Penguasa pertama bani abbasiyah adalah abu abbas as saffah jelaskan arti abu abbas as-saffah

Ilustrasi As Saffah Artinya. Foto: pixabay.com

As Saffah adalah gelar yang diberikan kepada khalifah pertama Dinasti Abbasiyah, yakni Abu Abbas As Saffah. Gelar ini disematkan kepada Abu Abbas ketika naik takhta karena sikapnya yang tegas kepada para pembangkang pemerintahan.

Menukil buku Sejarah Umat Islam Pra-Kenabian hingga Islam di Nusantara oleh Hamka, Abu Abbas As Saffah merupakan anak dari Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib bin Hasyim.Ia menerima wasiat dari kakaknya, Ibrahim al-Imam yang bekerja keras dalam propaganda berdirinya Bani Abbas untuk menjadi khalifah.

Pada akhirnya, Abu Abbas As Saffah diangkat oleh kaum Muslimin menjadi khalifah pada 132 H (750 M). Pada masa itu, Dinasti Abbasiyah telah memiliki pendukung yang kuat dan menguasai kota Kufah berkat perjuangan Ibrahim al-Imam.

Ilustrasi As Saffah Artinya. Foto: pixabay.com

Arti As Saffah Sebagai Gelar Khalifah Pertama Dinasti Abbasiyah

Mengutip buku Sejarah Umat Islam Pra-Kenabian hingga Islam di Nusantara karangan Hamka, gelar As Saffah artinya penumpah darah atau orang yang banyak mengalirkan darah. Nama Abu Abbas As Saffah menjadi masyhur karena kedermawanannya, ingatan yang kuat, keras hati, dan memiliki dendam yang besar kepada Bani Umayah.

Abu Abbas As Saffah pun membunuh keturunan-keturunan Bani Umayah tanpa belas kasihan. Bahkan, korbannya juga berasal dari orang yang tidak bersalah dan tidak ikut campur dalam urusan politik. Kekejaman yang dilakukann membuatnya diberikan dengan gelar As Saffah.

Ilustrasi As Saffah Artinya. Foto: pixabay.com

Periode Dinasti Abbasiyah

Dinasti Abbasiyah menjadi puncak kejayaan Islam pada masa itu dan bertahan sangat lama. Berikut periode Dinasti Abbasiyah yang disadur dari buku Atlas Sejarah Islam Sejak Masa Permulaan hingga Kejayaan Islam.

1. Periode pertama (132-232 Hijriyah)

Pada periode pertama, Dinasti Abbasiyah memiliki sembilan khalifah, dimulai dari Abu Abbas As Saffah hingga Al Watsiq. Periode pertama adalah periode terbaik karena kesembilan khalifah dapat mengokohkan sendi-sendi Dinasti Abbasiyah, menumpas seluruh usaha merebut kekuasaan, menegakkan hukum Islam, dan melindungi Islam serta peradabannya.

2. Periode kedua (232-334 Hijriah)

Periode kedua Dinasti Abbasiyah diawali oleh pemerintahan Al-Mutawakkil dan berakhir pada pemerintahan Al-Mustakfi Billah Abdullah bin Al-Muktafi bin Al-Mu’tadhid. Periode ini disebut juga dengan periode masuknya bangsa Turki.

3. Periode ketiga (334-447 Hijriah)

Periode ketiga ditandai dengan masuknya Bani Buwaih. Dengan kekuatannya, Bani Buwaih berhasil menguasai pemerintahan Dinasti Abbasiyah.

4. Periode keempat (447-656 Hijriah)

Pada masa pemerintahan Al-Muqtadir, Dinasti Abbasiyah hampir runtuh karena keinginan dari beberapa wilayah untuk memisahkan diri. Periode ini ditandai dengan masuknya bangsa Saljuk atau masa pengaruh Turki yang kedua dalam pemerintahan Dinasti Abbasiyah.

REPUBLIKA.CO.ID, Gerakan Abbasiyah sudah berlangsung sejak masa pemerintahan Umar bin Abdul Azis, khalifah kedelapan Daulah Umayyah. Gerakannya begitu rapi dan tersembunyi sehingga tidak diketahui pihak Bani Umayyah.

Selain itu, gerakan ini juga didukung oleh kalangan Syiah. Hal ini bisa dimaklumi karena dalam melakukan aksinya, para aktivisnya membawa-bawa nama Bani Hasyim, bukan Bani Abbas. Maka secara tidak langsung orang-orang Syiah merasa disertakan dalam perjuangan mereka.

Gerakan Abbasiyah mulai muncul di daerah Hamimah (Yordania), Kufah (Irak), dan Khurasan. Salah satu pendirinya adalah Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib. Setelah Muhammad bin Ali wafat, anaknya, Ibrahim menggantikan posisinya.

Pada 125 H, saat pemerintahan Bani Umayyah tengah mengalami kemundurann, gerakan Abbasiyah semakin gencar. Empat tahun kemudian, Ibrahim bin Muhammad mendeklarasikan gerakannya di Khurasan melalui panglimanya, Abu Musim Al-Khurasani. Namun gerakan ini diketahui oleh Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Bani Umayyah. Ibrahim pun ditangkap dan dipenjara.

Posisi Ibrahim digantikan saudaranya, Abdullah bin Muhammad, yang lebih dikenal dengan sebutan Abul Abbas As-Saffah. Ia lahir pada 108 Hijriyah. Ada juga yang mengatakan 104 Hijriyah. Ibunya bernama Raithah Al-Hairitsiyah. Karena tekanan dari pihak penguasa, bersama rombongan ia berangkat ke Kufah secara sembunyi-sembunyi. Pada 3 Rabiul Awwal 132 H, Abdullah As-Saffah dibaiat sebagai khalifah pertama Bani Abbasiyah di Masjid Kufah.

Pelantikan Abul Abbas ini mengingatkan kita pada sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad dalam Musnad-nya. Dari Abu Said Al-Khudri, Rasulullah Saw bersabda, "Akan muncul pada suatu zaman yang carut-marut dan penuh dengan petaka, seorang penguasa yang disebut dengan As-Saffah. Dia suka memberi harta dengan jumlah yang banyak."

Riwayat lain menyebutkan bahwa gelar As-Saffah itu diberikan orang-orang karena ia terkenal dengan sifat yang tidak mengenal belas kasihan terhadap Bani Umayyah. Hal itu diakibatkan oleh dendamnya yang begitu besar, sehingga dengan dinginnya ia membunuh keturunan Bani Umayyah, termasuk orang-orang yang tidak bersalah dan tidak ikut campur dalam urusan politik sekalipun. Hal ini juga dilakukan oleh para pengikutnya.

Dalam sebuah peristiwa, Abdullah bin Ali, paman As-Saffah yang saat itu menjabat gubernur Syria dan Palestina, membantai sekitar 90 orang keluarga Bani Umayyah. Hanya sedikit keturunan Bani Umayyah yang dapat meloloskan diri.

Berita pembaiatan As-Saffah sampai juga ke telinga Marwan bin Muhammad. Dia berangkat bersama pasukannya untuk memadamkan "pemberontakan" As-Saffah. Abdullah bin Ali, paman As-Saffah, bersama pasukannya menghadapi pasukan Marwan di suatu daerah dekat Mosul. Setelah terjadi pertempuran sengit, akhirnya pasukan Marwan dapat dikalahkan. Marwan selamat dan kembali ke Syam. Namun Abdullah terus mengejarnya sehingga dia lari ke Mesir. Pengejaran dilanjutkan oleh adiknya, Shalih. Akhirnya Marwan berhasil dibunuh di suatu desa bernama Bushir pada Dzulhijjah 132 H.

Kufah merupakan pusat gerakan Bani Abbas. Di tempat ini pula As-Saffah dibaiat namun kemudian pada 134 H, ia meninggalkan Kufah menuju daerah Anbar. Sebuah tempat di pinggiran sungai Eufrat yang dikenal dengan Hasyimiyah yang dijadikan pusat pemerintahan. Belakangan dibangunlah sebuah ibukota yang dikenal hingga kini, yaitu Baghdad. Kota inilah yang menjadi ibukota Daulah Abbasiyah.

As-Saffah tidak terlalu fokus pada masalah-masalah penaklukan wilayah karena pertempuran di kawasan Turki dan Asia Tengah terus bergolak. Belum lagi karena kesibukannya dalam upaya konsolidasi internal untuk menguatkan pilar-pilar negara yang hingga saat itu belum sepenuhnya stabil. Selain ketegasannya menghabisi lawan politik, As-Saffah terkenal juga dengan kedermawanan dan ingatannya yang kuat serta keras hati.

Pejabat pemerintah yang bertugas membantu khalifah sebelumnya hanya dikenal dengan Al-Katib (sekretaris). Pada masa Abbasiyah ini, mulai muncul istilah Al-Wazir (menteri).

Abul Abbas As-Saffah meninggal pada Dzulhijjah 136 H karena penyakit yang dideritanya. Ia meninggal dalam usia 33 tahun di kota Hasyimiyah yang dibangunnya. Sebelum meninggal, ia menunjuk saudaranya, Abu Ja'far Al-Manshur sebagai pengganti. As-Saffah memangku jabatan khalifah selama empat tahun.

sumber : Sejarah Para Khalifah karya Hepi Andi Bastoni

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA