Selain bangsa Gujarat bangsa lain yang melakukan perdagangan internasional pada masa kerajaan yaitu

Pelabuhan yang terletak paling ujung barat pulau Jawa yaitu pelabuhan Merak Banten sangat akrab bagi masyarakat Indonesia sebagai pelabuhan penyeberangan yang menghubungkan Pulau Jawa dengan Sumatera. Padahal menurut catatan sejarah, pelabuhan Karangantu di Banten ini dulu merupakan pelabuhan besar sekaligus pelabuhan tertua di Pulau Jawa sebagai pintu gerbang perdagangan internasional untuk Nusantara (Indonesia). Dari pelabuhan yang ada di Banten inilah menjadi pintu keluar masuknya para saudagar atau pedagang-pedagang yang berlayar memasuki Nusantara. Terletak sekitar 10 kilometer dari pusat Kota Serang itu, pada abad ke-15 adalah sebuah bandar pelabuhan penting dalam perdagangan internasional. Kala itu, Banten yang masih berbentuk kota menjadi sebuah tempat transit bagi jalur perdagangan antarnegara. Kapal-kapal asing yang hadir di pelabuhan tertua di Jawa dengan nama Karangantu ini berasal dari negara Persia, Arab, Cina, Inggris, Gujarat, Portugis dan Belanda.

Selain bangsa Gujarat bangsa lain yang melakukan perdagangan internasional pada masa kerajaan yaitu

Kesultanan Banten merupakan kerajaan maritim dan mengandalkan perdagangan dalam menopang perekonomian kesultanan. Banten berkembang pesat jadi kota pelabuhan dan kota perdagangan pada era Sultan Banten Pertama Maulana Hasanuddin putra kandung Syarif Hidayatullah atau lebih dikenal sebagai Sunan Gunung Jati. Pada era kepemimpinannya, pusat pemerintahan dipindahkan dari bagian hulu ke hilir Sungai Cibanten dengan maksud memudahkan hubungan dagang dengan pesisir Sumatera melalui Selat Sunda. Awalnya, pelabuhan Karangantu adalah menjadi pelabuhan nelayan.

Pada masa itu Banten melihat adanya peluang akibat situasi dan kondisi perdagangan di Asia Tenggara yang sedang berkecamuk. Saat itu, pedagang dari mancanegara risau karena Malaka jatuh ke tangan Portugis, sehingga pedagang muslim yang tengah bermusuhan dengan Portugis enggan berhubungan dagang dengan Malaka, sehingga para pedagang mengalihkan jalur perdagangan ke Selat Sunda. Mereka singgah di Karangantu. Sejak itu, Karangantu jadi pusat perdagangan internasional yang ramai disinggahi pedagang dari Asia, Afrika, dan Eropa.

Monopoli atas perdagangan lada di Lampung, menempatkan penguasa Banten sekaligus sebagai pedagang perantara dan Kesultanan Banten berkembang pesat, menjadi salah satu pusat niaga yang penting pada masa itu. Perdagangan laut berkembang ke seluruh Nusantara, Banten menjadi kawasan multi-etnis. Dibantu orang Inggris, Denmark dan Tionghoa, Banten berdagang dengan Persia, India, Siam, Vietnam, Filipina, Cina dan Jepang.

Masa Sultan Ageng Tirtayasa (bertahta 1651-1682) dipandang sebagai masa kejayaan Banten. Pada masa itu Banten merupakan sebuah daerah dengan kota pelabuhan yang sangat ramai, serta dengan masyarakat yang terbuka dan makmur.

Di bawah Sultan Ageng Tirtayasa, Banten memiliki armada yang mengesankan, dibangun atas contoh Eropa, serta juga telah mengupah orang Eropa bekerja pada Kesultanan Banten. Dalam mengamankan jalur pelayarannya Banten juga mengirimkan armada lautnya ke Sukadana atau Kerajaan Tanjungpura (Kalimantan Barat sekarang) dan menaklukkannya tahun 1661.Pada masa itu Banten juga berusaha keluar dari tekanan yang dilakukan VOC, yang sebelumnya telah melakukan blokade atas kapal-kapal dagang menuju Banten.

Titik balik kehancuran Banten Lama terjadi saat pecah perang saudara antara Sultan Haji dengan ayahnya, Sultan Ageng Tirtayasa. Sejak itu, pengaruh kesultanan Banten mulai pudar. Banten Lama semakin ditinggalkan setelah pusat pemerintahan dipindah ke Serang. Pelabuhan Karangantu tak lagi dilirik karena kondisi lingkungan akibat pengendapan lumpur yang tidak memungkinkan kapal untuk singgah. Masa keemasan pelabuhan ini berakhir pada abad ke-17.

Melihat kondisi ini Perhubungan Laut tidak tinggal diam, dan masyarakat anten sadar akankebesaran sejarah kerajaan maritim yang pernah membesarkannya mengandalkan perdagangan dalam menopang perekonomiannya agar Banten menjadi kawasan multi etnis( Banten pada saat itu berdagang dengan Persia, Vietnam, Filifina, Jepang, Korea). KSOP Banten bersama masyarakat maritim berusaha mengejar ketertinggalannya, membangun kembali perekonomian melalui transportasi laut bersandar pada Undang – undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran mendorong partisifasi swasta, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah untuk secara bersama dengan pemerintah mengelola pelabuhan kembali menuju perdagangan nasional dan internasional menatap dunia globalisasi.

Teori Gujarat – Sebelum mengenal adanya sebuah agama, penduduk yang tinggal di tanah Nusantara menganut kepercayaan animisme dan dinamisme atau bisa dikatakan belum percaya akan adanya Tuhan. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, Nusantara mulai didatangi oleh ajaran agama dan kebudayaan Hindu Buddha.

Ajaran agama dan kebudayaan tersebut datang dari pernduduk yang berasal dari India, tetapi ada teori yang mengatakan bahwa yang menyebarkan ajaran agama dan kebudayaan Hindu Buddha adalah penduduk lokal yang kembali dari India setelah mempelahari agama dan kebudayaa Hindu Buddha. Hingga saat ini, belum ada teori pasti yang mengungkapkan kebenaran tentang masuknya agama dan kebudayaan Hindu Buddha.

Seiring berjalannya waktu dan zaman yang terus berkembang, agama dan kebudayaan yang masuk ke Indonesia bukan hanya Hindu Buddha, tetapi ada ajaran agama dan kebudayaan Islam yang mulai masuk dan berkembang di tanah Nusantara (Indonesia). Sama halnya dengan masuknya ajaran agama dan kebudayaan Hindu Buddha, ajaran agama dan kebudayaan Islam masuk ke Indonesia juga masih dalam perdebatan, hingga melahirkan beberapa teori tentang masuknya ajaran agama dan kebudayaan Islam.

Salah satu teori masuknya agama Islam ke tanah Nusantara (Indonesia) mengatakan bahwa agama dan kebudayaan Islam masuk ke Nusantara (Indonesia) melalui para pedagang. Banyaknya pedagang yang masuk ke Indonesia karena letak geografis Indonesia sangat strategis. Pedagang-pedagang yang masuk ke Indonesia ada yang berasal dari bangsa Gujarat (India), Arab, Persia, dan lain-lain. Mereka masuk ke Indonesia dengan membawa agama dan kebudayaan Islam. Dengan hadirnya yang dibawa oleh para pedagang membuat penyebaran ajaran agama dan kebudayaan agama Islam berkembang pesat.

Teori yang menjelaskan masuknya agama Islam masuk ke Nusantara (Indonesia) disebut dengan teori Gujarat. Mengapa bisa dinamakan teori Gujarat? dan siapa penemunya? Temukan jawabannya dengan membaca artikel ini. Jadi, selamat membaca.

Pengertian Teori Gujarat

Teori Gujarat ini adalah teori masuknya ajaran agama dan kebudayaan Islam ke Nusantara (Indonesia) melalui para pedagang yang berasal dari Gujarat.

Gujarat itu sendiri adalah salah daerah atau wilayah yang letaknya ada di India bagian Barat. Selain itu, Daerah Gujarat letaknya juga dekat dengan Laut Arab. Oleh sebab itu, nama dari teori ini adalah “Gujarat” karena Islam dibawa masuk oleh para pedagang yang berasal dari Gujarat, India.

Teori Gujarat ini pertama kali dicetuskan atau ditemukan oleh seorang sarjana yang bernama J. Pijnapel pada abad ke-19. Ia adalah seorang sarjana yang berasal dari Universitas Leiden, Belanda. J.Pijnapel berpendapat bahwa pada awal Hijriyyah atau pada abad ke-7 masehi banyak sekali orang Arab yang tinggal atau menetap di Gujarat dan Malabar. Meskipun orang-orang Arab itu menetap di Gujarat, tetapi mereka bukanlah kelompok yang membawa masuk atau menyebarkan ajaran agama dan kebudayaan Islam ke Indonesia. Jalur air yang mereka lewati untuk masuk ke Indonesia adalah Selat Malaka.

Menurut J.Pijnapel yang membawa masuk Islam ke Indonesia adalah orang-orang Gujarat asli yang sudah memeluk agama Islam. Mereka (para pedagang Gujarat) mulai melakukan transaksi dagang ke dunia bagian Timur, termasuk Indonesia. Masuknya para pedagang Gujarat ke tanah Nusantara (Indonesia) dengan membawa agama dan kebudayaan Islam diperkirakan para abad ke-13 Masehi.

Banyak pedagang Gujarat yang menetap di Indonesia dengan alasan menunggu datangnya angin musim. Pada saat menetap itulah para pedagang Gujarat mulai melakukan interaksi sosial dengan penduduk lokal atau pedagang lokal. Dari situlah mulai terjadi asimilasi budaya yang terjadi melalui perkawinan. Dengan perkawinan tersebut, penyebaran ajaran agama dan kebudayaan Islam di Nusantara masuk ke dalam sebuah keluarga.

Semakin banyaknya para pedagang yang melakukan perkawinan dengan penduduk lokal, maka penyebaran agama dan kebudayaan Islam semakin cepat. Setelah sudah banyak penduduk yang memeluk agama Islam, terciptalah sebuah perkampungan bagi para pedagang Islam yang letaknya ada di daerah pesisir.

Bukan hanya perkampungan saja yang dibangun, mereka para pedagang Gujarat mulai mendirikan sebuah Kesultanan Samudera Pasai. Kesultanan Samudera Pasai adalah kerajaan Islam pertama di Nusantara (Indonesia) yang letaknya berada di Aceh.

Dengan lahirnya kerajaan Islam pertama, maka kelahiran-kelahiran kerajaan Islam lainnya semakin tumbuh dengan cepat, sehingga penyebaran Islam tumbuh dengan cepat juga. Bahkan, seiring dengan perkembangannya, kerajaan Islam bukan hanya ada di Aceh, tetapi ada di beberapa pulau di Indonesia, salah satunya adalah pulau Jawa.

Pengembangan Teori Gujarat

1. Snouck Hurgronje

Munculnya teori Gujarat yang dicetuskan oleh J. Pijnapel ternyata mendapatkan sambutan baik dari seseorang orientalis ternama yang berasal dari Belanda dan ia bernama Snouck Hurgronje. Snouck Hurgronje mulai tertarik untuk mengembangkan teori Gujarat ini ketika di beberapa kota pelabuhan Anak Benua India agama Islamnya mulai kokoh.

Snouck Hurgronje berpendapat bahwa orang-orang asli Gujarat (para pedagang) sudah lebih dulu melakukan transaksi dagang dengan penduduk Nusantara (Indonesia) daripada dengan orang-orang Arab (para pedagang). Beliau juga berpendapat bahwa orang-orang Arab (para pedagang) baru datang ke Nusantara (Indonesia) di masa berikutnya. Selain itu, orang-orang Arab yang datang ke tanah Nusantara mayoritas merupakan orang-orang yang berasal dari keturunan Nabi Muhammad S.A.W. Hal itu ditunjukkan dengan adanya gelar “sayid” atau “syarif” yang disematkan di depan nama orang-orang Arab.

Selain bangsa Gujarat bangsa lain yang melakukan perdagangan internasional pada masa kerajaan yaitu
Selain bangsa Gujarat bangsa lain yang melakukan perdagangan internasional pada masa kerajaan yaitu

J.P. Moquette 1856-1927Portret van Jan Veth in 1921

sumber: (https://www.studiegroep-zwp.nl/punt/moquetteartikel.htm)

Teori Gujarat yang dicetuskan oleh J. Pijnapel ternyata dikembangkan lagi oleh J.P. Moquette pada tahun 1912. J.P Moquetta menyatakan pendapat bahwa teori Gujarat ini memang benar bisa dibuktikan. Salah satu bukti itu ada pada batu nisan dari Sultan Malik Al-Saleh yang ada di Pasai, Aceh memiliki kesamaan dengan batu nisan Maulana Malik Ibrahim yang makamnya ada di Gresik, Jawa Timur.

Sultan Malik Al-Saleh wafat pada tanggal 17 Dzulhijjah 831 Hijriah atau 1297 Masehi. Sementara itu, Maulana Malik Ibrahim wafat pada tahun 1419 Masehi. Berangkat dari adanya kesamaan atau kemiripan pada batu nisan Sultan Malik Al-Saleh dan Maulana Malik Ibrahim, maka J.P Moquetta membuat kesimpulan bahwa batu nisan tersebut diimpor dari Gujarat, India. Terlebih lagi, kaligrafi pada batu nisan tersebut adalah kaligrafi khas Gujarat.

Biografi Singkat Penemu Teori Gujarat

1. J. Pijnapel

Penemu dari teori Gujarat adalah seorang sarjana dari Universitas Leiden, Belanda. Beliau lahir pada tahun 1822. Kecerdasan yang dimiliki oleh J. Pijnapel tak perlu diragukan lagi, hal ini dibuktikan dengan gelar profesor yang dimilikinya. Ia menjadi profesor bahasa Melayu pertama yang berhasil menyelesaikan studinya di Universitas Leiden.

Beliau sangat tertarik pada dunia sejarah Indonesia terutama sejarah masuknya ajaran agama dan kebudayan Islam ke tanah Nusantara (Indonesia). Karena ketertarikannya terhadap dunia sejarah masuknya Islam ke Nusantara dan kecerdasan yang ia miliki, maka lahirlah atau muncul teori masuknya ajaran agama dan kebudayaan Islam ke Nusantara (Indonesia). Teori itu hingga saat ini masih digunakan dalam materi masuknya Islam ke Indonesia dan teori itu dikenal dengan nama teori Gujarat.

Bukan hanya itu, beliau juga tertarik dalam dunia kepenulisan. J. Pijnapel menerbitkan sebuah buku yang bercerita tentang perjalanan Abdullah. Buku yang ditulisnya itu berjudul Kisah Pelayaran Abdullah ke Kelantan.

Rekomendasi Buku Terkait Teori Gujarat

Dalam sejarah Indonesia, tidak diragukan lagi bahwa kehadiran Islam telah memberi sumbangan sangat berarti bagi proses perkembangan masyarakat Indonesia. Salah satu kontribusi yang menonjol adalah Islam meletakkan landasan kukuh bagi satu proses komunikasi dan interaksi sosiokultural di antara berbagai masyarakat di wilayah-wilayah yang tersebar di berbagai pulau. Hal tersebut dikarenakan islamisasi, yang berlangsung sejalan dengan meningkatnya jaringan dagang Asia, telah membuat masyarakat Nusantara terhubungkan satu sama lain; bukan hanya dengan tali agama melainkan juga dengan jaringan bisnis dan diplomasi politik. Pada titik ini, Islam tampil sebagai satu kekuatan pengikat yang menyatukan berbagai kelompok masyarakat yang beragam, yang melampaui perbedaan-perbedaan terkait identitas lokal-primordial.

Buku ini menghadirkan narasi dan analisis sejarah bagaimana perkembangan Islam di Nusantara dan peran pentingnya sebagai penyimpul bangsa yang ada. Bagian pertama dari empat bagian yang ada membahas tentang proses awal islamisasi yang berkaitan dengan perdagangan dan pembentukan kerajaan. Bagian selanjutnya memaparkan perkembangan peradaban Islam di bumi Nusantara yang dilanjutkan dengan bagaimana peradaban Islam Nusantara menghadapi tantangan baru berupa kolonialisme. Dan sebagai penutup adalah paparan tentang awal pergerakan modern Islam di Indonesia. Ditulis dengan deskripsi sejarah yang perinci, buku ini dapat menjadi referensi penting bagi para mahasiswa dan juga akademisi dalam hal sejarah Islam, khususnya perkembangan dan dinamika Islam Nusantara.

Mengenal Kerajaan Islam Nusantara

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya. Kalimat itu memang pas untuk menggambarkan sebuah bangsa yang besar. Namun, sungguh ironis di tengah zaman yang katanyanya serba modern ini justru ke-enggan-an generasi muda yang seakan memandang sejarah hanyalah bagian masa lalu yang bahkan tidak penting untuk dipelajari. Jangankan sejarah bangsanya, mungkin kita sendiri jika ditanya nama leluhur kita sendiri paling hanya mentok kakek dan nenek saja. Di atasnya sudah terlupakan seakan tidak penting. Padahal apapun posisi Anda sekarang takkan lepas minimal dari keluarga Anda sendiri. Hal ini penting sebagai identitas Anda dalam membentuk karakter Anda sendiri.

Buku ini hadir mencoba mengenalkan kepada kita tentang sejarah kerajaan Islam di Nusantara. Sebagai umat muslim seyogyanya untuk tahu tidak hanya sebagai wawasan namun dapat menjadi karakter Anda sebagai orang Islam. Selamat membaca dan semoga bermanfaat!!

Sejarah Islam Di Jawa

Selain bangsa Gujarat bangsa lain yang melakukan perdagangan internasional pada masa kerajaan yaitu
Selain bangsa Gujarat bangsa lain yang melakukan perdagangan internasional pada masa kerajaan yaitu

Tidak mudah mengkaji sejarah Islam, khususnya di Tanah Jawa, sebab terbatasnya data-data tentang kapan dan bagaimana Islam datang dan berkembang di Jawa. Narasi yang dipahami hingga saat ini bahwa Islam masuk ke Jawa dibawa oleh para pedagang muslim sekaligus pendakwah dan kemudian dikembangkan lebih kreatif oleh para wali, khususnya Walisongo.

Tetapi, apakah narasi itu sudah cukup menjelaskan tentang sejarah Islam di Jawa? Para sejarahwan berbeda pendapat. Berbagai hasil riset mereka sudah dibukukan berdasarkan perspektif serta fokus kajian yang berbeda-beda sehingga menghadirkan kebergaman pemahaman. Banyaknya publikasi buku-buku sejarah Islam di Jawa, termasuk buku ini, tentu dapat memperkaya khazanah pemahaman kita tentang bagaimana Islam di Tanah Jawa. Namun, buku ini menjelaskan tiga hal pokok, yaitu awal mula kedatangan Islam, para penyebar Islam dan strategi penyebaran Islam di Tanah Jawa. Keunggulan buku ini adalah pada penjelasan kondisi sosial masyarakatJawa, asal-usul orang Jawa, serta keadaan Jawa pra-Hindu-Budha. Dengan demikian, kajian buku ini lebih komprehensif dari buku lainnya.

Genealogi Kerajaan Islam Di Jawa

Buku ini menyajikan sejarah kerajaan-kerajaan di Jawa dari masa Hindu-Buddha hingga peralihan ke masa Islam. Titik fokus yang diangkat dalam tulisan ini adalah bagaimana terjadinya transformasi politik dan religius dari kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha menuju kerajaan-kerajaan Islam di Jawa. Dengan gaya bahasa yang populer, buku ini bermaksud memberikan penjelasan ringan dan mudah dipahami tentang peralihan peradaban di Jawa pada masa lalu.

ISLAM DALAM ARUS SEJARAH INDONESIA Dari Negeri di Bawah Angin ke Negara Kolonial

Selain bangsa Gujarat bangsa lain yang melakukan perdagangan internasional pada masa kerajaan yaitu
Selain bangsa Gujarat bangsa lain yang melakukan perdagangan internasional pada masa kerajaan yaitu

Buku ini menempatkan Islam dalam proses sejarah masyarakat dan wilayah yang kini disebut Indonesia dalam bingkai deskripsi sejarah. Pembahasan buku ini dibagi ke dalam empat bagian utama. Bagian Pertama, berjudul “Negeri di Bawah Angin”, membahas proses awal islamisasi yang terkait erat dengan perdagangan laut dan pembentukan kerajaan; Bagian Kedua berisi pembahasan menyangkut perkembangan peradaban Islam; Bagian Ketiga mengenai tantangan baru menyusul kehadiran Barat di Nusantara, mulai dari VOC hingga pemerintah kolonial Belanda di bumi Indonesia; dan Bagian Keempat adalah penutup yang berisi catatan-catatan penting berkenaan dengan peran Islam sebagai bagian dari dinamika sosial-politik dan budaya masyarakat di Indonesia.

Biografi Singkat Pengembang Teori Gujarat

1. Snouck Hurgronje

Snouck Hurgronje memiliki nama lengkap yaitu Christian Snouck Hurgronje, ia lahir di Oosterhout, Belanda pada 8 Februari 1857. Ayahnya yang bernama JJ. Snouck Hurgronje dan ibunya bernama Anna Maria, mereka berdua merupakan sepasang pendeta. Ibunya yang bernama Anna Maria adalah seorang putri dari pendeta yang bernama D. Christiaan de Visser.

Christian Snouck Hurgronje bisa dikatakan sebagai seorang orientalis atau ahli ketimuran yang berbangsa Belanda. Selain itu, beilau memiliki beberapa keahlian, seperti ahli dalam sejarah agama Islam, ahli dalam permasalah keislaman, ahli bahasa Arab, hingga ahli dalam kebudayaan dan bahasa Indonesia.

Saat berusia 18 tahun, beliau masuk Universitas Leiden, Belanda. Pada awal masuk di Universitas tersebut, ia memilih fakultas Teologi, setelah itu, ia pindah ke fakultas Arab. Christian Snouck Hurgronje mendapatkan gelar Doktor pada tahun 1880.

Ketertarikannya pada bahasa Arab membuat Christian Snouck Hurgronje ingin melanjutkan pendidikannya di Mekkah, Arab. Ketika pada akhir tahun 1884, ia mulai masuk ke kota Mekkah bukan pada musim haji, sehingga ia cukup bebas untuk menggali informasi dari para ulama. Selain itu, ketika masuk Mekkah, ia mengganti namanya menjadi Abdul Gaffar dan tinggal bersama seorang tokoh dari Aceh yang bernama Aboe Bakar Djajadiningrat.

Christian Snouck Hurgronje memiliki tugas untuk melakukan sebuah penelitian tentang suku Aceh dan di tahun 1889, ia pergi ke Indonesia. Selama di Aceh yang melakukan penelitian seputar kehidupan masyarakat dan keagamaan masyarakat Aceh.

Christian Snouck Hurgronje menghembuskan napas terakhirnya pada tanggal 26 Juni 1936. Meskipun sudah wafat, berkat hasil penelitian beliau, kita semua jadi mengetahui tentang sejarah perkembangan agama Islam di Indonesia khususnya di Aceh.

2. J.P Moquette

Selain bangsa Gujarat bangsa lain yang melakukan perdagangan internasional pada masa kerajaan yaitu
Selain bangsa Gujarat bangsa lain yang melakukan perdagangan internasional pada masa kerajaan yaitu

J.P. Moquette 1856-1927Portret van Jan Veth in 1921

sumber: (https://www.studiegroep-zwp.nl/punt/moquetteartikel.htm)

J.P Moquette adalah seorang pedagang perangko dan koin di Surabaya dan beliau pindah dari Belanda pada tahun 1873. Beliau lahir pada 5 Juli 1856 dan meninggal dunia pada tanggal 26 Februari 1927. Ketika sampai di pulau Jawa, J.P Moquette bekerja di sebuah pabrik Kremboeng dan perkebunan gula. Di pabrik dan perkebunan tersebut, beliau memiliki tugas dalam bidang pembukuan. Selama bekerja di pabrik dan perkebunan gula, ia jadi tahu banyak soal kualitas tebu yang baik.

J.P Moquette sangat teratrik pada bidang etnografi, sehingga ia melakukan sebuah penelitian tenta etnografi dan sejarah. Beliau melakukan penelitian tersebut pada tahun 1924. Bahkan, di tahun yang sama J.P Moquette dipilih untuk menjadi koresponden dalam bidang akademik seni dan sains kerajaan Belanda di Amsterdam.

Pengaruh Masuknya Islam Terhadap Budaya Lokal

Masuknya agama Islam ke Indonesia ternaya memeberikan beberapa pengaruh terhadap budaya lokal. Pengaruh itu bisa dilihat pada bangunan dengan corak Islam, seni rupa dengan corak Islam, sastra Islam, penanggalan Islam, dan sistem pemerintah yang dianut agama Islam.

1. Bangunan

Masuknya buadaya Islam pada saat itu memunculkan akuturasi budaya. Salah satu wujud akulturasi tersebut dapat dilihat pada bangunan-bangunan, seperti masjid, istana, dan makam. Pada bangunan masjid, pengaruh Islam dapat kita lihat pada bagian atap masjid dengan bentuk seperti tumpang atau berbentuk seperti limas yang di mana semakin ke atas atapnya akan semakin kecil. Uniknya lagi jumlah atap masjid pasti ganjil dan biasanya akan diberi kemuncak atau mustaka. Contoh masjid dengan bentuk seperti itu, seperti masjid Demak, masjid Gunung Jati, dan masjid Kudus.

Bukan hanya bangunan masjid saja, istana yang ada di Indonesia ternyata bentuk bangunannya merupakan akulturasi dari budaya Islam. Akuturasi itu dapat dilihat pada asritekturnya dan hiasan-hiasan yang ada di istana. Misalnya, istana Kesultanan Yogyakarta yang diberukan patung penjaga Dwarapala (Hindu).

Selain istana dan masjid, bangunan yang terpengaruh dengan masuknya agama Islam adalah makam atau kuburan. Makam juga mengalami akulturasi dengan budaya Islam yang dapat dillihat pada makam-makam kuno yang letaknya ada di atas bukit dan terbuat dari batu. Makam-makam kuno seperti itu sering disebut dengan Jirat atau Kijing. Selain itu, batu nisannya juga terbuat dari batu dan biasanya akan diberikan cungkup atau kubba. Salah sau contoh makan seperti itu adalah makam Sendang Duwur.

2. Seni Rupa

Pada ajaran agama Islam, menggambar manusia atau hewan adalah sebuah larangan, sehingga para umat Islam membuat seni rupa dalam bentuk tulisan arab yang diukir atau sering kita kenal dengan tulisan kaligrafi. Kaligrafi ini sering kita jumpai di masjid, musholla, rumah, dan lain-lain. Selain itu, seni rupa juga mengalami akulturasi yang dibuktikan dengan adanya sinkretisme. Sinkretisme adalah hasil dari gabungan antara dua aliran seni logam. Sinkretisme bukan hanya ditemukan di masjid, tetapi terkadang dapat ditemukan di pintu atau tiang

3. Aksara atau Sastra

Sudah tak bisa dipungkiri bahwa masuknya Islam ke Indonesia dan mulai tersebar ke berbagai pulau membuat perkembangan tulisan arab semakin cepat. Bahkan tulisan Arab berkembang lagi menjadi Arab Melayu. Aksara Arab Melayu sering dikenal sebagai tulisan atau istilah Aksara Arab gundul. Akulturasi dalam bidang aksara juga dapat dilihat dengan perkembangan kaligrafi. Kaligrafi menjadi semakin berkembang, hingga memiliki berbagai macam bentuk yang indah.

Dalam bidang seni sastra, pengaruh Islam sangat terlihat terutama pada perkembangan hikayat. Hikayat adalah cerita atau sebuah dongeng yang isi ceritanya diambil dari sebuah peristiwa atau tokoh-tokoh terkenal. Sastra hikayat ditulis dalam bentuk sastra prosa. Adapun contoh-contoh hikayat, seperti Hikayat Pandawa Lima (Hindu), Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Babad Tanah Jawi (Jawa Kuno), dan lain-lain.

4. Sistem Pemerintahan

Masuknya agama Islam membuat banyak sekali kerajaan Islam yang mulai berdiri, sehingga kerajaan-kerajaan Hindu Buddha mulai mengalami keruntuhan. Pengaruh Islam terhadap sistem pemerintahan dapat kita lihat pada raja-raja Islam terdahulu. Setiap seorang raja pasti memiliki gelar “Sultan” atau “Sunan”. Selain itu, proses pemakaman raja menggunakan proses Islam bukan lagi proses Hindu atau Buddha.

Kesimpulan

Bagi sebagian orang percaya bahwa masuknya Islam ke Nusantara (Indonesia) melalui para pedagang yang datang dari luar Indonesia atau para pedagang yang sudah menganut agama Islam. Namun, bagi sebagian orang lainnya belum percaya dengan teori Gujarat. Namun, berdasarkan teori Gujarat, masuknya Islam ke Nusantara (Indonesia) masih belum pasti, antara abad ke-7 Masehi atau abad ke-13 Masehi. Tak bisa dipungkiri bahwa agama Islam memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap bangsa dan negara Indonesia. Mulai dari adanya bangunan-bangunan bersejarah dengan corak Islam, sistem kalender, hingga karya sastra dengan corak Islam.Sumber: Dari berbagai macam sumber

Penulis: Restu Nasik Kamaluddin

  • Custom log
  • Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas
  • Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda
  • Tersedia dalam platform Android dan IOS
  • Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis
  • Laporan statistik lengkap
  • Aplikasi aman, praktis, dan efisien