasi pada sari buah dan sirup dapat dilakukan dengan cara “hot water bath”. Pada cara “hot water bath”, wadah yang telah diisi dengan bahan dan ditutup (sebagian atau rapat) dimasukkan ke dalam panci terbuka yang diisi dengan air. Beberapa cm (2,5 – 5,0 cm) di bawah permukaan wadah. Kemudian air dalam panci dipanaskan sampai suhu di bawah 100 0C ( 71 – 85 0C ), sehingga aroma dan flavor tidak banyak berubah.

Sterilisasi

Sterilisasi adalah proses termal untuk mematikan semua mikroba beserta sporasporanya. Spora-spora bersifat tahan panas, maka umumnya diperlukan pemanasan selama 15 menit pada suhu 121 ˚C atau ekivalennya , artinya semua partikel bahan pangan tersebut harus mengalami perlakuan panas. Mengingat bahwa

95

perambatan panas melalui kemasan (misalnya kaleng, gelas) dan bahan pangan memerlukan waktu, maka dalam prakteknya pemanasan dalam autoklaf akan membutuhkan waktu lebih lama dari 15 menit. Selama pemanasan dapat terjadi perubahanperubahan kualitas yang tidak diinginkan. Untungnya makanan tidak perlu dipanaskan hingga steril sempurna agar aman dan memiliki daya tahan simpan yang cukup lama. Semua makanan kaleng umumnya diberi perlakuan panas hingga tercapai keadaan steril komersial . Biasanya daya tahan simpan makanan yang steril komersial adalah kira-kira 2 tahun. Kerusakan-kerusakan yang terjadi biasanya bukan akibat pertumbuhan mikroba, tetapi karerna terjadi kerusakan pada sifat-sifat organoleptiknya akibat reaksi-reaksi kimia.

Pemanasan dengan sterilisasi komersial umumnya dilakukan pada bahan pangan yang sifatnya tidak asam atau bahan pangan berasam rendah. Yang tergolong bahan pangan ini adalah bahan pangan hewani seperti daging, susu, telur, dan ikan serta beberapa jenis sayuran seperti buncis dan jagung. Bahan pangan berasam rendah mempunyai risiko untuk mengandung bakteri Clostridium botulinum, yang dapat menghasilkan racun yang mematikan jika tumbuh dalam makanan kaleng. Oleh karena itu spora bakteri tersebut harus dimusnahkan dengan pemanasan yang cukup tinggi.Sterilisasi komersial adalah pemanasan pada suhu 121,1 ˚C selama 15 menit dengan menggunakan uap air bertekanan, dilakukan dalam autoklaf. Tujuan sterilisasi komersial terutama untuk memusnahkan spora bakteri patogen termasuk spora bakteri C. Botulinum.

96

Pendinginan

Pendiginan adalah penyimpanan bahan pangan di atas suhu pembekuan bahan yaitu -2 -10 0C. Cara pengawetan dengan suhu rendah lainya yaitu pembekuan. Pembekuan adalah penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku yaitu pada suhu 12 - 24 0C. Pembekuan cepat (quick freezing) di lakukan pada suhu -24 - 40 0C (Winarno, 1993).

Pendinginan biasanya dapat mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau minggu tergantung pada macam bahan panganya, sedangkan pembekuan dapat mengawetkan bahan pangan untuk beberapa bulan atau kadang beberapa tahun. Perbedaan lain antara pendinginan dan pembekuan adalah dalam hal pengaruhnya terhadap keaktifan mikroorganisme di dalam bahan pangan. Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan pangan tidak dapat membunuh bakteri, sehingga jika bahan pangan beku

(http://perikanan38.blogspot.com/2017/03/pengawetan-ikan-dengan-suhu-rendah.html) di akses pada 04, April 2019

97

misalnya di keluarkan dari penyimpanan dan di biarkan mencair kembali (thawing), pertumbuhan bakteri pembusuk kemudian berjalan cepat kembali.Pendinginan dan pembekuan masing-masing juga berbeda pengaruhnya terhadap rasa, tekstur, nilai gizi, dan sifat-sifat lainya.Beberapa bahan pangan menjadi rusak pada suhu penyimpangan yang terlalu rendah.

Fermentasi

Proses fermentasi dalam pengolahan pangan adalah proses pengolahan panan dengan menggunakan aktivitas mikroorganisme secara terkontrol untuk meningkatkan keawetan pangan dengan dioproduksinya asam dan/atau alkohol, untuk menghasilkan produk dengan karekateristik flavor dan aroma yang khas, atau untuk menghasilkan pangan dengan mutu dan nilai yang lebih baik (Winarno, 1993). Contoh-contoh produk pangan fermentasi

(http://www.prfmnews.com/berita.php?detail=manfaat-makanan-fermentasi-yang-tidak-banyak-diketahui-orang) di akses pada 04, April 2019

98

ini bermacam-macam; mulai dari produk tradisional (misalnya tempe, tauco, tape) sampai kepada produk yang modern (misalnya salami dan yoghurt).

Proses fermentasi dalam pengolahan pangan mempunyai beberapa keuntungan-keuntungan, antara lain:

1. Proses fermentasi dapat dilakukan pada kondisi pH dan suhu normal, sehingga tetap mempertahankan (atau sering bahkan meningkatkan) nilai gizi dan organoleptik produk pangan.

2. Karakteristik flavor dan aroma produk yang dihasilkan bersifat khas, tidak dapat diproduksi dengan teknik/metoda pengolahan lainnya.

3. Memerlukan konsumsi energi yang relatif rendah karena dilakukan pada kisaran suhu normal,

4. Modal dan biaya operasi untuk proses fermentasi umumnya rendah, dan teknologi fermentasi umumnya telah dikuasi secara turun temurun dengan baik.

99

Pengeringan

(http://tarchannel.blogspot.com/2015/09/pengolahan-dengan-pengeringan-apa-saja.html) di akses pada 04, April 2019

Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan energy panas (Winarno, 1993). Biasanya, kandungan air bahan tersebut di kurangi sampai 53 batas sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di dalamya.Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga memudahkan transpor, dengan demikian di harapkan biaya produksi menjadi lebih murah.Kecuali itu, banyak bahan-bahan

100

yang hanya dapat di pakai apabila telah di keringkan, misalnya tembakau, kopi, teh, dan biji-bijian.

Di samping keuntungan-keuntunganya, pengeringan juga mempunyai beberapa kerugian yaitu karena sifat asal bahan yang di keringkan dapat berubah, misalnya bentuknya, misalnya bentuknya, sifat-sifat fisik dan kimianya, penurunan mutu dan sebagainya.Kerugian yang lainya juga disebabkan beberapa bahan kering perlu pekerjaan tambahan sebelum di pakai, misalnya harus di basahkan kembali (rehidratasi) sebelum di gunakan.Agar pengeringan dapat berlangsung, harus di berikan energi panas pada bahan yang di keringkan, dan di perlukan aliran udara untuk mengalirkan uap air yang terbentuk keluar dari daerah pengeringan.Penyedotan uap air ini daoat juga di lakukan secara vakum. Pengeringan dapat berlangsung dengan baik jika pemanasan terjadi pada setiap tempat dari bahan tersebut, dan uap air yang di ambil berasal dari semua permukaan bahan tersebut.Factor-faktor yang mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas permukaan benda, suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap di udara, dan waktu pengeringan.

Penggunaan Bahan Kimia

Bahan pengawet dari bahan kimia berfungsi membantu mempertahankan bahan makanan dari serangan makroba pembusuk dan memberikan tambahan rasa sedap, manis, dan pewarna. Contoh beberapa jenis zat kimia : cuka, asam asetat, fungisida, antioksidan, in-package desiccant, ethylene absorbent, wax emulsion dan growth regulatory untuk melindungi buah dan

101

sayuran dari ancaman kerusakan pasca panen untuk memperpanjangkesegaran masam pemasaran. Nitogen cair sering digunakan untuk pembekuan secara tepat buah dan sayur sehinnga dipertahankan kesegaran dan rasanya yang nyaman.

Berdasarkan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dengan revisi No. 1168/ Menkes/ Per/X/1999 menyatakan bahwa bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan penyimpanan (Cahyadi, 2008).

Pengolahan bahan makanan berprotein yang tidak dikontrol dengan baik dapat menyebabkan terjadinya penurunan nilai gizinya. Proses pengolahan makanan protein dibagi menjadi 3 cara, yaitu secara fisik, kimia, dan biologis. Secara fisik biasanya dilakukan dengan penghancuran, atau pemanasan, secara kimia dengan menggunakan pelarut organik, oksidasi atau asam, secara biologis dengan fermentasi atau hidrolisa enzimatis. Diantaran cara pengolahan tersebut, yang paling banyak dilakukan adalah proses pengolahan menggunakan pemanasan, seperti sterilisasi, pemasakan, dan pengeringan. Pengolahan makanan berprotein yang salah dapat menyebabkan penurunan kandungan asam amino dan

102

penurunan daya cerna. Oleh karena itu, pengolahan makanan berprotein jangan dilakukan dengan cara yang benar, seperti tidak melakukan pembakaran, karena dapat menurunkan nilai biologis protein secara signifikan.

Pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi karbohidrat

Ditinjau dari daya cernanya, karbohidrat dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Karbohidrat yang dapat dicerna, yaitu monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa, dsb); disakarida (sukrosa, maltosa, laktosa); serta pati.

2. Karbohidrat yang tidak dapat dicerna, seperti oligosakarida dan serat pangan yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, gum, dan lignin. Pengaruh pemanggangan terhadap karbohidrat umumnya terkait dengan terjadinya hidrolisis. Contohnya pemanggangan akan menyebabkan gelatinisasi pati yang akan meningkatkan nilai cernanya. Sebaliknya, peranan karbohidrat sederhana dan kompleks dalam reaksi Maillard dapat menurunkan ketersediaan karbohidrat dalam produk-produk hasil pemanggangan.Berbagai pengujian telah diterapkan untuk mengukur serat pangan, termasuk metode penentuan kadar serat kasar secara klasik yang hasilnya biasanya lebih rendah dibandingkan penentuan serat pangan secara enzimatis. Istilah serat kasar berbeda dari serat pangan. Serat kasar merupakan bagian dari bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan serat kasar. Sedangkan serat pangan adalah bagian dari bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan. Oleh

103

karena itu, nilai kadar serat kasar biasanya lebih rendah dari serat pangan karena asam sulfat dan natrium hidroksida mempunyai kemampuan yang lebih besar dalam menghidrolisis komponen bahan pangan dibandingkan dengan enzim-enzim pencernaan.

Serealia dan kulitnya dianggap merupakan sumber serat yang baik. Oleh karena bahan tersebut banyak mengalami proses pengolahan terutama ekstrusi HTST (High Temperature Short Time), maka diperkirakan terdapat pengaruh pegolahan terhadap kandungan seratnya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan bahwa proses ekstrusi hanya sedikit mempengaruhi kandungan serat dalam bahan pangan yang diuji.

Pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi lemak

Pada umumnya, setelah proses pengolahan bahan pangan akan terjadi kerusakan lemak yang terkandung di dalamnya. Tingkat kerusakannya sangat bervariasi tergantung suhu yang digunakan serta lamanya waktu proses pengolahan. Makin tinggi suhu yang digunakan, maka kerusakan lemak akan semakin intens. Asam lemak esensial akan terisomerisasi ketika dipanaskan dalam larutan alkali dan sensitif terhadap sinar, suhu, dan oksigen. Proses oksidasi lemak dapat menyebabkan inaktifasi fungsi biologisnya dan bahkan dapat bersifat toksik. Suatu penelitian telah membuktikan bahwa produk voliatil hasil oksidasi asam lemak babi bersifat toksik terhadap tikus percobaan.

Pada proses pemanggangan yang ekstrim, asam linoleat dan kemungkinan juga asam lemak yang lain akan dikonversi menjadi hidroperoksida yang tidak stabil oleh adanya aktivitas

104

enzimlipoksigenase. Perubahan tersebut akan berpengaruh pada nilai gizi lemak dan vitamin (oksidasi vitamin larut lemak) produk.

Pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi vitamin

Stabilitas vitamin di bawah berbagai kondisi pengolahan relatif bervariasi. Vitamin A akan stabil dalam kondisi ruang hampa udara, namun akan cepat rusak ketika dipanaskan dengan adanya oksigen, terutama pada suhu yang tinggi. Vitamin tersebut akan rusak seluruhnya apabila dioksidasi didehidrogenisaasi. Vitamin ini juga akan lebih sensitif terhadap sinar ultraviolet dibandingkan dengan sinar pada panjang gelombang lain. Asam askorbat sedikit stabil dalam larutan asam dan terdekomposisi oleh adanya cahaya. Proses dekomposisi sangat diakselerasi oleh adanya alkali, oksigen, tembaga dan zat besi.

Stabilitas vitamin D dipengaruhi oleh pelarut pada saat vitamin tersebut dilarutkan, namun akan stabil apabila dalam bentuk kristal disimpan dalam botol gelas tidak tembus pandang. Pada umumnya vitamin D stabil terhadap panas, asam dan oksigen. Vitamin ini akan rusak secara perlahan-lahan apabila suasana sedikit alkali, terutama dengan adanya udara dan cahaya. Kelompok asam folat stabil dalam perebusan pada pH 8 selama 30 menit, namun akan banyak hilang apabila diautoklaf dalam larutan asam dan alkali. Destruksi asam folat diakselerasi oleh adanya oksigen dan cahaya. Vitamin K bersifat stabil terhadap panas dan senyawa preduksi, namun sangat labil terhadap alkohol, senyawa pengoksidasi, asam kuat dan cahaya. Niasin akan terhidrolisis sebagian dalam asam dan alkali, namun masih mempunyai nilai

105

biologis yang sama. Pada umumnya, niasin stabil terhadap udara, cahaya, panas, asam, dan alkali.

Asam pantotenat paling stabil pada pH 5,5-7, secara cepat akan terhidrolisis dalam asam kuat dan kondisi alkali akan labil dalam pemanasan kering, larutan asam, dan alkali panas.Vitamin 12 (kobalamin) murni bersifat stabil terhadap pemanasan dalam larutan netral. Vitamin ini akan rusak ketika dipanaskan dalam larutan alkali atau asam dalam bentuk kasar, misalnya dalam bahan pangan. Kolin sangat alkalis dan sedikit tidak stabil dalam larutan yang mengandung oksigen.

Kelompok vitamin B6 meliputi peridoksin, peridoksal, dan peridoksamin. Peridoksin bersifat labil terhadap pemanasan, alkali kuat atau asam, tetapi sensitif terhadap sinar, terutama sinar ultraviolet ketika berada di dalam larutan alkali. Peridoksal dan peridoksamin secara cepat akan rusak ketika diekspos di udara, panas, dan sinar. Ketiganya sensitif terhadap sinar ultraviolet ketika berada di dalam larutan netral atau alkali. Peridoksamin dalam bahan makanan bersifat sensitif terhadap pengolahan.

Pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi mineral

Pada umumnya, garam-garam mineral tidak terpengaruh secara signifikan dengan perlakuan kimia dan fisik selama pengolahan. Dengan adanya oksigen, beberapa mineral kemungkinan teroksidasi menjadi mineral bervalensi lebih tinggi, namun tidak mempengaruhi nilai gizinya.Meskipun beberapa komponen pangan rusak dalam proses pemanggangan bahan pangan, proses tersebut tidak mempengaruhi kandungan mineral

106

dalam bahan pangan. Sebaliknya, perlakuan panas akan sangat mempengaruhi absorpsi atau penggunaan beberapa mineral, terutama melalui pemecahan ikatan, yang membuat mineral-mineral tersebut kurang dapat diabsorpsi meskipun dibutuhkan secara fisiologis. Fiber, protein, dan mineral diduga merupakan komponen utama sebagai penyusun kompleks tersebut.Beberapa mineral seperti zat besi, kemungkinan akan teroksidasi selama proses pemanggangan dan akan mempengaruhi absorppsi dan nilai biologisnya.

Perubahan Kimia dan Nilai Gizi Asam Amino