Manakah yang tidak termasuk dalam jenis seni sastra dibawah ini. *

SeputarIlmu.Com - Seni sastra ?? Pasti anda sudah pernah membuat salah satu jenis seni ini. anda pernah ditugaskan oleh guru anda membuat puisi. puisi merupakan salah satu contoh seni sastra. Untuk lebih jelasnya lagi tentang apa itu seni sastra. Mari simak ulasan yang ada dibawah berikut ini.

Manakah yang tidak termasuk dalam jenis seni sastra dibawah ini. *

Pengertian Seni Sastra

Sastra adalah kata serapan dari Bahasa Sansekerta, yaitu Shastra, yang artinya teks yang mangandung suatu instruksi, pedoman, ajaran. menurut kamus besar bahasa indonesia (KBBI), sasatra ialah suatu karya tulis yang apabila dibandingkan dengan sebuah karya tulis lainnya yang mempunyai ciri khas, keunggulan, keindahan, keaslian dalam suatu kontent yang mencakup sebuah gaya bahasa yang digunakan. Para ahli pun telah banyak yang menjelaskan makna sastra agar lebih mudah dipahami. Menurut M. Esten, sastra ialah suatu karya imaginatif yang diungkapkan melalui sebuah bahasa yang khas serta mempunyai sebuah nilai positf terhadap kehidupan manusia.

Pengertian Seni Sastra Menurut Para Ahli

1. Semi

Menurut Semi menyatakan bahwa Sastra ialah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya yaitu manusia dan kehidupannya menggunakan sebuah bahasa yang sebagai mediumnya.

2. Panuti Sudjiman

Menurut Panuti Sudjiman menyatakan bahwa Sastra ialah sebagai karya lisan atau tulisan yang mempunyai berbagai ciri keunggulan seperti pada sebuah keorisinalan, keartistikan, keindahan dalam isi, dan ungkapanya.

3. Ahmad Badrun

Menurut Ahmad Badrun menyatakan bahwa Kesusastraan ialah suatu kegiatan seni yang mempergunakan suatu bahasa dan garis simbol-simbol lain sebagai alat, dan bersifat imajinatif.

4. Eagleton

Menurut Eagleton menyatakan bahwa Sastra ialah suatu karya tulisan yang halus (belle letters) yaitu karya yang mencatatkan sebuah bentuk bahasa. harian dalam berbagai cara dengan bahasa yang dipadatkan, didalamkan, dibelitkan, dipanjangtipiskan dan diterbalikkan, dijadikan ganjil.

5. Plato

Menurut Plato menyatakan bahwa Sastra ialah sebuah hasil peniruan atau gambaran dari kenyataan (mimesis). Sebuah karya sastra harus merupakan peneladanan alam semesta dan sekaligus merupakan model kenyataan. Oleh karena itu, nilai sastra akan semakin rendah dan jauh dari dunia ide.

6. Aristoteles

Menurut Aristoteles menyatakan bahwa Sastra ialah sebagai kegiatan lainnya melalui agama, ilmu pengetahuan dan filsafat.

7. Robert Schole

Menurut Robert Scholes menyatakan bahwa Tentu saja, sastra itu sebuah kata, bukan sebuah benda.

8. Sapardi

Menurut Sapardi menyatakan bahwa sastra ialah sebuah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium. Bahasa itu sendiri ialah ciptaan sosial. Sastra menampilkan sebuah gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan social.

9. Taum

Menurut Taum menyatakan bahwa Sastra ialah suatu karya cipta atau fiksi yang mempunyai sifat imajinatif atau sastra ialah suatu penggunaan bahasa yang indah dan berguna yang menandakan hal-hal lain

Ciri- Ciri Seni Sastra

Berdasarkan pengertiannya, ciri-ciri seni sastra bisa dibagi menjadi yaitu sebagai berikut :

  • Seni sastra berupa Bahasa : yaitu seni sastra yang berbentuk ungkapan, kata-kata, cerita, maupun gaya bahasa.
  • Seni sastra berupa curahan perasaan : yaitu Seni sastra yang berupa curahan perasaan yang berbentuk kitab, buku, tulisan maupun karangan.
  • Seni sastra yang tertuang dalam gagasan/nilai : Yaitu seni sastra yang teruang dalam suatu gagasan atau nilai yakni sastra yang bebentuk ajaran, pedoman, perintah, maupun pendidikan.

Unsur-Unsur Seni Sastra

Dalam seni sastra terdapat sebuah unsur-unsur yang membangun seni sastra itu sendiri. yaitu sebagai berikut :

1. Unsur instrinsik

Unsur instrinsik merupakan sebuah unsur yang mempengaruhi seni sastra yang terdapat didalam seni sastra itu sendiri, unsur instrinsik seni sastra yaitu sebagai berikut:

  • Tema, yakni sebuah pokok persoalan yang terdapat di dalam cerita.
  • Amanat, yakni sebuah pesan yang ingin disampaikan oleh sih pengarang untuk pembacanya.
  • Karakter/perwatakan, yakni tokoh dalam cerita. Karakter tersebut bisa digolongkan menjadi : tokoh utama yang menjadi sorotan utama dan tokoh pembantu yang mendampingi tokoh utama. Bila dilihat dari karakter baik buruknya maka tokoh dibagi menjadi yaitu : protagonis, antagonis.
  • Konflik, yakni sebuah permasalahan yang dialami oleh karakter di dalam cerita. Konflik terbagi menjadi dua macam yaitu : konflik internal (konflik yang tidak melibatkan tokoh lain), dan konflik eksternal ( konflik yang melibatkan tokoh lain).
  • Setting/latar, yakni sebuah keterangan tempat, waktu, dan suasana.
  • Plot/alur, yakni sebuah jalan cerita dalam karya sastra dari awal sampai akhir
  • Symbol, yakni penggunaan karya sastra untuk mewakili suatu hal yang abstrak.
  • Sudut pandang, yakni penerapan karakter penulis dalam cerita. Sudut pandang penulis terbagi menjadi : orang pertama ditandai dengan penggunaan kata akuatau saya, orang kedua ditandai dengan penggunaan kata kamu dan orang ketiga ditandai dengan penggunaan kata mereka atau dia.

2. Unsur ekstrinsik

Unsur ekstrinsik merupakan unsur yang membentuk karya sastra dari luar. Umunya unsur ini berupa latar belakang kehidupan penulis, keyakinan dan cara pandang peniulis, adat istiadat, situasi politik, sejarah dan ekonomi yang berada dalam sebuah karya sastra. Meskipun unsur ekstrinsik Nerada diluar karya sastra namun unsur ini tetap menjadi unsur yang membangun karya sastra. Sehingga karya sastra dapat dinikmati oleh penikmatnya.

Jenis-Jenis Sastra

Seni sastra tidak hanya berhubungan dengan sebuah tulisan tetapi dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk mengekspresikan suatu pengalaman atau pemikiran tertentu. Oleh sebab itu, seni sastra bisa dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Seni Sastra Tulis

Seni sastra tulis merupakan sebuah bentuk karya sastra yang dituangkan dalam sebuah bentuk tulisan, yaitu kombinasi sebuah huruf yang mempunyai makna atau arti. Banyak sekali jenis seni sastra tulisan yang berkembang di masyarakat, Contohnya dalam bentuk prosa, puisi, cerita fiksi, dan esai.

a. Pujangga Lama

Karya sastra Pujangga Lama di Indonesia dihasilkan sebelum abad ke-20. Pada masa ini karya sastra di Indonesia di dominasi oleh syair, pantun, gurindam dan hikayat.

  • Syair merupakan puisi atau karangan dalam bentuk terikat yang mementingkan irama sajak. Biasanya terdiri atas 4 baris, berirama aaaa, keempat baris tersebut mengandung arti atau maksud penyair (pada pantun, 2 baris terakhir yang mengandung maksud). Pantun adalah sejenis puisi yang terdiri atas 4 baris bersajak ab-ab atau aa-aa. Dua baris pertama yaitu sampiran, yang umumnya tentang alam (flora dan fauna). Dua baris terakhir yaitu isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut.
  • Gurindam merupakan satu bentuk puisi Melayu lama yang terdiri dari dua baris kalimat dengan irama akhir yang sama, yang merupakan satu kesatuan yang utuh. Baris pertama berisikan semacam soal, masalah atau perjanjian dan baris kedua berisikan jawaban nya atau akibat dari masalah atau perjanjian pada baris pertama tadi. Hikayat merupakan salah satu bentuk sastra prosa, terutama dalam Bahasa Melayu yang berisikan tentang kisah, cerita, dongeng, maupun sejarah.

Umumnya mengisahkan tentang kehebatan maupun kepahlawanan seseorang lengkap dengan keanehan, kesaktian serta mukjizat tokoh utama. Beberapa karya sastra pada masa pujangga lama diantaranya yaitu Hikayat Abdullah, Hikayat Andaken Penurat, dan Hikayat Bayan Budiman.

b. Sastra Melayu Lama

Sastra Melayu Lama adalah karya sastra di Indonesia yang dihasilkan antara tahun 1870-1942, yang berkembang di lingkungan masyarakat Sumatra seperti Langkat, Tapanuli, Padang dan daerah Sumatra lainnya, Cina dan masyarakat Indo-Eropa. Karya sastra pertama yang terbit sekitar tahun 1870 masih dalam bentuk syair, hikayat dan terjemahan novel barat. Beberapa contoh karya sastra Melayu lama yakni Nyai Dasima oleh G. Francis (Indo), Bunga Rampai oleh A.F van Dewall, Kisah Perjalanan Nakhoda Bontekoe, Kisah Pelayaran ke Pulau Kalimantan, Kisah Pelayaran ke Makassar dan lain-lain

c. Angkatan Balai Pustaka

Karya sastra angkatan Balai Pustaka muncul di Indonesia sejak tahun 1920-1950, yang dipelopori oleh penerbit Balai Pustaka. Prosa (roman, novel, cerita pendek dan drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam dan hikayat dalam khazanah sastra di Indonesia pada masa ini. Balai Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar). Balai Pustaka menerbitkan karya dalam tiga bahasa yaitu bahasa Melayu-Tinggi, bahasa Jawa dan bahasa Sunda dan dalam jumlah terbatas dalam bahasa Bali, bahasa Batak dan bahasa Madura. Contoh karya sastra angkatan Balai Pustaka antara lain Azab dan Sengsara, Seorang Gadis oleh Merari Siregar, Sengsara Membawa Nikmat oleh Tulis Sutan Sati, dan Siti Nurbaya oleh Marah Rusli.

d. Pujangga Baru

Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis menjadi bapak sastra modern Indonesia. Pada masa itu, terbit pula majalah Poedjangga Baroe yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Amir Hamzah dan Armijn Pane. Karya sastra di Indonesia setelah zaman Balai Pustaka (tahun 1930-1942), dipelopori oleh Sutan Takdir Alisyahbana. Karya sastra Pujangga Baru di antaranya Layar Terkembang oleh Sutan Takdir Alisjahbana dan Belenggu oleh Armijn Pane. Makna Pujangga atau Bujangga adalah pemimpin agama atau pendeta. Tetapi, makna pujangga dalam pujangga baru adalah pencipta.

e. Angkatan 45

Pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya telah mewarnai karya sastrawan Angkatan 45. Karya sastra angkatan ini lebih realistik dibanding karya Angkatan Pujangga baru yang romantik-idealistik. Misalnya, Surat Cinta Enday Rasidin, Simphoni oleh Subagio Sastrowardojo, dan Balada Orangorang Tercinta oleh W.S.Rendra

f. Angkatan 66-70-an

Angkatan ini ditandai dengan terbitnya majalah sastra Horison. Banyak karya sastra pada angkatan ini yang sangat beragam dalam aliran sastranya. Sastrawan pada akhir angkatan yang lalu termasuk juga dalam kelompok ini seperti Motinggo Busye, Purnawan Tjondronegoro, Djamil Suherman, Bur Rasuanto, Gunawan Mohammad, Sapardi Djoko Damono dan Satyagraha Hurip, Sutardji Calzoum Bachri, dan termasuk paus sastra Indonesia, H.B.Jassin.

Seorang sastrawan pada angkatan 50-60-an yang mendapat tempat pada angkatan ini adalah Iwan Simatupang. Pada masanya, karya sastranya berupa novel, cerpen dan drama kurang mendapat perhatian. Beberapa satrawan pada angkatan ini antara lain Umar Kayam, Ikranegara, Leon Agusta, Arifin C Noer, Akhudiat, Darmanto Jatman, Arief Budiman, Gunawan Mohammad, Budi Darma, Hamsad Rangkuti, Putu Widjaya, Wisran Hadi, Wing Kardjo, Taufik Ismail dan banyak lagi yang lainnya. Karya Sastra Angkatan 66 di antaranya Amuk, Kapak, Laut Belum Pasang, Meditasi, Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur, Tergantung Pada Angin, Dukamu Abadi, Aquarium, Mata Pisau dan Perahu Kertas.

g. Angkatan 80-an

Karya sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980, ditandai dengan banyaknya roman percintaan, dengan sastrawan wanita yang menonjol pada masa tersebut yaitu Marga T. Karya sastra Indonesia pada masa angkatan ini tersebar luas di berbagai majalah dan penerbitan umum. Beberapa sastrawan yang dapat mewakili Angkatan dekade 80-an ini antara lain Remy Sylado, Yudistira Ardinugraha, Noorca Mahendra, Seno Gumira Ajidarma, dan Kurniawan Junaidi. Karya Sastra Angkatan Dasawarsa 80 antara lain Badai Pasti Berlalu, Cintaku di Kampus Biru, Sajak Sikat Gigi, Arjuna Mencari Cinta, Manusia Kamar, dan Karmila. Mira W dan Marga T adalah dua sastrawan wanita Indonesia yang menonjol dengan fiksi romantis yang menjadi ciri-ciri novel mereka. Pada umumnya, tokoh utama dalam novel mereka adalah wanita. Bertolak belakang dengan novelnovel Balai Pustaka yang masih dipengaruhi oleh sastra Eropa abad ke-19 dimana tokoh utama selalu dimatikan untuk menonjolkan rasa romantisme dan idealisme, karya-karya pada era 80-an biasanya selalu mengalahkan peran antagonisnya.

Namun yang tak boleh dilupakan, pada era 80-an ini juga tumbuh sastra yang beraliran pop (tetapi tetap sah disebut sastra, jika sastra dianggap sebagai salah satu alat komunikasi), yaitu lahirnya sejumlah novel populer yang dipelopori oleh Hilman dengan Serial Lupus-nya. Justru dari kemasan yang ngepop inilah diyakini tumbuh generasi gemar baca yang kemudian tertarik membaca karya-karya yang lebih berat. Budaya barat dan konflik-konfliknya sebagai tema utama cerita terus mempengaruhi sastra Indonesia sampai tahun 2000.

h. Angkatan 2000-an

Sastrawan angkatan 2000 mulai merefleksikan keadaan sosial dan politik yang terjadi pada akhir tahun 90-an, seiring dengan jatuhnya Orde Baru. Proses reformasi politik yang dimulai pada tahun 1998 banyak melatarbelakangi kisah novel fiksi. Apakah kamu mengenal Ayu Utami dengan karyanya Saman? Sebuah fragmen dari cerita Laila Tak Mampir di New York. Karya ini menandai awal bangkitnya kembali sastra Indonesia setelah hampir 20 tahun. Gaya penulisan Ayu Utami yang terbuka, bahkan vulgar, itulah yang membuatnya menonjol dari pengarang-pengarang yang lain. Novel lain yang ditulisnya adalah Larung.

2. Seni Sastra Lisan

Seni sastra lisan disampaikan dengan bahasa lisan , yaitu dengan dituturkan secara langsung kepada sih pendengar, dengan atau tanpa iringan musik tertentu.

Bentuk seni sastra lisan yang berkembang di Indonesia, antara lain:

a. Mitos atau Mite

Mitos adalah seni sastra bersifat religius, namun memberi rasio pada kepercayaan dan praktik keagamaan. Masalah pokok yang diulas di dalam mitos adalah masalah kehidupan manusia, asal mula manusia dan makhluk hidup lain, sebab manusia di bumi, dan tujuan akhir hidup manusia. Fungsi mitos yaitu memberi penjelasan tentang alam semesta dan keteraturan hidup dan perilaku.

Mite yang hidup di Indonesia biasanya bercerita tentang proses terciptanya alam semesta (kosmogony), asal usul dan silsilah para dewa (theogony), pencitaan manusia pertama dan pembawa kebudayaan, asal usul makanan pokok (padi), dan sebagainya. Berikut salah satu mite yang hidup di Jawa.

Konon, pada masa dahulu kala Pulau Jawa belum berpenghuni sehingga mudah terombang-ambing terkena ombak laut. Hanya Bathara Guru dan Bathari Parameswari yang berani menempatinya. Maka, agar Pulau Jawa menjadi tenang, Bathara Guru memanggil para dewa untuk datang ke Jambudwipa. Intinya mereka diperintah untuk memindahkan Gunung Mahameru ke Pulau Jawa untuk dijadikan pasak. Para dewa pun bergotong-royong mengangkat gunung tersebut. Bathara Wisnu berubah menjadi tali untuk mengikat dan Bathara Brahma menjadi kura-kura untuk kendaraannya. Separuh gunung ditinggal dan puncaknya bisa sampai ke Jawa. Selama perjalanan, ada bagian-bagian gunung yang jatuh dan membentuk Gunung Wilis, Gunung Kelud, serta Gunung Kawi. Puncaknya menjadi Gunung Semeru dan menjadi pusat dunia seperti Gunung Mahameru di Jambudwipa.

b. Legenda

Legenda merupakan cerita yang bersifat semihistoris mengenai pahlawan, terciptanya adat, perpindahan penduduk, dan selalu berisi percampuran antara fakta dan supernatural. Legenda tidak banyak mengandung masalah, namun lebih kompleks dari mitos. Fungsinya antara lain memberi pelajaran, ajaran moral, meningkatkan rasa bangga terhadap suku bangsa atau moyangnya. Suatu legenda yang lebih panjang berbentuk puisi atau prosa ritmis dikenal dengan epik.

c. Epik

Epik merupakan cerita lisan yang panjang, kadang-kadang dalam bentuk puisi atau prosa ritmis yang menceritakan perbuatan-perbuatan besar dalam kehidupan orang yang sebenarnya atau yang ada dalam legenda.

d. Dongeng

Dongeng merupakan suatu cerita yang tidak nyata dan tidak historis yang fungsinya untuk memberi hiburan dan memberi pelajaran atau nasihat.

Contoh Seni Sastra Lisan

 Berikut ini adalah contoh-contoh seni sastra lisan yang hidup di Indonesia.

1. Pantun Sunda

Pantun Sunda adalah penceritaan bersyair orang Sunda (Jawa Barat) dengan diiringi oleh musik kecapi. Tradisi ini biasanya dilakukan sebelum atau sesudah upacara tradisional misalnya pernikahan dan merupakan hiburan tunggal. Juru pantun menyanyi sesuai irama kecapi yang ia petik dalam skala pentatonik (lima nada). Kecapi Sunda itu biasanya berbentuk perahu dengan 18 senar. Pantun Sunda biasanya berisi kisah cerita dari masa Kerajaan Hindu Pajajaran. Cerita ditampilkan secara bersamaan antara percakapan dan nyanyian. Salah satu pantun Sunda yang terkenal adalah Lutung Kasarung, syairnya terdiri atas 1.000 baris dan berasal dari abad XV. Semula, tradisi ini disampaikan oleh pendongeng profesional yang berkelana dari desa ke desa. Maksudnya untuk mengajarkan kepercayaan agama, sejarah, mitologi, sopan santun, dan lain-lain. Dalam perkembangannya, tradisi ini berubah menjadi cerita anakanak.

2. Rabab Pariaman

Tradisi pertunjukan lisan ini berasal dari Sumatra Barat. Tukang rabab menyampaikan cerita dalam wujud nyanyian dengan ciri dialek Pariaman. Tradisi ini biasa dipertunjukkan pada pesta perkawinan, perayaan nagari, pesta pengangkatan penghulu, dan lain-lain. Cerita yang disampaikan berisi perjuangan untuk mencapai keberhasilan hidup. Tokoh dalam cerita itu menghadapi kesulitan dalam mencapai keberhasilan, kemudian mendapat tanggapan dari penonton.

3. Makyong

Tradisi ini semula berasal dari Pattani, Muangthai, namun berkembang ke selatan hingga pesisir Melayu. Makyong merupakan pertunjukan teater di mana unsur-unsur drama, tari, musik, mimik, dan sebagainya tergabung menjadi satu. Semula, tradisi ini dipertunjukkan di kalangan atas Istana Kelantan dan Riau Lingga hingga tahun 1700-an. Fungsinya bukan untuk menghibur tetapi penghormatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sultan dan istrinya dianggap wakil Tuhan, maka makyong dianggap persembahan kepada Tuhan. Dalam perkembangannya, makyong berubah menjadi pertunjukan desa sebagai hiburan atau upacara penyembuhan.

Kisah yang dimainkan sebagian besar berasal dari warisan cerita-cerita istana kerajaan Melayu, biasanya berbentuk prosa tanpa naskah. Makyong antara lain terdiri atas punakawan (pengasuh) yang mengenakan topeng, wak petanda (ahli pembintangan atau orang bijak), serta para pemain yang semua diperankan oleh kaum perempuan. Salah satu kisah yang paling disukai dalam tradisi makyong adalah dewa muda.

4. Wayang Kulit dan Wayang Beber

Tradisi ini merupakan tradisi lisan yang lakonnya bersumber dari legenda serta kisah lisan sastra tulis atas tradisi India dan Jawa. Wayang kulit dan wayang beber bisa ditemukan di Jawa, Bali, Sumatra Selatan, dan Jawa Barat. Tradisi wayang berbentuk teater boneka dengan menggunakan layar (kelir), gamelan, dan 400-an wayang. Hidup tidaknya pertunjukan ini ditentukan oleh dalang, karena dialah yang menguasai pertunjukan.

Fungsi Seni Sastra

1. Sarana Menyampaikan Pesan Moral

Sastrawan menulis karya sastra, yaitu antara lain untuk menyampaikan model kehidupan yang diidealkan dan ditampilkan dalam sebuah cerita lewat para tokoh. Dengan karya sastranya, sastrawan ini menawarkan pesan moral yang berhubungan dengan sebuah sifat-sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan hak dan martabat manusia. Sifat-sifat itu pada hakikatnya universal, yang artinya diyakini oleh semua manusia. Pembaca diharapkan dalam menghayati sifat sifat ini dan kemudian menerapkannya dalam sebuah kehidupan nyata.

Moral dalam karya sastra atau hikmah yang akan disampaikan oleh sastrawan selalu dalam pengertian yang baik karena pada awal mula semua karya sastra ialah baik. Jika dalam cerita ditampilkan suatu sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh yang tidak terpuji, baik mereka berlaku sebagai tokoh antagonis maupun protagonis, bukan berarti sastrawan menyarankan untuk bertingkah laku demikian. Pembaca diharapkan bisa mengambil sebuah hikmah sendiri dari cerita. Sesuatu yang baik justru akan lebih mencolok bila dikonfrontasikan dengan yang tidak baik.

2. Sarana Menyampaikan Kritik

Seni sastra, terutama sastra tulisan bisa menjadi sarana untuk menyampaikan kritik atas fenomena sosial maupun dalam politik dalam masyarakat. Misalnya, novel atau puisi yang mengemukakan suatu masalah kemiskinan, dalam suatu perbedaan antara pria dan wanita, atau kesenjangan sosial. Melalui sastra, masyarakat menjadi berempati dan bersimpati dan akhirnya akan tergugah untuk berpartisipasi dalam menyelesaikan sebuah masalah-masalah sosial tersebut.

3. Menumbuhkan Rasa Nasionalisme dan Penghargaan Terhadap Kebudayaan Daerah

Sebagai bagian dari kebudayaan nasional, seni sastra Indonesia merupakan suatu wahana ekspresi budaya dalam rangka upaya ikut memupuk kesadaran sejarah serta semangat dalam nasionalisme. Semangat nasionalisme dalam sebuah seni sastra tidak hanya dalam aktual pada masa revolusi saja, tetapi pada era globalisasi yang bisa mengancam suatu sendi-sendi nasionalisme sebuah bangsa.

Didalam kehidupan tanpa adanya seni terasa hidup ini tidak berwarna, karna seni merupakan suatu keindahan yang enak dipandang dan didengar.

Itulah ulasan tentang √ Seni Sastra : Pengertian, Unsur, Ciri, Jenis, Fungsi & Contohnya Lengkap. Semoga apa yang diulas diatas bermanfaat bagi pembaca. Sekian dan terimakasih.

Baca Juga Artikel Lainnya :

  • Seni Rupa
  • Seni Teater
  • Seni Tari
  • Seni Musik
  • Seni Adalah