Sebutkan 4 upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengendalikan kebebasan pers di Indonesia

Menentukan Sikap terhadap Upaya Pemerintah dalam Mengendalikan Pers

A. Pemerintah sebagai Sumber Berita

Dalam surat kabar di negara manapun akan ditemukan banyak berita bersumber dari pemerintah melakui bagian dan instansi dan personalianya. Hubungan pers dan pemerintah dalam kerangka mencari dan membuat berita bukanlah hubungan sepihak, melainkan hubungan timbal balik antara dua pihak. Yakni selain ada peranan pemerintah, ada juga peranan pers. Untuk mencapai proses keterbukaan dalam pemerintah, maka lalu lintas pesan melalui pers bagi pemerintah dapat juga memiliki berbagai peranan yang lain.

Masyarakat serentak mengetahui apa yang menjadi peran. Misalnya, dalam pengumuman peraturan baru atau harga baru tentang bahan bakar atau kebijakan penting lainnya, pesan itu sampai ke masyarakat secara serentak, cepat dan seluas-luasnya. Karena pers berperan sebagai komunikator dalam hal ini antara pemerintah dan masyarakat, masuk akal bila pemerintah menjadi sumber pokok pemberitaan pers, maka sentral-sentral pengambilan keputusan dari pemerintah ditempatkanlah wartawan.

Pada Pers pun terdapat beberapa pertimbangan yang menjadikan sandarannya dalam mencari berita dari sumber pemerintah.

  • Untuk menyampaikan pesan pemerintah dan berbagai instansinya, yang patut diketahui masyarakat. Maksudnya agar terjadi komunikasi dalam proses pemerintahan dan terjadi pula penyebaran pengetahuan tentang kebijakan pokok, tindak lanjut, rencana dan masalah-masalah yang dihadapi pemerintah.
  • Keperluan untuk mengecek, untuk melengkapi bahan dan menguji kebenarannya sebelum diterbitkan, maka pers datang kepada instansi yang bersangkutan.

B. Pengendalian Pers oleh Pemerintah

Upaya-upaya pemerintah dalam mengendalikan Pers;

  1. Pembuatan UU Pers, UU No. 11/1966, UU No. 21/1982, UU No. 40/1999.
  2. Memfungsikan Dewan Pers sebagai pembina Pers Nasional.
  3. Menegakkan supremasi hukum.
  4. Sosialisasi dan peningkatan kesadaran rakyat akan HAM.

Salah satu dari prinsip yang diakui oleh semua negara demokrasi adalah bahwa campur tangan pemerintah dalam bentuk sensor, prasensor, izin wajib untuk media cetak dan pembatasan import produk media dari luar negeri atau pelarangan pers secara administratif dianggap sebagai pelanggaran-pelanggaran pada hal-hal kebebasan menyatakan pendapat dan informasi. Pada masa Orde Baru pengendalian pemerintah terhadap pers tampak dalam beberapa hal antara lain sebagai berikut;

  • Untuk memasuki sekitar industri media massa bagi para pelaku bisnis dengan pemberian SIUPP secara selektif berdasarkan kriteria politik tertentu.
  • Kontrol terhadap individu dan kelompok pelaku profesional [wartawan] melalui mekanisme seleksi dan ketentuan [menjadi anggota PWI].
  • Kontrol terhadap sumber daya, antara lain berupa norma kertas oleh pihak yang memiliki kedekatan dengan penguasa.
  • Kontrol terhadap akses ke pers, berupa pencekalan terhadap tokoh -tokoh oposan tertentu agar tidak tampil dalam pemberitaan pers.

Pada era reformasi, keadaan berupa sedemikian cepat pada saat itu keterbukaan informasi mulai terjadi pers bebas memberitakan segala tindak-tanduk pemerintah, khususnya setelah UU pers baru, UU No. 40/Tahun 1999 ditetapkan. Ketentuan mengenai SIUPP pun tidak berlaku. Departemen Penerangan dibubarkan oleh Presiden Abdurrahman Wahid.

Sekarang permasalahannya bagaimana seharusnya hubungan antara pers dan pemerintah? Dalam teori liberalisme, termasuk liberalisme yang telah mengalami berbagai informasi seperti keadaan sekarang di negara-negara industri barat, pers merupakan lembaga yang otonom, independen dengan tugas pokok penjaga atau pengontrol pemerintah. Semangatnya ditafsirkkan sebagai semangat paling curiga dan bermusuhan. Hal itu nampak karena cenderung memakai bahasa lugas dan kata-kata langsung. Kondisi ini tidak lepas dari sistem budaya yang berlaku di dunia barat. Di negara kita tentu tidak harus seperti itu, bahwa hubungan pers dan pemerintah dalam sistem demokrasi Indonesia dewasa ini bukanlah tunduk, namun juga tidak bermusuhan, melainkan seiring yang disebut juga dengan parnership, interaksi positif atau yang lazim sekarang disebut interaksi konstruktif.

Pada taraf perkembangan sekarang, oleh perkembangan sejarah maupun keperluan, maka yang kuat adalah pemerintah. Bukan berarti kita buta akan kemungkinan terakumulasinya kekuasaan yang cenderung bersalah guna. Itulah sebabnya, sekalipun dalam posisi hubungan baik, hubungan seiring dan hubungan positif, kontrol dan koreksi tetap menjadi salah satu tugas pers yang penting.

Dalam daerah kontrol dan koreksi inilah gangguan interaksi positif sering terjadi, semua pihak senang dan bergairah manakala isi pers menyangkut yang baik, yang memuji, yang menunjang yang positif, persoalan timbul jika isi pers mengandung kritik, koreksi kontrol dan hal-hal yang negatif. Perlu disepakati bersama, bahwa hubungan pers dan pemerintah dalam sistem pemerintahan Indonesia, memperolehkan, bahkan menganjurkan berlakunya peranan kontrol dan koreksi. Sehari-hari, hal itu berarti, pers bisa mengemukakan hal-hal yang benar terjadi dan benar ada sekalipun tidak enak, mengandung hal-hal negatif dan menyampaikan kritik serta koreksi. Karena kita semua, termasuk pers, tidaklah senang dikritik apabila kritiknya secara terbuka, maka masuk akal bila dalam kawasan ini akan selalu ada persoalan.

Demikianlah ulasan mengenai “Menentukan Sikap terhadap Upaya Pemerintah dalam Mengendalikan Pers”, yang pada kesempatan ini dapat dibahas dengan singkat. Semoga bermanfaat bagi para pembaca!

*Rajinlah belajar demi Bangsa dan Negara, serta jagalah kesehatanmu!

*Semoga sukses dan impian baikmu terwujud!


  • Pemerintah sebagai Sumber Berita,
  • Pengendalian Pers oleh Pemerintah,
  • Upaya-upaya pemerintah dalam mengendalikan Pers.

Pelaksanaan kebebasan pers yang secara mutlak tanpa batas ternyata justru menimbulkan permasaiahan yang mengganggu kebebasan manusia itu sendiri. Hal ini disebabkan dengan kebebasan yang dilaksanakan secara mutlak semakin menimbulkan terlanggarnya hak-hak orang lain dalam hidup bermasyarakat. Pers yang bebas mengungkap berita yang menyangkuthak kerahasiaan seseorang berarti melanggar hak-hak kodrati yang bersangkutan. Untuk mengantisipasi hai-hal tersebut maka pemerintah mengambil langkah langkah untuk mengendalikan agar kebebasan pers tidakdisalahgunakan. Upaya-upaya tersebut dengar bekerja sama dengan lembaga terkait rhengeiuarkan UU No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaar menyampaikan pendapatdi mukaumum, UU No. 24 tahun 1997 tentang penyiaran, UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers.

Dimana dalam Undang-Undang tersebut teiah dimuat tentang kode etik atau tatakrama pers yang baik, bebas dan bertanggung jawab. Selain itu upaya lain yang ditempuh adalah menegakkan ketentuan undang-undang hukum pidana yang berhubungan dengan sanksi terhadap pelanggaran kebebasan pers. Misalnya sanksi terhadap penyalahgunaan penyampaian informasi dan komunikasi sebagaimana termuat dalam KUHP, antara lain sebagai berikut:

Delik penghinaan presiden dan wakil presiden

Dalam Pasal 137 KUHP teiah dimuat sanksi terhadap penghinaan presiden dan wakil presiden

  • Barang siapa menyiarkan, mempertontonkan, atau menempelkan tulisan atau gambar yang isinya menghina Presiden atau Wakil Presiden dengan niat supaya diketahui orang banyak atau lebih diketahui oleh orang banyak dihukum selama-lamanya satu tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,00
  • Jika si tersalah melakukan kejahatan itu dalam jabatannya dan pada waktu melakukan kejahatan itu belum lewat dua tahun sesudah pemidanaannya yangdahuiu menjadi tetap karena kejahatan yang semacam maka ia dipecatdari jabatannya.

Pasal-pasal lain berkaitan dengan penghinaan terhadap. pejabat atau aparat pemerintahan, misalnya Pasal 144 tentang Penghinaan terhadap Raja atau Kepala Negara dari Negara Sahabat, Pasal 207 dan 208 tentang Penghinaan terhadap Aparat Pemerintah.

Delik penyebar kebencian [haatzsfi artikelen]

Delik ini dinyatakan dalam Pasal 154 KHUP:’’Barangsiapa dimuka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap Kepala Pemerintahan Indonesia dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,00.”

Kemudian, pada Pasal 155 KUHPdisebutkan:” Barang siapa menyiarkan , mempertontonkan , atau menempelkan surat atau gambar yang isinya dengan maksud supaya isi surat atau gambar itu diketahui oleh orang banyak dihukum penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya  Rp. 4.500,00.”

Delik penghinaan agama

Penodaan atau penyebaran kebencian atau rasa permusuhan juga diatur dalam KUHP. Masalah penodaan terhadap agama diatur dalam Pasal 156 KHUP, yaitu berbunyi: “Dipidana dengan pidana selama- lamanya lima tahun, barang siapa dengan sengaja dimuka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia dengan maksud agar orang tidak menganut agama apapun, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Delik Kesusilaan/pornografi

Pasal 282 KUHP memuat ketentuan 3 macam perbuatan yang diancam hukuman pidana ,yaitu

  • secara terang-terangan menyiarkan,menempelkan,atau mempertontonkan tulisangambar, atau barang yang melanggar kesopanan.
  • secara terang-terangan membuat,membawa keluar atau menyediakan tulisan,gambar atau barang yang melanggar kesopanan;
  • secara terang-terangan menyiarkan, menunjukan, atau menawarkan dengan tidak diminta tulisan, gambar, atau barang yang melanggar kesopanan

Iklan yang menipu

Penyampaian informasi yang berupa berita, iklan layanan bagi kepentingan para pengusaha atau lembaga yang mencari keuntungan ekonomis juga dimuatdalam pers. Apabila cara penyampaian pada suatu media massa tidak sesuai dengan kode etikperiklanan, kemungkinan besar iklan itu merugikan masyarakat. Iklan yang dimuat pers Indonesia haruslah bersifat membangun yang bermanfaat bagi perkembangan dan kemajuan masyarakat Indonesia, bebas dari cara-cara yang bersifat amoral atau asosial, serta sesuai dengan kepribadian dan sopan santun yang berlaku dalam masyarakat Indonesia. Oleh sebab itu, perlu ditolak atau dibatalkan pemasangan iklan yang berikut:

  • yang bersifat tidak jujur, menipu, menyesatkan, dan merugikan suatu pihak, baik moral m’aupun material atau kepentingan umum;
  • yang dapat melanggar hukum, mengganggu ketentraman umum, atau yang dapat menyinggung rasa susila, yang bersifat pronografi atau vulgar;
  • yang dapat merusak pergaulan masyarakat, yang dapat menimbulkanefekpsikoiogis yangmerusak kepribadian bangsa, serta dapat merusak nama baik dan martabatseseorang.
  • Yang dapat merusak kepentingan nasional secara moral, metprialdan spiritual atau kepentingan lain yang berlawanan dengan asas Pancasila;
  • Yang bertentangan dengan kode profesi golongan lain [dokter, penasehat hukum, dan sebagainya] demi menghormati kode etik profesi tersebut.

Demikian penjelasan yang bisa kami sampaikan tentang Upaya Pemerintah Dalam Mengendalikan Kebebasan Pers Di Indonesia. Semoga postingan ini bermanfaat bagi pembaca dan bisa dijadikan sumber literatur untuk mengerjakan tugas. Sampai jumpa pada postingan selanjutnya.

Baca postingan selanjutnya:

Video yang berhubungan