Sebutkan 5 upaya untuk mengatasi permasalahan perikanan di Indonesia

Merdeka.com - Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Sos-Ek Perikanan, Nimmi Zulbainarni, mengungkapkan sejumlah permasalahan sektor perikanan saat ini. Dia mengatakan terjadinya penangkapan ikan berlebihan (overfishing) karena industri perikanan yang tidak bekerja secara maksimal.

Penangkapan ikan yang melebihi kapasitas sumber daya ini mengakibatkan kemampuan produksi pada tingkat Maximum Sustainable Yield (MSY) menurun. "Overfishing ini karena tidak bekerjanya industri. Kalau tidak open akses, penangkapan ikan akan melebihi kapasitas," kata Nimmi dalam Konsultasi Publik terkait Rencana Pengelolaan Perikanan Tuna, Cakalang, dan Tongkol (RPP TCT) secara virtual, Jakarta, Rabu (30/9).

MSY menjadi pola penangkapan ikan yang digunakan nelayan Indonesia. Pola ini menangkap ikan saat sumber daya berada di puncak pertumbuhan ekosistem. Pola ini dinilai kurang menguntungkan karena hasil tangkapan tidak maksimal.

Kebijakan berkelanjutan dalam pengelolaan perikanan tangkap seharusnya menggunakan pola Maximum Economic Yield (MEY). Penangkapan ikan dengan pola ini dianggap paling ideal karena produksi ikan di laut menuju puncak ekosistem sumber daya alam.

"Saat itulah kondisi ideal yang diharapkan, di mana akan tercapai keberlanjutan usaha dan keberlanjutan sumber daya secara bersamaan," kata Nimmi.

Sementara itu, kondisi pengusahaan perikanan tangkap Indonesia ini cenderung overfishing karena orientasi pengelolaan kebijakan baru pada spesies tunggal atau spesies dominan. Padahal sumber daya perikanan tropis seperti di Indonesia bersifat gabungan atau multispesies.

Secara bioekonomi, bank ikan, melalui zona inti suatu kawasan konservasi perairan merupakan salah satu cara mewujudkan kepentingan nelayan sekarang dan masa yang akan datang. Efisiensi pada pengelolaan perikanan justru menimbulkan masalah pengangguran antar nelayan.

Jika upaya penangkapan dibatasi pada tingkat yang optimal, beberapa nelayan jadi tidak boleh lagi dipekerjakan. Kecuali jika nelayan bisa menemukan pekerjaan alternatif yang lebih baik di tempat lain.

2 dari 2 halaman

Maka dari itu dalam merancang Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP) perlu memperhatikan keberlanjutan sumber daya ikan dan dunia usaha. Aspek ekologi, ekonomi dan sosial perlu jadi perhatian.

Di sisi ekologi, kebijakan yang dilahirkan pemerintah harus bisa menjaga sumber daya ikan untuk keberlanjutan produktivitas. Begitu juga dengan meminimalkan dampak penangkapan ikan terhadap lingkungan.

"Meminimalkan dampak penangkapan ikan terhadap lingkungan dan sumberdaya ikan, terutama spesies non target," kata Nimmi.

Dari sisi ekonomi, kebijakan harus menghasilkan keuntungan ekonomi bagi pelaku usaha dan masyarakat yang terlibat secara berkelanjutan. Pemerintah juga harus memperhatikan pemasukan dan menggerakkan ekonomi negara.

Sedangkan dari sisi sosial, pemerintah harus mempertimbangkan penghidupan nelayan dan memaksimalkan peluang mata pencaharian nelayan. Termasuk peluang kerja bagi masyarakat yang terlibat di industri perikanan ini.

(mdk/bim)

Baca juga:
KKP Libatkan Negara Perairan Susun Rencana Pengelolaan Perikanan TCT
Geliat Penjualan Ikan Asin Tetap Tangguh di Tengah Pandemi
Cara Budidaya Ikan Gurame, Mudah dan Menguntungkan
Kemendag Pastikan Larangan Ekspor Perikanan RI ke China Bersifat Sementara
KKP Pastikan Ekspor Perikanan ke China Tetap Jalan
Kadin Minta Pengusaha Perikanan Tak Khawatir Adanya Larangan Ekspor ke China
Tanggapan KKP Soal China Moratorium Impor Produk Ikan RI

Tulisan ini juga dipublikasikan di trenlaut.id.

Setiap hari nelayan mengerumuni pasar ikan di Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat untuk menawarkan ikan segar hasil tangkapannya. Mereka berusaha keras untuk menawarkan ikan segar tangkapan mereka kepada pelanggan. Karena kandungan protein dan mikronutriennya, konsumsi ikan berkualitas tinggi menjadi salah satu solusi berbagai masalah kesehatan, seperti stunting dan malnutrisi akut. Omega 3 yang terkandung dalam ikan dapat mencegah penyakit jantung, stroke dan darah tinggi. Untuk mendapatkan manfaat tersebut, kita harus lebih gencar meningkatkan konsumsi ikan.

Secara keseluruhan, konsumsi ikan di Indonesia dari tahun ke tahun menunjukkan tren peningkatan, meski tidak terlalu tinggi. Justru, konsumsi ikan di Indonesia lebih rendah dibandingkan negara lain di Asia Pasifik dengan konsumsi sebesar 12,78 kg/kapita/tahun pada tahun 2011. Jumlah tersebut lebih rendah daripada Kamboja (53,15 kg/kapita/tahun) dan Thailand (31,39 kg/kapita/tahun).

Pasar ikan lokal di Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat. Kredit foto: Wiro Wirandi/EcoNusa

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab rendahnya konsumsi ikan di Indonesia. Pertama, kurangnya infrastruktur yang dibutuhkan untuk mendistribusikan ikan berkualitas tinggi ke konsumen, termasuk infrastruktur pasar yang modern dan mendukung, stok es yang minim, atau kurangnya pendingin di kapal. Masa hidup komoditas ikan segar cenderung pendek, sehingga pengolahan ikan mulai dari kapal sampai ke konsumen harus dilakukan secara memadai dengan rantai nilai yang efektif. Jika tidak, kualitas ikan akan menurun dan konsumsi ikan akan terkena imbasnya.

Kedua, beberapa jenis makanan laut berkualitas tinggi seperti tuna, udang, kepiting, gurita, dan sotong lebih banyak dijual di pasar internasional. Hal ini berkontribusi pada rendahnya konsumsi makanan laut berkualitas tinggi di Indonesia. Konsumen lokal lebih banyak menemukan makanan laut dengan kualitas sedang atau rendah.

Ketiga, masyarakat cenderung lebih memilih daging daripada ikan. Di masyarakat agraris, daging sapi, ayam, telur dan susu lebih disukai daripada ikan. Padahal, protein ikan lebih tinggi (52,7%) dibandingkan daging sapi (19,6%) serta telur dan produk susu (23,2%).

Cara meningkatkan konsumsi ikan.

1. Meningkatkan infrastruktur untuk memperbaiki kualitas dan ketersediaan komoditas makanan laut

Infrastruktur, khususnya pendingin, sangat penting dalam menciptakan rantai pasokan yang efektif dan efisien. Dengan infrastruktur yang memadai, jual beli komoditas ikan akan lebih efisien dan ketersediaan komoditas ikan berkualitas tinggi bagi konsumen domestik juga akan lebih terjamin. Durasi penyimpanan komoditas ikan umumnya relatif sebentar karena konsumen menginginkan produk yang segar. Oleh karena itu, jumlah pendingin perlu diperbanyak. Jika ketersediaan pendingin bagi produsen bisa lebih baik, khususnya bagi masyarakat lokal dan nelayan kecil, mereka dapat menjual produk langsung ke konsumen dan menghindari keterlibatan tengkulak yang biasanya mempunyai pendingin untuk menjaga kesegaran ikan. Dengan begitu, produsen dapat mendapatkan tambahan pendapatan. Jika ketersediaan pendingin ditingkatkan, kesegaran ikan di seluruh kabupaten dan provinsi di Indonesia juga dapat terjaga lebih lama dari fase produksi sampai konsumsi.

2. Menetapkan peraturan pemerintah tentang praktik perikanan berkelanjutan untuk meningkatkan ketersediaan, keberlanjutan dan kualitas ikan

Perikanan ilegal berkontribusi pada turunnya ketersediaan, keberlanjutan, dan kualitas ikan di laut, yang kemudian akan berdampak pada konsumsi. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan, jumlah beberapa komoditas makanan laut dengan nilai ekonomi tinggi semakin berkurang di laut lepas akibat penangkapan yang berlebihan (overfishing). Lebih parahnya lagi, banyak nelayan yang melakukan praktik ilegal seperti menggunakan bom atau jaring insang untuk menangkap ikan dan makanan laut dalam jumlah besar. Karena praktik-praktik yang tidak berkelanjutan ini, kualitas komoditas ikan pun semakin menurun. Saat ini, penggunaan jaring insang sudah dilarang di banyak negara karena merusak insang sehingga membahayakan ikan. Parahnya lagi, ikan dan makanan laut berkualitas tinggi lebih banyak diprioritaskan untuk ekspor sehingga upaya untuk meningkatkan konsumsi ikan berkualitas tinggi di dalam negeri semakin terhambat.

Guna mengatasi masalah ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menerbitkan Peraturan Menteri No. 56 tahun 2016 yang mengatur penangkapan lobster dan kepiting berdasarkan kondisi telur dan ukurannya. Untuk mendukung implementasi peraturan ini, pemangku kepentingan kunci seperti masyarakat lokal, pemerintah daerah, dan mitra pembangunan perlu mengembangkan strategi pelaksanaan hukum di daerah untuk mengawasi dan menindak pelanggaran peraturan. Dengan mengatasi permasalahan penangkapan ikan berlebih dan perikanan ilegal, kita dapat meningkatkan ketersediaan, keberlanjutan, serta kualitas konsumsi ikan dan makanan laut di masa mendatang, termasuk untuk konsumen domestik.

3. Menyadarkan masyarakat tentang pentingnya konsumsi ikan

Banyak pihak yang terlibat dalam upaya peningkatan konsumsi ikan di tingkat rumah tangga. Saat ini, ada beberapa kampanye yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai konsumsi ikan, baik di tingkat nasional maupun daerah, seperti gerakan Gemar Makan Ikan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Salah satu kampanye yang dilakukan di tingkat daerah adalah Festival Gemar Makan Ikan yang diselenggarakan di Kabupaten Raja Ampat untuk meningkatkan kesadaran dan minat masyarakat dalam membeli dan mengonsumsi ikan. Festival ini telah menjadi kegiatan tahunan di Raja Ampat, yang mempersilahkan peserta untuk mengonsumsi ikan secara cuma-cuma. Tak hanya itu, festival ini juga bertujuan untuk membentuk pandangan konsumen tentang kualitas ikan di pasar domestik. Kampanye semacam ini dapat dilakukan dalam skala yang lebih besar untuk lebih meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya konsumsi ikan dan mendorong peningkatan permintaan ikan berkualitas tinggi di pasar domestik.

Dengan tiga cara di atas, ditambah dengan peta jalan untuk meningkatkan konsumsi ikan domestik yang tepat, mudah-mudahan konsumsi ikan di Indonesia akan semakin meningkat.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA