OSHA Staff2022-07-14T11:23:05+07:00
Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) tahun 1952, kecelakaan kerja dapat diklasifikasikan sebagai berikut (ILO, 1980:43)
Klasifikasi menurut Jenis Kecelakaan Menurut jenisnya, kecelakaan dapat dikategorikan sebagai berikut:
- Terjatuh,
- Tertimpa benda jatuh,
- Tertumbuk atau terkena benda, terkecuali benda jatuh,
- Terjepit oleh benda,
- Gerakan yang melebihi kemampuan,
- Pengaruh suhu tinggi,
- Terkena arus listrik,
- Kontak dengan bahan berbahaya atau radiasi,
- Jenis lain termasuk kecelakaan yang datanya tidak cukup atau kecelakaan lain yang belum masuk klasifikasi tersebut
Klasifikasi menurut Penyebab
Mesin
Mesin yang dapat menjadi penyebab kecelakaan, diantaranya
- Pembangkit tenaga terkecuali motor listrik,
- Mesin penyalur (transmisi),
- Mesin-mesin untuk mengerjakan logam,
- Mesin pengolah kayu,
- Mesin pertanian,
- Mesin pertambangan,
- Mesin lain yang tak terkelompokkan.
Alat angkutan dan peralatan terkelompokkan
Klasifikasi ini terdiri dari:
- Mesin pengangkat dan peralatannya,
- Alat angkutan yang menggunakan rel,
- Alat angkutan lain yang beroda,
- Alat angkutan udara,
- Alat angkutan air,
- Alat angkutan lain.
Peralatan lain
Penyebab kecelakaan kerja oleh peralatan lain diklasifikasikan menjadi:
- Alat bertekanan tinggi,
- Tanur, tungku dan kilang,
- Alat pendingin,
- Instalasi listrik, termasuk motor listrik tetapi dikecualikan alat listrik (tangan),
- Perkakas tangan bertenaga listrik,
- Perkakas, instrumen dan peralatan, diluar peralatan tangan bertenaga listrik,
- Tangga, tangga berjalan,
- Perancah (Scaffolding),
- Peralatan lain yang tidak terklasifikasikan.
Material, Bahan-bahan dan radiasi
Material, Bahan-bahan dan radiasi yang dapat menjadi penyebab kecelakaan diklasifikasikan menjadi:
- Bahan peledak,
- Debu, gas, cairan, dan zat kimia, diluar peledak ,
- Kepingan terbang,
- Radiasi,
- Material dan bahan lainnya yang tak terkelompokkan.
Lingkungan kerja
Faktor dari Lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kecelakaan diantaranya berupa:
- Di luar bangunan,
- Di dalam bangunan,
- Di bawah tanah.
Perantara lain yang tidak terkelompakkan Penyebab kecelakaan berdasarkan perantara lain yang tidak terkelompokkan terbagi atas:
- Hewan,
- Penyebab lain. Perantara yang tidak terklasifikan karena kurangnya data. Kurangnya data penunjang dari penyebab kecelakaan, dapat diklasifikasikan tersendiri dalam satu kelompok.
Klasifikasi menurut Sifat Luka
Menurut sifat luka atau kelainan, kecelakaan dapat dikelompokkan menjadi:
- Patah tulang,
- Dislokasi atau keseleo,
- Regang otot atau urat,
- Memar dan luka yang lain,
- Amputasi,
- Luka lain-lain,
- Luka di permukaan,
- Gegar dan remuk,
- Luka bakar,
- Keracunan-keracunan mendadak,
- Akibat cuaca dan lain-lain,
- Mati lemas,
- Pengaruh arus listrik,
- Pengaruh radiasi,
- Luka yang banyak dan berlainan sifatnya.
Klasifikasi menurut Letak Kelainan
Berdasarkan letak kelainannya,
jenis kecelakaan dapat dikelompokkan pada:
- Kepala,
- Leher,
- Badan,
- Anggota atas,
- Anggota bawah,
- Banyak tempat,
- Kelainan umum,
- Letak lain yang tidak dapat dimasukkan klasifikasi tersebut.
Sedangkan menurut Bennet NB. Silalahi dalam analisa sejumlah kecelakaan, kecelakaan kerja dapat dikelompokkan kedalam pembagian kelompok yang jenis dan macam kelompoknya ditentukan sesuai dengan kebutuhannya. Misalnya kelompok: Tingkat Keparahan Kecelakaan Dalam Mijin Politie Reglement Sb 1930 No. 341 kecelakaan dibagi menjadi 3 tingkat keparahan, yakni mati, berat dan ringan.
Dalam PP 11/1979 keparahan dibagi dalam 4 tingkat yakni mati, berat, sedang dan ringan. Daerah Kerja atau Lokasi Dalam pertambangan minyak dan gas bumi, ditentukan kelompok daerah kerja: seismik, pemboran, produksi, pengolahan, pengangkutan, dan pemasaran.
5
2.3.1
Klasifikasi Kecelakaan
Klasifikasi kecelakaan akibat kerja bersifat jamak, karena pada
kenyataannya kecelakaan akibat kerja biasanya tidak disebabkan hanya satu
faktor, tetapi banyak faktor yang saling berkaitan untuk menyebabkan
terjadinya kecelakaan. Menurut International Labour Organization
(ILO)
tahun 1962 dalam Suma’mur (1995), kecelakaan akibat kerja diklasifikasikan
menjadi 4 macam penggolongan, yaitu :
1.
Klasifikasi menurut jenis kecelakaan akibat kerja:
a.
Tertimpa benda jatuh
b.
Terjatuh
c.
Tertumbuk benda-benda, kecuali benda jatuh
d.
Terjepit
e.
Gerakan yang diluar kemampuan
f.
Suhu tinggi
g.
Terkena listrik
h.
Kontak langsung atau teradiasi dengan bahan-bahan berbahaya
2.
Klasifikasi menurut penyebab kecelakaan akibat kerja:
a.
Mesin, misalnya mesin pembangkit tenaga listrik.
b.
Alat angkut dan alat angkat.
c.
Peralatan lain, misalnya instalasi pendingin dan alat-alat listrik.
d.
Bahan-bahan atau zat-zat radiasi.
e.
Lingkungan kerja.
3.
Klasifikasi menurut sifat luka:
a.
Patah tulang
b.
Keseleo
c.
Regang otot atau urat
d.
Memar atau luka dalam
e.
Amputasi
f.
Luka-luka lain.
g.
Luka di permukaan.
h.
Gegar dan remuk.
i.
Luka bakar.
j.
Keracunan-keracunan mendadak (akut).
k.
Akibat cuaca.
l.
Mati lemas.
m.
Pengaruh arus listrik.
n.
Pengaruh radiasi.
o.
Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya.
4.
Klasifikasi Menurut Letak Kelainan atau Luka Di Tubuh:
a.
Kepala.
b.
Leher.
c.
Badan.
d.
Anggota atas.
e.
Anggota bawah.
f.
Banyak tempat.
g.
Kelainan umum.
h.
Letak lain yang tidak termasuk
ke dalam klasifikasi tersebut.
(Suma’mur, 1995)
Page 2
6
2.3.2
Penilaian Resiko Kerja
Penilaian resiko kerja bertujuan untuk menentukan prioritas tindak
lanjut, karena tidak semua aspek bahaya potensional yang dapat ditindak
lanjuti (Sastrohadiwiryo, 2005). Berikut merupakan metode penilaian resiko:
1.
Frekuensi kecelakaan yang terjadi di tempat kerja (F) Frekuensi
kecelakaan adalah tingkat seringnya terjadi kecelakaan atau bahaya yang
akan terjadi atau seberapa sering kejadian kecelakaan akan terjadi.
Didalam menentukannya yang terjadi di tempat kerja, kita dapat
menggunakan skala frekuensi kecelakaan berdasarkan pada jumlah
kecelakaan.Tingkat frekuensi bisa dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 : Tingkat frekuensi
2.
Konsekuensi kecelakaan yang terjadi di tempat kerja(C) Konsekuensi
kecelakaan yaitu tingkat keparahan atas kejadian kecelakaan yang dapat
atau akan terjadi. Kriterianya ditentukan berdasarkan kerugian pada biaya
kecelakaan yang terjadi yang ditanggung oleh perusahaan untuk
perawatan dapat dilihat di tabel 2.2
Tingkat konsekuensi.
(Sastrohadiwiryo, 2005)
Skala
Frekuensi
Definisi frekuensi
5
Certain (pasti)
Dapat terjadi kapan saja, pasti terjadi 1 kasus /100 orang pertahun.
4
Probable (sangat mungkin)
Dapat terjadi secara berkala, sangat mungkin terjadi 1 kasus/1000
orang pertahun.
3
Possible
(mungkin) Dapat terjasi kondisi tertentu, sangat mungkin terjadi 1
kasus/10000 orang pertahun.
2
Very unlikely (kecil kemungkinan)
Dapat terjadi, tetapi jarang/kecil kemungkinannya 1 kasus/100.000
orang pertahun
1
Almost impossible
(hampir tidak
mungkin)
Memungkinkan tidak mungkin terjadi, hampir tidak mungkin
1
kasus/1.000.000 orang pertahun.
Page 3
7
Tabel 2.2 Tingkat konsekuensi
Terjadi kecelakaan dan dibutuhkan perawatan inap di rumah sakit, atau disertai dengan kerugian
materi besar
5
Fatality (fatal)
Terminasi yang sama untuk kerugian kerusakan yang digunakan pada lingkungan, atau terjadi
kecelakaan yang menimbulkan cacat tetap dan atau kematian, atau disertai dengan kerugian materi
yang sangat besar. (>Rp 10.000.000, per orang)
Skala
Konsekuensi
Definisi Konsekuensi
(Rp.0 s/d Rp 50.000) per orang
Terjadi kecelakaan dan dibutuhkan tindakan P3K setempat, atau disertai kerugian materi sedang
(Rp.50.000 s/d Rp 100.000) per orang
2
Injuri (luka kecil)
(Rp.400.000 s/d Rp 10.000.000) per orang
3
Lost time injuri
Terjadi kecelakaan dan dibutuhkan bantuan tenaga (Luka kecelakaan yang menimbulkan waktu
kerja hilang)
4
Incapacity (hampir fatal)
No/trivial effect
Terjadi insiden kecil atau disertai kerugian material nihil sampai dengan sangat kecil
1
2.4 Definisi Bahaya
Bahaya adalah segala sesuatu yang dapat merugikan dan menyebabkan
kecelakaan atau mempengaruhi kesehatan manusia
(Siahaan, 2009. P.107). Setiap
bahaya yang muncul harus dicatat dan diidentifikasi penyebab bahaya tersebut agar
tidak terjadi kembali dan tidak merugikan manusia dan perusahaan.
2.5 Identifikasi Bahaya
Identifikasi bahaya adalah suatu usaha untuk mengetahui, mengenal, dan
memperkirakan adanya bahaya pada suatu sistem baik itu peralatan, tempat kerja,
prosedur, aturan, dan lainnya, dimana kegiatan identifikasi meliputi mendiagnosa
dan menentukan bahaya,
mengenal proses atau urutan aktifitasnya, kemungkinan,
sebab-sebab dan akibatnya.
Identifikasi bahaya merupakan suatu upaya untuk mengontrol resiko kerja
dan meminimalkan hal-hal yang membahayakan bagi manusia dan
lingkungan(Roelofs, 2007. P.1).
2.6 Penyebab Kecelakaan Kerja
Birds dan Germain
(1990) memodifikasi teori Domino Heinrich dengan
mengemukakan peranan manajemen dalam keselamatan dan kesehatan kerja. Teori
mereka dikenal dengan nama
Loss Causation Model
yang berisikan petunjuk yang
memudahkan penggunannya untuk memahami bagaimana menemukan faktor
penting dalam
rangka mengendalikan kecelakaan dan kerugian. Mereka menjelaskan
bahwa suatu kerugian
(loss) disebabkan oleh serangkaian faktor berurutan yang
terdiri dari :
1.
Lack of Control by Management(Kurangnya Kendali)
Penyebab Lack of Control, yaitu :
a.
Inadequate Programe Standards (Standar yang tidak jelas).
Page 4
8
b.
Inadequate Compliance with Standards
(Kurangnya pemenuhan
standar merupakan penyebab yang sering terjadi).
2.
Basic Causes (Penyebab Dasar)
a.
Personal Factor, faktor kepemimpinan atau pengawasan.
b.
Job Factor, tidak sesuainya design engineering.
3.
Immediate Causes
a.
Faktor sub-standards act, contoh mengoperasikan unit tanpa izin.
b.
Fakor sub-standards
conditions, contoh kebisingan, iklim kerja,
ventilasi kerja, dan lain-lain.
4.
Incident
a.
Contact with Energy, kejadian incident terjadi akibat adanya kontak
dengan energi.
b.
Contact with
Substance, kejadian incident terjadi akibat adanya
kontak dengan substansi.
5.
Loss (Kerugian)
a.
People, kerugian yang terjadi pada manusia atau pekerja.
b.
Property, kerugian yang terjadi pada peralatan atau properti.
c.
Process, kerugian yang terjadi pada proses produksi.
Lack of Control by Management
1
Basic Causes
(Personal & Job Factors)
2
Immediate Causes
(Sub-Standards Act & Conditions)
3
Incident
(Contact with Energy or Substance)
4
Loss
(People, Property, Process)
5
Gambar 2.1
Loss Causation Model(Bird&Germain (1990)
Ferrel dalam Colling(1990), menyatakan bahwa kecelakaan merupakan
hasil
dari penyebab berantai, satu atau lebih dari penyebab tersebut merupakan kesalahan
manusia. Kesalahan manusia ini disebabkan salah satu dari 3 situasi di bawah ini,
yaitu:
1.
Overload (beban yang berlebihan)
merupakan ketidak
sesuaian dari
kapasitas manusia dan beban yang ditujukan padanya. Overload dapat
dipelajari dalam model ini dengan melihat sumber-sumber dari beban,
seperti beban tugas, beban situasi, beban dari lingkungan sekitar, dan
beban dari dalam diri sendiri. Sumber dari beban ini kemudian bisa
dibandingkan dengan sumber-sumber dari kapasitas yang merupakan
dukungan alami seseorang, seperti keadaan fisiknya, pikirannya, tingkat
pelatihan, dan kelelahan.
Dan semua ini terjadi saat seseorang berada
dalam dukungan tertentu yang mendorong dan memotivasinya.
Page 5
9
2.
Tanggapan yang salah oleh seseorang dalam situasi yang dikarenakan
ketidakcocokan yang mendasar terhadap apa yang ia tujukan.
Ketidakcocokan dapat dipelajari dalam model ini dengan melihat pada
dasar-dasar ketidakcocokan yang bisa jadi muncul di antara pendorong
dan tanggapan yang diminta atau dengan melihat ketidakcocokan di
dalam situasi kerja.
3.
Aktivitas yang tidak semestinya yang ia lakukan karena ia tidak tahu apa
yang lebih baik, maupun karena ia dengan sengaja mengambil risiko.
Aktivitas yang tidak semestinya dapat dipelajari di dalam bagian-bagian
dari apakah seseorang mengetahui atau tidak aktivitas yang benar dan
sengaja atau tidak memanfaatkan kesempatan untuk mengambil
keputusan, bisa jadi karena ia merasa situasi tersebut memiliki
kemungkinan bahaya yang relatif rendah atau karena ia merasa potensi
untuk terjadi kecelakaan relatif rendah. Hal ini kemudian akan menjadi
masalah sifat situasi.
Berdasarkan teori-teori tersebut dapat digolongkan penyebab dari kecelakaan
kerja sehingga dapat digolongkan kecelakaan kerja termasuk dalam teori nya dan
bagaimana cara menanggulangi kecelakaan tersebut.
2.7
Diagram Tulang Ikan (Fishbone Diagram).
Fishbone diagram atau diagram tulang ikan merupakan diagram yang
menggambarkan hubungan antara karakteristik kualitas/Akibat dengan faktor-
faktornya/penyebabnya sehingga didapatkan suatu hubungan sebab akibat untuk
mencari akar dari suatu pokok permasalahan ditinjau dari berbagai faktor yang ada.
Gambar 2.2 Diagram Fishbone.
Diagram Tulang Ikan ini dikembangkan pertama kali oleh Prof. Kaoru
Ishikawa dari Universitas Tokyo pada tahun 1950. Gambar 2.2
menunjukan struktur
Fishbone. Karakteristik mutu digambarkan pada kepala ikan sedangkan faktor yang
mempengaruhinya dituliskan di bagian ekor panah-panah yang mewakili tulang ikan
yang ada di bagian kiri diagram. Untuk aktivitas pemecahan masalah
(problem
Page 6
10
solving)
yang ada di kepala ikan adalah masalah yang akan dianalisa penyebabnya,
sedangkan penyebab-penyebab yang berpengaruh terhadap timbulnya masalah
dituliskan di bagian ekor panah. (Eriksson, 2008. P. 395)
Faktor-faktor yang umum digunakan dalam Fishbone yang digunakan untuk
menentukan penyebab hasil produk cacat adalah :
Man
: Manusia
Material
: Material
Methode
: Cara
Machine
: Mesin
Environmet
: Lingkungan
Fishbone dibuat dengan cara sumbang saran(mengumpulkan pendapat
sebanyak-
banyaknya dari anggota yang hadir), tidak dibuat sendiri. Prinsip
sumbang saran :
1.
Jangan mengkritik pendapat orang lain
2.
Jangan menghambat orang lain mengeluarkan pendapat
3.
Makin banyak pendapat makin baik.
4.
Karakteristik mutu
(akibat) yang ada di kepala ikan sebaiknya sudah
spesifik karena bila karakteristik mutu (akibat) masih bersifat umum (masih luas),
maka faktor-faktor penyebab yang ada pada diagram juga akan bersifat umum,
sehingga Diagram sebab-akibat menjadi terlalu rumit. Banyak faktor-faktor yang
tidak relevan masuk dalam diagram. Walaupun secara teknis tidak salah, tetapi
kurang efektif untuk digunakan dalam pemecahan masalah.
2.7.1
Langkah-langkah pembuatan diagram Fishbone
Berikut adalah beberapa langkah dalam pembuatan Diagram
Fishbone:
1.
Menentukan karakteristik mutu (masalah yang akan diperbaiki)
2.
Menulis karakteristik mutu sebelah kanan. Menggambarkan panah
ke-1 (tulang belakang) dari sisi kiri ke kanan.
3.
Menggambarkan panah ke-2
(tulang besar) dengan arah panah
menuju panah ke-1. Menuliskan di bagian ekor panah tersebut
faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya masalah
tersebut (misalnya Man, Material, Methode, Machine
dan
Environment
disingkat 4M+1E). Memberi kotak atau elips atau
bentuk lainnya pada faktor-faktor tersebut.
4.
Menggambarkan panah ke-3 (tulang sedang), tanyakan ”WHY”
(mengapa) terjadi masalah pada faktor ”Orang ”.
5.
Mengulangi langkah ke-4 untuk tulang yang lebih kecil untuk
mendapatkan penyebab yang lebih spesifik. Tanyakan ”WHY”
berulang-ulang sampai mendapatkan penyebab yang tidak bisa
diurai lagi.
6.
Mengulangi langkah ketiga sampai langkah kelima untuk faktor
penyebab yang lain.
Menguji logika hubungan antara penyebab yang paling spesifik
dengan akibat yang ada di kepala ikan.
Kalau pada langkah ke-4 faktor penyebab sudah
sangat spesifik dan
tidak bias diurai lagi, langkah berikutnya mulai dari langkah ke-1 lagi untuk
Page 7
11
faktor penyebab global yang lain, misalnya faktor”CARA” Jangan karena
sekedar ingin jumlah tulangnya banyak :
1.
Menuliskan faktor yang tidak ada hubungannya dengan faktor penyebab
induknya (faktor penyebab pada tulang sebelumnya).
2.
Menuliskan keterangan-keterangan sekedar untuk menambah jumlah
tulang.
2.8
Metode Job Safety Analysis (JSA).
Job Safety Analysis
adalah merupakan suatu metode analisis untuk menilai
resiko serta mengidentifikasi tindakan-tindakan kontrol yang diperlukan untuk
menghilangkan atau mengurangi resiko yang ada sehingga bahaya dapat
dikategorikan sebagai resiko yang masih dalam batas-batas toleransi(Acceptable
Risk)(Rijanto, 2010. P.108).
JSA merupakan suatu metode untuk melakukan kajian terinci pada setiap
langkah yang diambil dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan agar dapat mengenali
potensi bahaya dan menentukan tindakan antisipasinya untuk pencegahan dan
mengurangi kemungkinan terjadinya dampak dari resiko pekerjaan tersebut.
JSA memiliki manfaat sebagai berikut:(Rijanto, 2010. P.200)
1.
JSA mengatur metode sistematik untuk mengenali potensi bahaya yang
telah direncanakan
2.
Mengatur sebuah metode yang berguna dan sederhana untuk
meningkatkan efisiensi
3.
Membantu untuk mencapai standarisasi pekerjaan yang mempermudah
proses
4.
Membantu dalam melaksanakan investigasi kecelakaan (menganalisa
penyebab kecelakaan)
5.
Membantu dalam mengurangi insiden atau menurunkan angka kejadian
kecelakaan
6.
Membantu dalam pengadaan pelatihan(training)
JSA merupakan identifikasi sistematik dari bahaya potensial di tempat kerja
yang dapat diidentifikasi, dianalisa dan direkam. Hal-hal yang dilakukan dalam
penerapan JSA:
1.
Identifikasi bahaya yang berhubungan dengan setiap langkah dari
pekerjaan yang berpotensi untuk menyebabkan bahaya serius.
2.
Menentukan bagaimana untuk mengontrol bahaya.
3.
Membuat perkakas tertulis yang dapat digunakan untuk melatih staf
lainnya.
4.
Bertemu dengan pelatih OSHA untuk mengembangkan prosedur dan
aturan kerja yang spesifik untuk setiap pekerjaan. (Soeripto, 1997)
JSA digunakan untuk meninjau metode kerja dan menemukan bahaya sebagai
berikut:
1.
Diabaikan dalam layout
pabrik atau bangunan dan dalam desain
permesinan, peralatan, perkakas, stasiun kerja dan proses.
2.
Memberikan perubahan dalam prosedur kerja atau personal.
3.
Berkembang setelah produksi dimulai.
Terdapat 4 langkah dalam membuat Job Safety Analysis, yaitu:
1.
Memilih(menyeleksi) pekerjaan yang akan dianalisa. Pekerjaan tidak
dapat dipilih secara acak, pekerjaan dengan pengalaman kecelakaan
Page 8
12
terburuk seharusnya di analisis terlebih dahulu. Dalam memilih pekerjaan
untuk di analisis dan dalam menyusun tata cara analisis, pengawasan
utama yang harus diikuti adalah :
a.
Banyaknya kecelakaan yang terjadi dalam sebuah pekerjaan.
b.
Kecelakaan yang menghasilkan luka berat.
c.
Kecelakaan yang menghasilkan luka cacat.
d.
Pekerjaan baru dengan perubahan di dalam peralatan kerja atau
proses.
2.
Membagi pekerjaan ke dalam beberapa langkah atau kegiatan. Sebelum
penelitian terhadap bahaya dimulai, pekerjaan harus dibagi
ke dalam
beberapa langkah yang menggambarkan apa yang telah selesai
dikerjakan. Untuk menghindari 2 kesalahan umum, yaitu :
-
Membagi pekerjaan menjadi terlalu rinci yang seharusnya tidak perlu
menghasilkan sejumlah banyak langkah.
-
Membuat rincian kerja yang terlalu umum, sehingga langkah dasar
tidak tertulis.
3.
Melakukan identifikasi terhadap bahaya dan kecelakaan yang potensial.
4.
Mengembangkan prosedur kerja yang aman untuk menghilangkan bahaya
dan mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan. Mengembangkan
suatu prosedur kerja yang aman untuk :
a.
Mencegah timbulnya kecelakaan.
b.
Mencari data baru untuk melakukan pekerjaan itu.
c.
Merubah kondisi fisik yang menimbulkan risiko.
d.
Mehilangkan bahaya yang masih ada dan mengganti prosedur.
e.
Mengurangi frekuensi melaksanakan tugas. (Soeripto, 1997)
2.9
Diagram Pareto
Diagram Pareto (Pareto Chart) adalah diagram yang dikembangkan oleh
seorang ahli ekonomi Italia yang bernama Vilfredo Pareto pada abad XIX.
Diagram
Pareto digunakan untuk memperbandingkan berbagai kategori kejadian yang disusun
menurut ukurannya, dari yang paling besar di sebelah kiri ke yang paling kecil di
sebelah kanan. Susunan
tersebut membantu menentukan
pentingnya atau prioritas
kategori kejadian-kejadian atau sebab-sebab kejadian yang dikaji atau untuk
mengetahui masalah utama proses. (Nasution, 2004: 114).
Kegunaan Diagram Pareto sebagai berikut :
1.
Menunjukkan prioritas sebab-sebab kejadian atau persoalan yang perlu
ditangani
2.
Membantu memusatkan perhatian pada persoalan utama yang harus ditangani
dalam upaya perbaikan.
3.
Menunjukkan hasil upaya perbaikan. Setelah dilakukan tindakan
koreksi
berdasar proritas, kita dapat mengadakan pengukuran ulang dan memuat
diagram Pareto baru. Apabila terdapat perubahan dalam diagram Pareto baru,
maka tindakan korektif ada efeknya.
4.
Menyusun data menjadi informasi yang berguna, data yang besar dapat
menjadi informasi yang signifikan.
Hasil Pareto dapat digunakan pada diagram sebab-akibat untuk mengetahui
akar penyebab masalah. Setelah penyebab potensial diketahui dari diagram tersebut,
diagram Pareto dapat disusun untuk merasionalisasi data yang diperoleh dari diagram
Page 9
Page 10 of 16
Start Back Next End13
sebab akibat. Selanjutnya, Diagram Pareto dapat digunakan pada semua tahap PDCA
cycle. Pada tahap evaluasi hasil, Diagram Pareto ditampilkan untuk melihat
perbedaan pada waktu sebelum dan sesudah proses penanggulangan untuk
mengetahui efek upaya perbaikan. (Nasution, 2004: 114).
2.9.1
Langkah-langkah Membuat Diagram Pareto.
Dalam mengadakan Analisis Pareto, yang diatasi adalah sebab
kejadian, bukannya gejalanya. Langkah yang dipergunakan ialah:
Mengidentifikasi tipe-tipe/jenis-jenis yang akan diperbandingkan. Setelah
itu merencanakan dan melaksanakan pengumpulan data, yaitu:
Menentukan masalah yang akan diteliti.
Menentukan data apa yang akan diperlukan dan bagaimana
mengklasifikasikan atau mengkategorikan data itu.
Menentukan metode dan periode pengumpulan data.
Menentukan frekuensi dari kategori Non Conformance
yaitu dengan
membuat suatu ringkasan daftar atau tabel yang mencatat frekuensi
kejadian dari masalah yang telah diteliti dengan menggunakan Check
Sheet.
Mengurutkan menurut frekuensinya yaitu dengan membuat daftar
masalah secara berurut berdasarkan frekuensi kejadian dari yang tertinggi
sampai yang terendah.
Menghitung prosentase dari frekuansi tersebut yaitu dengan menghitung
frekuensi kumulatif, prosentase dari total kejadian dan prosentase dari
total kejadian secara kumulatif.
Membuat diagram berdasarkan pada urutan diatas.
Memutuskan untuk mengambil tindakan peningkatan atas Penyebab
Utama dari masalah yang sedang terjadi tersebut.
Dengan demikian dapat diketahui frekuensi Non Conformance
yang
paling tinggi, meskipun tidak harus yang paling penting. (Grant, 1988)
2.10
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
2.10.1 Definisi dan Kegunaan FMEA.
FMEA adalah prosedur terstruktur untuk mengidentifikasi dan
mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan (failure mode). Suatu mode
kegagalan adalah apa saja yang termasuk dalam kecacatan atau kegagalan
dalam desain kondisi di luar spesifikasi yang telah ditetapkan atau perubahan
dalam produk yang menyebabkan terganggunya fungsi dari produk itu.
Melalui menghilangkan mode kegagalan maka FMEA akan meningkatkan
keandalan dari produk atau pelayanan sehingga meningkatkan kepuasan
pelanggan yang menggunakan produk atau pelayanan itu. FMEA dapat
diterapkan dalam semua bidang baik manufacturing
maupun jasa juga pada
semua jenis produk. Namun penggunaan FMEA akan efektif bila diterapkan
pada produk atau proses-proses baru atau produk baru dan proses sekarang
yang akan mengalami perubahan-perubahan besar dalam desain, sehingga
dapat mempengaruhi keandalan dari produk atau proses itu.