Jelaskan arti gereja yang menguduskan berdasar teks 1 ptr 2: 9 – 10 dan lg. art 10!

(Kolegialitas Dewan para Uskup) Seperti Santo Petrus dan para Rasul lainnya atas penetapan Tuhan merupakan satu Dewan para Rasul, begitu pula Imam Agung di Roma, pengganti Petrus, bersama para Rasul, merupakan himpunan yang serupa. Adanya kebiasaan amat kuno, bahwa para Uskup di seluruh dunia berhubungan satu dengan lainnya serta dengan Uskup di Roma dalam ikatan kesatuan, cinta kasih dan damai( ), begitu pula adanya Konsili-konsili yang dihimpun( ) untuk mengambil keputusan-keputusan bersama yang amat penting( ), sesudah ketetapan dipertimbangkan dalam musyawarah banyak orang( ), semua itu memperlihatkan sifat dan hakekat kolegial pangkat Uskup. Sifat itu dengan jelas sekali terbukti dari Konsili-konsili Ekumenis, yang diselenggarakan disepanjang abad-abad yang lampau. Sifat itu tercermin pula pada kebiasaan yang berlaku sejak zaman kuno, yakni mengundang Uskup-Uskup untuk ikut berperan dalam mengangkat orang terpilih baru bagi pelayanan imamat agung. Seseorang menjadi anggota Dewan para Uskup dengan menerima tahbisan sakramental dan berdasarkan persekutuan hirarkis dengan Kepala maupun para anggota Dewan.

Adapun Dewan atau Badan para Uskup hanyalah berwibawa bila bersatu dengan Imam Agung di Roma, pengganti Petrus, sebagai Kepalanya, dan selama kekuasaan Primatnya terhadap semua, baik para Gembala maupun para beriman, tetap berlaku seutuhnya. Sebab Imam Agung di Roma berdasarkan tugasnya, yakni sebagai Wakil Kristus dan Gembala Gereja semesta, mempunyai kuasa penuh, tertinggi dan universal terhadap Gereja; dan kuasa itu selalu dapat dijalankannya dengan bebas. Sedangkan Badan para Uskup, yang menggantikan Dewan para Rasul dan tugas mengajar dan bimbingan pastoral, bahkan yang melestarikan Badan para Rasul, bersama dengan Imam Agung di Roma selaku Kepalanya, dan tidak pernah tanpa Kepala itu, merupakan subjek kuasa tertinggi dan penuh juga terhadap Gereja( ); tetapi kuasa itu hanyalah dapat dijalankan dengan persetujuan Imam Agung di Roma. Hanya Simonlah yang oleh Tuhan ditempatkan sebagai batu karang dan juru kunci Gereja (lih. Mat 16:18-19), dan diangkat menjadi Gembala seluruh kawanan-Nya (lih. Yoh 21:15 dsl.). Tetapi tugas mengikat dan melepaskan, yang diserahkan kepada Petrus (lih. Mat 16:19), ternyata diberikan juga kepada Dewan para Rasul dalam persekutuan dengan Kepalanya (lih. Mat 18:18; 28:16-20)( ). Sejauh terdiri dari banyak orang, Dewan itu mengungkapkan kemacam-ragaman dan sifat universal Umat Allah; tetapi sejauh terhimpun dibawah satu kepala, mengungkapkan kesatuan kawanan Kristus. Dalam Dewan itu para Uskup, sementara mengakui dengan setia kedudukan utama dan tertinggi Kepalanya, melaksanakan kuasanya sendiri demi kesejahteraan umat beriman mereka, bahkan demi kesejahteraan Gereja semesta; dan Roh Kudus tiada hentinya meneguhkan tata-susunan organis serta kerukunannya. Kuasa tertinggi terhadap Gereja seluruhnya, yang ada pada dewan itu, secara meriah dijalankan dalam Konsili Ekumenis. Tidak pernah ada Konsili Ekumenis, yang tidak disahkan atau sekurang-kurangnya diterima baik oleh pengganti Petrus. Adalah hak khusus Imam Agung di Roma untuk mengundang Konsili itu, dan memimpin serta mengesahkannya( ). Kuasa kolegial itu dapat juga dijalankan oleh para Uskup bersama Paus, kalau mereka tersebar diseluruh dunia, asal saja Kepala Dewan mengundang mereka untuk melaksanakan tindakan kolegial, atau setidak-tidaknya menyetujui atau dengan bebas menerima kegiatan bersama para Uskup yang terpencar, sehingga sungguh-sungguh terjadi tindakan kolegial.

Page 2

Dokumen Gereja

Page 3

Dokumen Gereja

Page 4

Dokumen Gereja

Page 5

Dokumen Gereja

Page 6

Dokumen Gereja

Page 7

Dokumen Gereja

Page 8

Dokumen Gereja

Page 9

Dokumen Gereja

Page 10

Dokumen Gereja

Page 11

Dokumen Gereja

Page 12

Dokumen Gereja

Page 13

Dokumen Gereja

Page 14

Dokumen Gereja

Page 15

Dokumen Gereja

Page 16

Dokumen Gereja

Page 17

Dokumen Gereja

Page 18

Dokumen Gereja

Page 19

Dokumen Gereja

Page 20

Dokumen Gereja

Page 21

Dokumen Gereja

Page 22

Dokumen Gereja

Page 23

Dokumen Gereja

Page 24

Dokumen Gereja

Page 25

Dokumen Gereja

Page 26

Dokumen Gereja

BAHAN daring ke – 4

Selasa, 5 Mei 2020

Pendidikan Agama khusus untuk peserta didik kelas XI IPA (5, 6, 7, dan 8) serta IPS (1, 2, dan 3)

Topik: Gereja yang menguduskan (Liturgia)

  • 3.3. Memahami tugas pokok Gereja sesuai dengan kedudukan dan peranannya sebagai murid Yesus Kristus
  • 4.4. Melibatkan diri tugas pokok Gereja sesuai dengan kedudukan dan peranannya sebagai murid Yesus Kristus

Indikator

  1. Mendeskripsikan tentang tugas Gereja yang menguduskan
  2. Menjelaskan arti dan fungsi doa dan liturgi dalam Gereja
  3. Menjelaskan bentuk-bentuk tugas atau tindakan Gereja yang menguduskan melalui perayaan-perayaan sakramen dan devosi

Tujuan

  1. Melalui penggalian pengalaman dan cerita kehidupan, peserta didik memahami
  2. makna serta bentuk-bentuk kegiatan tugas Gereja yang menguduskan (liturgi)
  3. Melalui menyimak dan mendiskusikan ajaran Kitab Suci dan ajaran Gereja, peserta didik memahami makna liturgi.
  4. Melalui kegiatan refleksi, serta aksi kegiatan, peserta didik menghayati doa dan liturgi Gereja.

Bahan bacaan:

Liturgi merupakan perayaan iman. Perayaan iman tersebut merupakan pengungkapan iman Gereja, di mana orang yang ikut dalam perayaan iman mengambil bagian dalam misteri yang dirayakan. Tentu saja bukan hanya dengan partisipasi lahiriah, tetapi yang pokok adalah hati yang ikut menghayati apa yang diungkapkan dalam doa.

Kekhasan doa Gereja ini merupakan sifat resminya, sebab justru karena itu Kristus bersatu dengan umat yang berdoa. Dengan bentuk yang resmi, doa umat menjadi doa seluruh Gereja sebagai mempelai Kristus, berdoa bersama Kristus, Sang Penyelamat, sekaligus tetap merupakan doa pribadi setiap anggota jemaat.

Doa dan ibadat merupakan salah satu tugas Gereja untuk menguduskan umatnya dan umat manusia. Tugas ini disebut tugas imamiah Gereja. Kristus Tuhan, Imam Agung, yang dipilih dari antara manusia menjadikan umat baru, “kerajaan Imam-Imam bagi Allah dan Bapa-Nya” (Why 1: 6: bdk. 5: 9-10).

Mereka yang dibaptis dan diurapi Roh Kudus disucikan menjadi kediaman rohani dan imamat suci untuk (sebagai orang kristiani dengan segala perbuatan mereka) mempersembahkan korban rohani dan untuk mewartakan daya kekuatan-Nya!

Oleh sebab itu, Gereja bertekun dalam doa, memuji Allah, dan mempersembahkan diri sebagai korban yang hidup, suci, berkenan kepada Allah. Gereja memiliki imamat umum dan imamat jabatan dengan cara khasnya masing-masing mengambil bagian dalam satu imamat Kristus.

Imamat umum melaksanakan tugas pengudusan antara lain dengan berdoa, menyambut sakramen-sakramen, memberi kesaksian hidup, pengingkaran diri, melaksanakan cinta kasih secara aktif dan kreatif.

Imamat jabatan membentuk dan memimpin umat serta memberikan pelayanan sakramen-sakramen.

Semua umat mengambil bagian dalam imamat Kristus untuk melakukan suatu ibadat rohani demi kemuliaan Allah dan keselamatan manusia. Yang dimaksudkan dengan ibadat rohani adalah setiap ibadat yang dilakukan dalam Roh oleh setiap orang Kristiani.

Dalam urapan Roh, seluruh hidup orang Kristiani dapat dijadikan satu ibadat rohani. “Persembahkan tubuhmu sebagai korban hidup, suci, dan berkenan kepada Allah. Itulah ibadat rohani yang sejati” (Rm 12: 1).

Dalam arti ini, konstitusi Lumen Gentium menandaskan: “Semua kegiatan mereka, doa dan usaha kerasulan hidup suami-istri dan keluarga, kegiatan sehari-hari, rekreasi jiwa raga, jika dilakukan dalam Roh, bahkan kesulitan hidup, bila diderita dengan sabar, menjadi korban rohani, yang dapat diterima Allah dengan perantaraan Yesus Kristus (bdk. 1Ptr 2: 5). Dalam perayaan Ekaristi, korban ini dipersembahkan dengan sangat hikmat kepada Bapa, bersama dengan persembahan Tubuh Tuhan” (Lumen Gentium, Art. 34).

Tidak ada keterpisahan antara hidup dan ibadat di dalam umat. Pengertian mengenai hidup sebagai persembahan dalam Roh dapat memperkaya perayaan Ekaristi yang mengajak seluruh umat, membiarkan diri diikutsertakan dalam penyerahan Kristus kepada Bapa. Dalam pengertian ini, perayaan Ekaristi sungguh-sungguh merupakan sumber dan puncak seluruh hidup Kristiani.

Arti doa. Doa berarti berbicara dengan Tuhan secara pribadi; doa juga merupakan ungkapan iman secara pribadi dan bersama-sama. Oleh sebab itu, doa-doa Kristiani biasanya berakar dari kehidupan nyata. Doa selalu merupakan dialog yang bersifat pribadi antara manusia dan Tuhan dalam hidup yang nyata ini.

Dalam dialog tersebut, kita dituntut untuk lebih mendengar daripada berbicara, sebab firman Tuhan akan selalu menjadi pedoman yang menyelamatkan. Bagi umat Kristiani, dialog ini terjadi di dalam Yesus Kristus, sebab Dialah satu-satunya jalan dan perantara kita dalam berkomunikasi dengan Allah. Perantara ini tidak mengurangi sifat dialog antar-pribadi dengan Allah.

Fungsi doa. Peranan dan fungsi doa bagi orang Kristiani, antara lain: mengkomunikasikan diri kita kepada Allah;mempersatukan diri kita dengan Tuhan; mengungkapkan cinta, kepercayaan, dan harapan kita kepada Tuhan; membuat diri kita melihat dimensi baru dari hidup dan karya kita, sehingga menyebabkan kita melihat hidup, perjuangan dan karya kita dengan mata iman; mengangkat setiap karya kita menjadi karya yang bersifat apostolis atau merasul.

Syarat dan cara doa yang baik; didoakan dengan hati; berakar dan bertolak dari pengalaman hidup; diucapkan dengan rendah hati.

Cara-cara berdoa yang baik: Berdoa secara batiniah.“Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamar …” (lih. Mat 6: 5-6). Berdoa dengan cara sederhana dan jujur, “Lagi pula dalam doamu janganlah kamu bertele-tele … “ (lih. Mat 6: 7).

Doa Resmi Gereja; Orang boleh saja berdoa secara pribadi atas nama pribadi dan berdoa bersama dalam suatu kelompok atas nama kelompok. Doa-doa itu tidak mewakili seluruh Gereja. Tetapi doa, di mana suatu kelompok berdoa atas nama dan mewakili Gereja secara resmi, doa kelompok yang resmi itu disebut ibadat atau liturgi. Hal yang pokok bukan sifat “resmi” atau kebersamaan, melainkan kesatuan Gereja dengan Kristus dalam doa.

Dengan demikian, liturgi adalah “karya Kristus, Imam Agung, serta Tubuh-Nya, yaitu Gereja”. Oleh karena itu, liturgi tidak hanya merupakan “kegiatan suci yang sangat istimewa”, tetapi juga wahana utama untuk mengantar umat Kristiani ke dalam persatuan pribadi dengan Kristus (SC 7).

Arti dan makna sakramen

Sakramen berasal dari kata ‘mysterion’ (Yunani), yang dijabarkan dengan kata ‘mysterium’ dan ‘sacramentum’ (Latin). Sacramentum dipakai untuk menjelaskan tanda yang kelihatan dari kenyataan keselamatan yang tak kelihatan yang disebut sebagai ‘mysterium‘.

Kitab Suci menyampaikan dasar pengertian sakramen sebagai misteri/ ‘mysterium‘ kasih Allah, yang diterjemahkan sebagai “rahasia yang tersembunyi dari abad ke abad… tetapi yang sekarang dinyatakan kepada orang-orang kudus-Nya” (Kol 1:26, Rom 16:25). Rahasia/ ‘misteri’ keselamatan ini tak lain dan tak bukan adalah Kristus (Kol 2:2; 4:3; Ef 3:3) yang hadir di tengah-tengah kita (Kol 1:27).

Singkat kata, sakramen yaitu hal-hal yang berkaitan dengan yang kudus atau yang ilahi. Sakramen juga berarti tanda keselamatan Allah yang diberikan kepada Manusia ”Untuk mengkuduskan manusia, membangun Tubuh Kristus dan akhirnya mempersembahkan ibadat kepada Allah”(SC 59).

Karena Sakramen sebagai tanda dan sarana keselamatan, maka menerima dan memahami sakramen hendaknya ditempatkan dalam kerangka iman dan didasarkan kepada iman. Sakramen biasanya diungkapkan dengan kata-kata dan tindakan.

Maka sakramen dalam Gereja Katolik mengandung dua unsur hakiki yaitu:

– Forma artinya kata-kata yang menjelaskan peristiwa ilahi

– Materia artinya barang atau tindakan tertentu yang kelihatan

Sakramen adalah lambang atau simbol

Dalam hidup sehari-hari kita mengenal banyak benda atau perbuatan yang pada hakikatnya punya makna dan arti jauh lebih dalam daripada benda atau perbuatan itu sendiri (arti yang biasa).

“Perayaan liturgi dijalin dengan tanda-tanda dan simbol-simbol yang artinya berakar dalam penciptaan dan budaya manusia, ditentukan dalam peristiwa peristiwa Perjanjian Lama dan diungkapkan secara penuh dalam Pribadi dan Karya Yesus” (Kompendium Katekismus Gereja Katolik – 236)

“Asal-usul tanda-tanda/simbol sakramental “berasal dari ciptaan (cahaya, air, api, roti, anggur, minyak), dan yang lain berasal dari kehidupan sosial (mencuci, mengurapi dengan minyak, memecah roti) dan beberapa yang lainnya lagi berasal dari sejarah keselamatan dalam Perjanjian Lama (ritus paskah, korban, penumpangan tangan, pengudusan). Tanda-tanda ini, yang bersifat normatif dan tak berubah, diambil oleh Kristus dan dipakai untuk tindakan penyelamatan dan pengudusan” (Kompendium Katekismus Gereja Katolik – 237).

Sakramen-sakramen mengungkapkan karya Tuhan yang menyelamatkan

Jika kita memperhatikan karya Allah dalam sejarah penyelamatan akan tampak hal-hal ini: Allah yang tidak kelihatan menjadi kelihatan dalam Yesus Kristus. Dalam Yesus Kristus orang dapat melihat, mengenal, mengalami siapa sebenarnya Allah itu. Namun, Yesus sekarang sudah dimuliakan. Ia tidak kelihatan lagi. Ia hadir secara rohani di tengah kita. Melalui Gereja-Nya, Ia menjadi kelihatan.

Maka, Gereja adalah alat dan sarana penyelamatan, di mana Kristus tampak untuk menyelamatkan manusia. Gereja menjadi alat dan sarana penyelamatan, justru dalam kejadian-kejadian, peristiwa-peristiwa, tindakan dan kata-kata yang disebut sakramen. Sakramen-sakramen adalah “Tangan Kristus” yang menjamah kita, merangkul kita, dan menyembuhkan kita.

Meskipun yang tampak di mata kita, yang bergaung di telinga kita hanya hal-hal atau tanda-tanda biasa, namun Kristuslah yang berkarya lewat tanda-tanda itu. Dengan perantaraan para pelayanan-Nya, Kristus sungguh aktif berkarya dalam umat Allah.

Sakramen-sakramen meningkatkan dan menjamin mutu hidup kita sebagai orang Kristiani

Perlu disadari bahwa sakramen-sakramen itu erat sekali hubungannya dengan kenyataan hidup sehari-hari. Dalam hidup sehari-hari orang membutuhkan bantuan. Sementara kualitas dan mutu hidup manusia makin melemah, banyak orang yang jatuh dalam dosa, banyak orang yang butuh peneguhan dan kekuatan.

Pada saat itulah kita dapat mendengar suara Kristus yang bergaung di telinga kita: “Aku tidak menghukum engkau, pulanglah dan jangan berdosa lagi …”

Singkatnya, sakramen-sakramen adalah cara dan sarana bagi Kristus untuk menjadi “tampak” dan dengan demikian dapat dialami oleh manusia dewasa ini.

Sakramen-sakramen itu tidak bekerja secara otomatis. Sakramen-sakramen sebagai “tanda” kehadiran Kristus menantikan sikap pribadi (sikap batin) dari manusia. Sikap batin itu ialah iman dan kehendak baik.

Perayaan sakramen adalah suatu “pertemuan” antara Kristus dan manusia. Oleh karena itu, meski tidak sama tingkatnya, peran manusia (sikap iman) sangat penting. Walaupun Kristus mahakuasa, Ia tidak akan menyelamatkan orang yang memang tidak mau diselamatkan atau yang tidak percaya.

Pembagian (pengelompokan) sakramen-sakramen Gereja

Sakramen-Sakramen dibagi menjadi: Sakramen inisiasi Kristen mencakup sakramen Pembaptisan, Penguatan, dan Ekaristi Kudus. Sakramen-sakramen Penyembuhan yakni sakramen Tobat dan Pengurapan Orang Sakit. Sakramen-sakramen pelayanan pesersekutuan dan perutusan yaitu sakramen Penahbisan dan Perkawinan (lihat Kompendium KGK 250 – KGK 1210-1211)

Sakramen-sakramen inisiasi Kristenmaksudnya inisisasi atau bergabung menjadi orang Kristen dilaksanakan melalui sakramen-sakramen yang memberikan dasar hidup kristen. Orang beriman, yang dilahirkan kembali menjadi manusia baru dalam sakramen Pembaptisan, dikuatkan dengan sakramen Penguatan dan diberi makanan dengan sakramen Ekaristi (lihat Kompendium KGK 251).

Sakramen-sakramen Penyembuhan maksudnya Kristus Sang Penyembuh jiwa dan badan kita, menetapkan sakramen ini karena kehidupan baru yang Dia berikan kepada kita dalam sakramen-sakramen inisiasi Kristiani dapat melemah, bahkan hilang karena dosa. Karena itu, Kristus menghendaki agar Gereja melanjutkan karya penyembuhan dan penyelamatan-Nya melalui sakramen ini yakni sakramen Tobat dan Pengurapan Orang Sakit(lihat kompendium KGK 295 – KGK 1420-1421. 1426).

Sakramen-sakramen pelayanan pesersekutuan dan perutusan mencakup dua Sakramen yaitu sakramen penahbisan dan perkawinan memberikan rahmat khusus untuk perutusan tertentu dalam Gereja untuk melayani dan membangun umat Allah.

Sakramen-sakramen ini memberikan sumbangan dengan cara yang khusus pada persekutuan gerejawi dan penyelamatan orang-orang lain. (lihat Kompendium KGK 321, KGK 1533-1535).

Ketujuh sakramen

Pada saat-saat penting dalam hidup, Kristus menyertai umat-Nya. Kehadiran Kristus ini dirayakan dalam ketujuh sakramen.

  • Sakramen Pembaptisan/ Permandian

Jika seseorang secara resmi menyatakan tobat dan imannya kepada Yesus Kristus, serta bertekad untuk bersama umat ikut serta dalam tugas panggilan Kristus, maka dia diterima dalam umat dengan upacara yang sejak zaman para Rasul disebut.

Kenyataan yang lebih dalam ialah bahwa orang yang menerima sakramen permandian diterima oleh Kristus menjadi anggota Tubuh-Nya, Umat Allah (Gereja). Orang tersebut laksana baru lahir di dalam Gereja. Peristiwa kelahiran baru menjadi putra Bapa dalam Roh Kudus berarti bahwa selanjutnya ia ikut menghayati hidup Kristus sendiri yang ditandai oleh wafat dan kebangkitan-Nya.

Oleh karena itu, orang yang telah dipermandikan harus bersama Kristus “mati bagi dosa” supaya dalam Kristus, ia hidup bagi Allah. Kebenaran itu diperagakan, dirayakan, dan dilambangkan dalam peristiwa pencurahan air pada dahinya, sementara wakil umat (Imam) mengatakan: “Aku mempermandikan engkau dalam nama Bapa, Putra dan Roh Kudus.”

Dengan permandian, mulailah babak baru dalam hidup seseorang. Kristus sendiri menjiwai dia melalui Roh-Nya, maka segala pelanggaran dan dosa yang telah diperbuatnya dihapus.

  • Sakramen Penguatan/ Krisma

Bagi orang dewasa, sakramen penguatan sebetulnya merupakan bagian dari sakramen permandian. Orang yang telah dipermandikan ditandai dengan minyak (krisma), tanda kekuatan Roh Kudus, sebelum diutus untuk memperjuangkan cita-cita Kristus dalam Gereja dan masyarakat. Sakramen penguatan menjadi tanda kedewasaan, maka orang yang menerima Sakramen Penguatan turut serta bertanggung jawab atas kehidupan Umat Allah.

Kepada setiap orang, Roh Kudus memberikan karisma-karisma-Nya (bakat kemampuan). Atas karisma-karisma (anugerah) Tuhan ini, orang yang bersangkutan menyadari tanggung jawabnya terhadap sesama.

Dengan bakat kemampuan yang diterima dari Tuhan, orang yang bersangkutan diharapkan hidup bukan untuk diri sendiri, melainkan untuk ikut membina Tubuh Kristus (Umat Allah). Bakat kemampuan menyatakan karya Roh, yang melalui setiap orang Kristen, menghantar sesamanya kepada Kristus.

  • Sakramen Ekaristi/ Komuni

Pada malam menjelang sengsara-Nya, Yesus mengajak murid-murid-Nya untuk merayakan hari kemerdekaan bangsa-Nya (Paska) sesuai dengan adat istiadat Yahudi. Bangsa Yahudi memperingati pembebasan dari Mesir dalam sebuah perjamuan kekeluargaan.

Dalam perjamuan Paska itu, Yesus mengambil roti (makanan sehari-hari orang Yahudi), memecahkannya, dan membagi-bagikan roti itu seraya berkata: “Makanlah roti ini, karena inilah Tubuh-Ku yang dikorbankan bagimu.” (Tubuh adalah tanda kehadiran Yesus yang tersalib yang dikorbankan bagi kita).

Kemudian, Yesus mengambil sebuah cawan (piala) berisi air anggur sambil berkata: “Minumlah semua dari cawan ini, karena inilah Darah-Ku, darah perjanjian baru dan kekal yang diadakan dengan kalian dan dengan semua manusia demi pengampunan dosa” (Darah menjadi tanda hidup. Jadi, kalau Yesus memberikan darah-Nya berarti Ia menyerahkan diri-Nya seluruhnya untuk kita).

Kata-kata Yesus mengungkapkan wafat-Nya. Injil Matius dan Markus menambahkan bahwa “darah-Nya ditumpahkan….”, yang berarti Ia dipersembahkan sebagai korban persembahan.

Jadi, roti dan anggur menyatakan bagaimana Yesus mati (menumpahkan darah). Kemudian disebut juga, mengapa Ia harus mati, yaitu demi pengampunan dosa-dosa. Yesus kemudian berkata: “Kenangkanlah Aku dengan merayakan perjamuan ini.” (Baca: Luk 22: 14-23; Mat 26: 26-29; Mrk 14: 22-25) Maka Sejak zaman para rasul, umat Kristen suka berkumpul untuk bersyukur kepada Allah Bapa yang membangkitkan Yesus dari alam maut dan menjadikannya Tuhan dan Penyelamat.

Berkumpul di sekitar meja Altar untuk menyambut Kristus dalam sabda dan perjamuan-Nya merupakan kehadiran Gereja yang paling nyata dan penuh; ungkapan yang paling konkret dari persatuan umat dan Tuhan serta persatuan para anggotanya.

Selama hidup di dunia, kita tidak pernah luput dari kesalahan dan dosa. Kita hidup dalam “situasi dosa”. Situasi dosa ini merasuki diri kita dan masyarakat kita sedalamdalamnya. Perjuangan untuk tetap teguh berdiri, tidak berdosa, memang merupakan proses perjuangan yang tidak kunjung selesai. Oleh karena itu, usaha untuk bangun lagi sesudah jatuh, berbaik lagi dengan Tuhan dan sesama, merupakan unsur yang hakiki dan harus selalu ada dalam hidup kita.

Para pengikut Kristus perlu bertobat dan membaharui diri secara terus-menerus di hadapan Tuhan dan sesama. Tanda pertobatan di hadapan Tuhan dan sesama itu diterima dalam perayaan sakramen tobat. Seseorang yang melakukan sesuatu yang bertolak belakang dengan kehendak Tuhan berarti dia memisahkan diri dari Tuhan dan sesama.

Selama suatu kesalahan berat belum diampuni, ia tidak dapat ikut serta dalam ibadat umat secara sempurna. Dia ibarat cabang yang mati dari sebuah tanaman. Agar dia diterima kembali menjadi anggota umat yang hidup, dia harus bertobat dan menghadapi wakil umat (Pastor) untuk mendapatkan pengampunan. Tobat sejati menuntut agar kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan itu diperbaiki.

  • Sakramen Pengurapan Orang Sakit

Jika seorang anggota umat sakit keras, keprihatinan Tuhan diungkapkan dengan sakramen perminyakan orang sakit. Kristus menguatkan si sakit dengan Roh Kudus-Nya yang ditandakan dengan minyak suci.

Dengan demikian, si sakit dibuat siap dan tabah untuk menerima apa saja dari tangan Allah yang mencintai kita, baik dalam kesembuhan maupun dalam maut. Dengan menderita seperti Kristus, si sakit menjadi lebih serupa dengan Kristus.

  • Sakramen Tahbisan/ Imamat

Umat membutuhkan pelayan-pelayan yang bertugas menunaikan berbagai tugas pelayanan di tengah umat demi kepentingan dan perkembangan umat dalam hidup beriman dan bermasyarakat.

Pelayanan-pelayanan itu juga berfungsi untuk mempersatukan umat, membimbing umat dengan berbagai cara demi penghayatan iman pribadi dan bersama; membantu melancarkan komunikasi iman demi tercapainya persekutuan umat, persekutuan iman. Pelantikan para pelayan itu dirayakan, disahkan dan dinyatakan dalam tahbisan (sakramen imamat).

  • Sakramen Perkawinan/ pernikahan

Membangun keluarga merupakan kejadian yang sangat penting dalam hidup seseorang. Tentu usaha sepenting ini tidak di luar perhatian Kristus serta umat-Nya. Maka Kristus sendiri hadir dalam cinta mereka antar suami-istri.

Cinta mereka menjadi tanda dari cinta Kristus kepada Gereja-Nya. Kristus menguduskan cinta insani menjadi alat dan sarana keselamatan abadi. Umat Kristus merestui dan menyertai pengantin dalam keputusan mereka yang sangat penting. Di hadapan umat, kedua mempelai berjanji satu sama lain untuk setia dan cinta, baik dalam suka maupun duka, selama hayat dikandung badan.

Allah sendiri menjadi penjamin kesetiaan, maka apa yang disatukan Allah jangan diceraikan oleh manusia. Sakramen perkawinan berlangsung selama hidup dan mengandung panggilan luhur untuk membina keluarga sebagai tanda kasih setia Allah bagi setiap insan. Kristus mendampingi suami-istri untuk membina cinta yang semakin dalam dan untuk mendidik anak menjadi warga Gereja dan warga masyarakat yang berguna dan untuk membangun keluarga Katolik yang baik pula.

Suami-istri yang hidup dalam perkawinan Katolik dipanggil pula untuk memberi kesaksian kepada dunia tentang cinta Allah kepada umat manusia melalui cinta suami-istri. Hidup cinta mereka menjadi tanda (sakramen) cinta Allah kepada manusia.

Sumber: [Buku Guru] Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti, Diutus sebagai Murid Yesus, Untuk SMA Kelas XI, hlm 116-120 dan Buku Agama versi buku Elektronik, hlm 117-124.

Tugas dan latihan:

  • Kerjakan soal-soal berikut dengan baik dan sungguh-sungguh serta ketikan yang rapi.
  • Paling lama saya menunggu tugas kalian diupload pkl 18.00 petang nanti.

Jawablah pertanyaan di bawah ini berdasarkan teks bacaan di atas!

Bagian A: untuk mendapatkan nilai pengetahuan (kognitif)

  1. Apa itu liturgi?
  2. Apa saja tugas bagi seseorang yang menyandang imamat umum dalam hal menguduskan?
  3. Apa saja tugas imamat jabatan?
  4. Tuliskan arti doa?
  5. Tuliskan fungsi doa?
  6. Syarat dan cara berdoa yang baik?
  7. Cara-cara berdoa yang baik?
  8. Apa arti dan makna sakramen?
  9. Bagaimana pembagian jenis sakramen?
  10. Ada berapa sakramen dalam Gereja Katolik?
  11. Apa saja kekhasan dari masing-masing sakramen-sakramen dalam Gereja Katolik?
  12. Jelaskan asal-usul tanda-tanda/simbol sakramental!
  13. Apa saja unsur hakiki sakramen dalam Gereja Katolik?

Bagian B: Untuk mendapatkan nilai ketrampilan

  1. Carilah dari sumber lain, tuliskan 5 pengertian atau definisi berdoa!
  2. Berdasarkan pengertian atau definisi berdoa (no 1 bagian B di atas) buatlah pengertian atau definisi berdoa menurut Anda!
  3. Soal refleksi pribadi. Berdoa adalah sarana penguduskan diri kita masing-masing. Sebagai orang beragama (apapun agama kita) diajarkan bagaimana berdoa yang baik. Tuliskan pengalaman berdoamu (doa pribadi atau doa bersama di rumah, juga pengalaman doa atau ibadat di tempat ibadatmu)!

Ignas Iwan Waning

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA