Hadits tentang Allah tidak melihat rupamu namun Allah menilai dari keikhlasanmu diriwayatkan oleh

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ صَخْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَامِكُمْ وَلاَ إِلَى صُوَ رِكُمْ ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ

“Diriwayatkan dari Abu Hurairah Abdirrahman bin Syahrin radhiyallahu ‘anhu, ‘Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuh kalian dan tidak pula kepada rupa kalian, tetapi Dia melihat kepada hati kalian.” (Diriwalatkan Muslim)

Syarah (Penjelasan Hadits)

Sabda beliau “tetapi Dia melihat kepada hati kalian,” dalam riwayat lain dijelaskan “hati dan amal kalian.”

Hadits ini menunjukkan seperti apa yang ditunjukkan oleh firman Allah,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“Hai manusia, sesungguhya Kami menciptakan kamu dari seorang laki–laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa–bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnla Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujuraat: 13)

Allah Subhanahu waTa’ala melihat manusia bukan pada badannya; apakah besar, kecil, sehat, atau sakit; dan tidak pula melihat pada rupanya, apakah cantik ataukah jelek.

Semua itu tidak ada harganya di sisi Allah. Begitu juga Allah tidak melihat kepada nasab, apakah nasabnya tinggi atau rendah, tidak melihat pada harta dan tidak melihat kepada salah satu dari hal-hal semacam itu sama sekali.

Tidak ada hubungan antara Allah dan hamba-Nya, kecuali dengan takwa. Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, maka dia lebih dekat kepada-Nya dan lebih mulia di sisi-Nya. Maka dari itu, janganlah kamu membanggakan hartamu, kecantikanmu, keindahan tubuhmu, anak-anakmu, istana-istanamu, mobil-mobilmu dan kekayaan dunia lainnya sama sekali, tetapi jika kamu di samping kaya juga mempunyai ketakwaan yang kuat, maka itu merupakan karunia terbesar dari sisi Allah, karena itu pujilah Allah atasnya.

Ketahuilah bahwa amal perbuatan manusia itu tergantung kepada niatnya dan hatilah yang berperan di dalamnya.

Betapa banyak manusia yang secara lahir amalnya tampak baik, benar, dan shalih, tetapi sesuatu yang dibangun di atas reruntuhan, maka bangunan itu pun akan runtuh.

Niat adalah pondasi. Jika Anda mendapati dua orang yang sedang shalat bersama-sama di shaf yang sama dan mengikuti imam yang sama, tetapi nilai shalat mereka bisa jadi jauh berbeda seperti antara barat dan timur, karena hati mereka berbeda. Yang satu hatinya lalai bahkan mungkin terbersit riya’ di dalam shalatnya serta menghendaki keuntungan dunia, sedangkan satunya hatinya hadir yang dengan shalatnya dia ingin mencari keridhaan Allah dan mengikuti sunah Rasul-Nya.

Antara keduanya terdapat perbedaan yang sangatjauh. Yang akan dinilai untuk mendapatkan pahala di hari Kiamat kelak adalah apa yang terbetik di dalam hati, seperti yang difirmankan Allah,

إِنَّهُ عَلَى رَجْعِهِ لَقَادِرٌ (٨) يَوْمَ تُبْلَى السَّرَائِرُ

“Sesungguhnya Allah benar-benar kuasa untuk mengembalikannya (hidup sesudah mati). Pada hari dinampakkan segala rahasia.” (QS. Ath-Thaariq: 8 – 9 )

Hukum yang dijalankan manusia di dunia didasarkan pada sesuatu yang lahir, seperti yang disabdakan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Sesungguhnya saya menetapkan hukum berdasarkan apa yang saya dengar. ” Akan tetapi di akhirat kelak, yang akan dinilai adalah apa yang terbetik di dalam hati. Kita memohon kepada Allah agar Dia membersihkan hati kita semua.

Jika hati kita baik, maka kita optimis akan mendapatkan kebaikan walaupun anggota badan yang lain tidak baik. Allah Subh anahu waTa’ala berfirman,

أَفَلا يَعْلَمُ إِذَا بُعْثِرَ مَا فِي الْقُبُورِ (٩) وَحُصِّلَ مَا فِي الصُّدُورِ

“Maka apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur, dan dilahirkan apa lang ada di dalam dada,” (QS. Al- ‘Aadiyaat:9-10)

Jadi, yang akan dinilai di akhirat kelak adalah apa yang ada di dalam hati. Jika Allah di dalam Kitab-Nya dan Rasulullah di dalam sunahnya menegaskan agar memperbaiki niat, maka yang harus dilakukan manusia adalah agar dia memperbaiki niatnya, menata hatinya, dan melihat keraguan yang ada di dalamnya, lalu menghilangkannya menuju keyakinan. Bagaimana caranya?

Hal itu bisa dilakukan dengan cara melihat tanda-tanda kebesaran Allah, sebagaimana yang difirmankan-Nya,

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (QS. Ali Imran: 190)

Di tempat lain Allah berfirman,

“Sesungguhnya pada langit dan bumi benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk orang-orang yang beriman. Dan pada penciptaan kamu dan pada binatang-binatang yang melata yang bertebaran (di muka bumi) terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk kaum yang meyakini. “ (QS.Al-Jaatsiyah: 3-4)

Oleh karena itu, kamu lihatlah tanda-tanda kebesaran Allah! Jika setan melemparkan keraguan di dalam hatimu, maka lihatlah tanda-tanda kebesaran Allah, lihatlah ke alam semesta ini dan renungkan. Lihat bagaimana keadaan berubah-ubah, bagaimana Allah mengatur pergantian hari bagi manusia hingga kamu tahu bahwa alam ini ada pengaturnya yang Maha Bijaksana, yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala’.

Bersihkan hatimu dari kesyirikan, bagaimana cara membersihkannya?

Bersihkan hatimu dengan mengatakan kepada dirimu sendiri, “Sesungguhnya jika aku berbuat maksiat kepada Allah, manusia tidak akan bisa memberi manfaat apa-apa kepadaku dan mereka tidak akan bisa menyelamatkanku dari siksa. Tetapi jika aku menaati perintah Allah, mereka tidak akan bisa memberiku pahala.”

Hanya Allah-lah yang memberi pahala dan menahan siksa.’ Jika masalahnya seperti itu, mengapa kamu berbuat syirik kepada Allah? Mengapa kamu berniat dengan ibadahmu untuk mendekatkan diri kepada makhluk.Maka dari itu, siapa yang mendekatkan diri kepada makhluk dengan sesuatu yang dengannya dia mendekatkan diri kepada Allah, maka Allah dan manusia akan menjauh darinya.

Mendekatkan diri kepada makhluk dengan cara yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah tidak akan menambah apa-apa baginya, kecuali justru semakin jauh dari Allah dan makhluk. Jika Allah ridha kepadamu, maka manusia pun akan ridha. Jika Allah murka kepadamu, maka manusia pun akanmurkakepadamu.Na’udzubillahmin dzalik!

Yang penting wahai saudaraku, obatilah dan cucilah hatimu selalu hingga benar-benar bersih, seperti yang difirmankan Allah,

“Mereka itulah orang-orang yang Allah tidak ingin membersihkan hati mereka.” (QS. Al-Maidah: 41 )

Membersihkan hatimerupakanperkarapentingsekali, sayamemohon kepada Allah agar Dia membersihkan hati saya dan kamu, serta menjadikan kita termasuk orang-orang yang ikhlas dalam mengikuti Rasul-Nya.

*****

Referensi: Syarah Riyadush Shalihin Imam Nawawi, karya Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin, penerbit Darul Falah

Allah Tidak Menilai Seseorang Dengan Rupa Atau Kekayaannya merupakan  bagian dari kajian Islam ilmiah Nasihat-Nasihat Para Sahabat yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. pada 30 Rajab 1441 H / 25 Maret 2020 M.

Kajian Tentang Allah Tidak Menilai Seseorang Dengan Rupa Atau Kekayaannya

Dari Abu Hurairah -semoga Allah meridhainya- Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

رُبَّ أَشْعثَ أغبرَ مدْفُوعٍ بالأَبْوَابِ لَوْ أَقْسمَ عَلَى اللَّهِ لأَبرَّهُ

“Berapa banyak orang yang rambutnya acak-acakan berdebu, tertolak di pintu-pintu (maksudnya orang ini orang yang miskin, orang yang susah, orang yang tidak punya kedudukan sama sekali. Jika ia dia datang ke sebuah rumah untuk meminta pertolongan, ia tertolak bahkan diusir), tapi kalau ia sudah bersumpah atas nama Allah, Allah langsung ijabah doanya (karena ketakwaannya, karena keyakinan dia dan tsiqah dia kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang luar biasa)”. (HR. Muslim)

Hadits ini menunjukkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menilai seseorang dengan rupa, Allah tidak menilai seseorang dengan kekayaan. Sebagaimana dalam hadits yang lain Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ.

Baca Juga:

Penyelenggaraan Jenazah, Shalat Jenazah dan Pemakamannya

“Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk rupa dan harta kalian, akan tetapi Allah melihat kepada hati dan amalan kalian.” (HR. Muslim)

Di mata Allah tidak terbedakan antara orang ganteng dengan orang yang tidak ganteng, orang yang cantik dan orang yang tidak cantik. Tidak dibedakah di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala antara kulit putih dan kulit hitam. Yang membedakan di mata Allah adalah ketakwaan. Makanya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّـهِ أَتْقَاكُمْ

“Sesungguhnya yang paling mulia dihadapan Allah di antara kalian adalah yang paling bertakwa.” (QS. Al-Hujurat[49]: 13)

Bukan yang paling kaya, kalau lah yang paling kaya itu yang paling mulia dimata Allah, tentu si Qarun yang paling mulia. Bukan pula orang yang punya kedudukan. Kalau lah orang yang paling mulia dimata Allah yang punya kedudukan, tentu Firaun yang paling mulia. Bukan pula orang-orang yang punya kecerdasan. Berapa banyak orang-orang yang cerdas akan tetapi mereka ternyata tidak beriman kepada Allah dan RasulNya.

Lihat orang-orang yang diberikan kecerdasan itu, seperti Aristoteles, Plato, Archimedes, demikian pula penemu-penemu teknologi yang luar biasa. Tapi ternyata tidak beriman kepada Allah. Sama sekali itu tidak bermanfaat dimata Allah. Yang paling mulia dimata Allah adalah orang-orang yang bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Baca Juga:

Bacaan Doa Iftitah dan Sunnah-Sunnah Shalat

Maka kita melihat seseorang adalah dengan ketakwaan, bukan dengan sebatas kekayaan. Demikian pula kita memuliakan seseorang karena ketakwaan dia kepada Allah, bukan sebatas karena ia punya kedudukan. Siapapun dia, semiskin apapun orang itu, kalau dia bertakwa, kita muliakan dia. Semiskin apaun dia, kalau dia senantiasa menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-laranganNya, kita cintai dia.

Jangan kita seperti orang munafik. Orang munafik itu terlihat badannya bagus, ucapannya hebat. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَمِنَ النَّاسِ مَن يُعْجِبُكَ قَوْلُهُ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيُشْهِدُ اللَّـهَ عَلَىٰ مَا فِي قَلْبِهِ وَهُوَ أَلَدُّ الْخِصَامِ ﴿٢٠٤﴾

“Diantara manusia -kata Allah- ada yang ucapannya itu membuat kagum kamu saking hebatnya dia dalam berbicara, dan ia mempersaksikan kepada Allah terhadap apa yang ada di hatinya berupa kemunafikan, sudah begitu dia pandai berdebat dan bertengkar.” (QS. Al-Baqarah[2]: 204)

Jangan kita seperti itu yang hanya sebatas terlihat hebat dalam berbicara, ingin terlihat kelebihan kita, ternyata dimata Allah kita termasuk orang yang paling jauh dan paling dibenci orang Allah. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِن مِنْ أَحَبِّكُم إِليَّ، وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجلساً يَومَ القِيَامَةِ، أَحَاسِنَكُم أَخلاقاً. وإِنَّ أَبَغَضَكُم إِليَّ وَأَبْعَدكُم مِنِّي يومَ الْقِيامةِ، الثَّرْثَارُونَ والمُتَشَدِّقُونَ وَالمُتَفَيْهِقُونَ

“Sesungguhnya orang yang paling dekat tempatnya di antara kalian kepadaku pada hari kiamat nanti, yang paling baik akhlaknya di antara kalian. Dan orang yang paling jauh tempatnya dariku kelak pada hari kiamat, orang yang banyak bicara dan difasih-fasihkan dan terlihat kehebatannya dengan sombongnya.” (HR. Tirmidzi)

Na’udzubillah.. Allah juga mensifati orang munafik dalam surat Al-Munafiqun itu:

وَإِذَا رَأَيْتَهُمْ تُعْجِبُكَ أَجْسَامُهُمْ ۖ وَإِن يَقُولُوا تَسْمَعْ لِقَوْلِهِمْ

“Kalau kamu melihat mereka, badan mereka membuat kamu kagum. Kalau mereka berbicara, kamu akan dengarkan ucapannya karena saking hebatnya dia dalam berbicara.” (QS. Al-Munafiqun[63]: 4)

Maka dari itu kita tidak menilai seseorang dari kepandaian berbicara, kita tidak melihat seseorang dari bagusnya tubuh dia dan bentuk dia, Allah tidak melihat itu semua. Yang dilihat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah ketakwaan yang ada di hatinya dan amalan shalihnya. Makanya di sini Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan: “Berapa banyak orang yang rambutnya kusut berdebu, tertolak di pintu-pintu, terusir dari pintu-pintu orang karena ia dianggap remeh, dianggap rendah tidak punya kedudukan. Tapi kalau dia sudah bersumpah atas nama Allah, Allah langsung dengar karena saking takwanya dia kepada Allah.” Subhanallah..

Mari simak kisah yang penuh manfaat ini pada menit ke-8:06

Download mp3 Kajian Tentang Allah Tidak Menilai Seseorang Dengan Rupa Atau Kekayaannya

Podcast: Play in new window | Download

Subscribe: RSS

Mari raih pahala dan kebaikan dengan membagikan tautan ceramah agama ini ke jejaring sosial yang Anda miliki seperti Facebook, Twitter dan yang lainnya. Semoga Allah Ta’ala membalas kebaikan Anda.

Dapatkan informasi dari Radio Rodja 756 AM, melalui :

Telegram: t.me/rodjaofficial
Facebook: facebook.com/radiorodja
Twitter: twitter.com/radiorodja
Instagram: instagram.com/radiorodja
Website: www.radiorodja.com

Dapatkan informasi dari Rodja TV, melalui :

Facebook: facebook.com/rodjatvofficial
Twitter: twitter.com/rodjatv
Instagram: instagram.com/rodjatv
Website: www.rodja.tv

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA