SRI MULYANI, NIM: 99363621 (2004) SANKSI BAGI PELAKU ZINA YANG TELAH MENIKAH DALAM ISLAM STUDI PERBANDINGAN ANTARA ABDUL QADIR AUDAH DAN T.M.HASBI ASH-SHIDDEQY. Skripsi thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.
Abstract
Perzinaan merupakan salah satu masalah yang sangat krusial dalam masyarakat yang memegang teguh nonna-nonna agama dan susila Jika masalah perzinaan terus dibiarkan tanpa adanya solusi yang terbaik dari ketentuan hukum yang dibuat oleh manusia maka perzinaan akan terus merajalela sampai manusia benar-benar memahami apa maksud Allah memberi hukuman ftSik yang tampak kejam itu. Zina adalah perbuatan yang sangat hina dan dapat menimbulkan dampak negatif. diantaranya menjatuhkan martabat manusia. karena zina dilakukan tanpa adanya ikatan pemikahan yang menghalalkan manusia untuk melakukannya menimbulkan ketidakjelasan keturunan. menghancurkan ikatan keluarga yang sudah teijalin. Sebagian ulama masih peduli dengan kasus perzinaan yang sudah mewajar. Penyusun mengambil pendapatnya Abdul Qadir Audah dan T.MHasbi ash-Shiddieqy yang ternyata mempunyai pandangan yang berbeda dalam memberikan sanksi terhadap pelaku zina yang telah menikah. Perbedaan teijadi karena keduanya tidak sependapat memahami teks al-Qur'an dan Hadis. Audah yang memang tidak membahas secara khusus persoalan had zina. tidak dapat memberikan kontribusi yang banyak dan memuaskan. akan tetapi ia lebih cenderung mengikuti pendapatnya Jumhur Ulama yang menyatakan bahwa sanksi zina terhadap pezina yang telah menikah itu dibedakan dengan pezina yang belum menikah. Oleh karenanya sanksi yang berlaku untuk pezina yang telah menikah adalah dirajam sesuai dengan hadis Nabi ditambah dengan pengakuan Umar yang mengatakan bahwa adanya ayat tentang rajam tetapi telah dinasakh tilawahnya. Sedangkan Hasbi berasumsi bahwa baik pezina yang belum menikah maupun telah menikah sanksinya sama yaitu dicambuk seratus kali sesuai dengan Surat an-Nur ayat (2). Jika rajam itu tetap berlaku. seharusnya disebutkan dalam al-Qur'an karena rajam adalah hukuman yang sangat berat.
Thesis (Skripsi) |
1 . Drs. MAKHRUS MUNAJAT, M.Hum 2. NUR'AINY AM., SH-f..MJl |
Sangsi pelaku Zina |
Perbandingan Madzhab |
Fakultas Syariah dan Hukum > Perbandingan Madzab (S1) |
Drs. Bambang Heru Nurwoto |
09 Nov 2018 09:07 |
09 Nov 2018 09:07 |
//digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31444 |
Share this knowledge with your friends :
Actions (login required)
View Item |
JAKARTA, iNews.id - Surat An Nur ayat 2 berisi tentang hukuman bagi pelaku zina di dunia maupun di akhirat. Bagi pelaku zina yang berstatus belum menikah (ghairu muhsan) dijatuhi hukuman cambuk 100 kali.
Sedangkan bagi pezina yang berstatus muhsan atau sudah menikah diberi hukuman mati dengan cara dirajam (dilempari batu).
Di akhirat nanti, pelaku zina akan mendapatkan siksa yang pedih dan tidak akan dilihat oleh Allah SWT.
Berikut Surat An Nur ayat 2, Latin, Arti, Makna tentang Hukuman Cambuk Bagi Pelaku Zina:
اَلزَّانِيَةُ وَالزَّانِيْ فَاجْلِدُوْا كُلَّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍۙ وَّلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِيْ دِيْنِ اللّٰهِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۚ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَاۤىِٕفَةٌ مِّنَ الْمُؤْمِنِيْنَ
Latin: Azzaaniyatu wa zaanii fajliduu kulla waahidin minhuma miatan jaldah walaa ta hudzkum bihimaa ra fatun fii diinillaahi in kuntum tu minuuna billahi wal yaumil aakhiri walyash had 'adzaaba humaa thaaaifatun minal mu'miniin. (QS. An Nur ayat 2)
Artinya: Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.
Makna Surat Al Isra ayat 2:
Surah Al Isra Ayat 2 ini mengandung ketentuan hukum yang pasti, salah satunya hukum perzinaan. Kepada pezina perempuan yang belum pernah menikah dan demikian pula pezina laki-laki yang belum pernah menikah, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali jika perzinaan keduanya terbukti sesuai dengan syarat-syaratnya.
Sebagai hukuman tambahannya ialah dibuang selama satu tahun jauh dari negerinya, menurut pendapat jumhur ulama. Lain halnya dengan pendapat Imam Abu Hanifah rahimahullah; ia berpendapat bahwa hukuman pengasingan ini sepenuhnya diserahkan kepada imam. Dengan kata lain, jika imam melihat bahwa si pelaku zina harus diasingkan, maka ia boleh melakukannya; dan jika ia melihat bahwa pelaku zina tidak perlu diasingkan, maka ia boleh melakukannya.
Alasan jumhur ulama dalam masalah ini ialah sebuah hadis yang telah ditetapkan di dalam kita Sahihain melalui riwayat Az-Zuhri, dari Ubaidillah ibnu Abdullah ibnu Atabah ibnu Mas'ud, dari Abu Hurairah dan Zaid ibnu Khalid Al-Juhani tentang kisah dua orang Badui yang datang menghadap kepada Rasulullah Saw.
Editor : Kastolani Marzuki
Halaman : 1 2 3