Hadis yang diriwayatkan oleh tiga sanad yang berlainan disebut

Kapanlagi.com - Sebagai umat muslim, mengetahui macam-macam hadist sangat dianjurkan sebagai pedoman dalam hidup. Hadist sendiri sudah dipercayai sebagai pedoman hidup setelah Al-Quran. Hadist merupakan sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan seseorang kepada orang lain. Hadits sebagaimana tinjauan Abdul Baqa' adalah isim dari tahdith yang berarti pembicaraan. Kemudian didefinisikan sebagai ucapan, perbuatan atau penetapan yang disandarkan kepada Nabi SAW.

Perlu kalian ketahui pula jika hadist mempunyai beragam klasifikasinya sesuai ketentuan pembentukannya seperti bermulanya ujung sanad, keutuhan rantai sanad, jumlah penutur (rawi) serta tingkat keaslian hadis. Oleh sebab itulah, kalian juga harus mengetahui macam-macam hadist. Hal ini lantaran banyaknya hadist yang berasal dari sumber maupun kalangan palsu. Supaya menambah pengetahuan kita mengenai macam-macam hadist, berikut ini penjelasan lengkap macam-macam hadist sesuai klasifikasinya.

 

 

 

(credit: freepik)

Macam-macam hadist yang pertama yaitu berdasarkan ujung sanad. Sanad sendiri merupakan rantai periwayat hadist. Sedangkan Rawi merupakan orang yang menyampaikan hadist tersebut (contoh: Bukhari, Musaddad, Yahya, Syu'bah, Qatadah dan Anas). Awal sanad adalah orang yang mencatat hadist dalam bukunya. Orang ini disebut mudawwin atau mukharrij. Berikut ini macam-macam hadist berdasarkan ujung sanad.

-Hadist Marfu', merupakan hadist yang sanadnya langsung pada Nabi Muhammad SAW.

-Hadist Mauquf, merupakan hadist yang sanadnya terhenti pada para sahabat nabi tanpa ada tanda-tanda baik secara perkataan maupun perbuatan yang menunjukkan derajat marfu. Contoh: Al Bukhari dalam kitab Al-Fara'id (hukum waris) menyampaikan bahwa Abu Bakar, Ibnu Abbas dan Ibnu Al-Zubair mengatakan: "Kakek adalah (diperlakukan seperti) ayah". Pernyataan dalam contoh itu tidak jelas, apakah berasal dari Nabi atau sekadar pendapat para sahabat.

-Hadis Maqthu', adalah hadis yang sanadnya berujung pada para tabi'in (penerus) atau sebawahnya.

(credit: freepik)

Macam-macam hadist selanjutnya yaitu berdasarkan keutuhan rantai sanad. Hadist berdasarkan keutuhan rantai sanad merupakan setiap penutur pada tiap tingkatan dimungkinkan secara waktu dan kondisi untuk mendengar dari penutur di atasnya. Adapun macam-macam hadist berdasarkan keutuhan rantai sanad yaitu sebagai berikut.

-Hadist Mu'dial, merupakan apabila sanad terputus pada dua generasi penutur berturut-turut. Hadis Mu'allaq, bila sanad terputus pada penutur 5 hingga penutur 1, alias tidak ada sanadnya.

-Hadist Musnad, merupakan hadist yang apabila urutan sanad yang dimiliki hadis tersebut tidak terpotong pada bagian tertentu. Urut-urutan penutur memungkinkan terjadinya penyampaian hadis berdasarkan waktu dan kondisi, yakni rawi-rawi itu memang diyakini telah saling bertemu dan menyampaikan hadis. Hadis ini juga dinamakan muttashilus sanad atau maushul.

-Hadist Munqathi', merupakan hadist apabila sanad putus pada salah satu penutur, atau pada dua penutur yang tidak berturutan, selain shahabi.

-Hadist Mudallas, Bila salah satu rawi mengatakan si A berkata … atau hadist ini dari si A..tanpa ada kejelasan ...kepada saya... yakni tidak tegas menunjukkan bahwa hadis itu disampaikan kepadanya secara langsung. Bisa jadi antara rawi tersebut dengan si A ada rawi lain yang tidak terkenal, yang tidak disebutkan dalam sanad.

(credit: freepik)

Macam-macam hadist selanjutnya yaitu berdasarkan jumlah penutur. Jumlah penutur yaitu jumlah penutur dalam tiap tingkatan sanad. Adapun hadist dalam jumlah penutur dibagi menjadi:

-Hadist Mutawatir, Kata mutawatir Menurut lughat ialah mutatabi yang berarti beriring-iringan atau berturut-turut antara satu dengan yang lain. Sedangkan menurut istilah ialah Suatu hasil hadits tanggapan pancaindera, yang diriwayatkan oleh sejumlah besar rawi, yang menurut kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat untuk dusta. Jadi hadis mutawatir memiliki beberapa sanad dan jumlah penutur pada tiap lapisan generasi (thaqabah) berimbang. Hadist mutawatir sendiri masih dibagi lagi menjadi tiga jenis yaitu:

Hadits Mutawatir Lafzi, hadits yang lafad-lafad para perawi itu sama, baik hukum maupun ma'nanya.

Hadits Mutawatir Ma'nawy. hadits yang berlainan bunyi lafaz dan maknanya, tetapi dapat diambil dari kesimpulannya atau satu makna yang umum.

Hadits Mutawatir Amaly. Sesuatu yang mudah dapat diketahui bahwa hal itu berasal dari agama dan telah mutawatir di antara kaum muslimin bahwa Nabi melakukannya atau memerintahkan untuk melakukannya atau serupa dengan itu.

-Hadist Ahad, hadist yang diriwayatkan oleh sekelompok orang namun tidak mencapai tingkatan mutawatir. Hadis ahad kemudian dibedakan atas tiga jenis antara lain:

Hadist Aziz, Apabila terdapat dua jalur sanad. Dua penutur pada salah satu lapisan, pada lapisan lain lebih banyak.

Hadist Gharib, diriwayatkan oleh satu sanad, satu penutur. Meski begitu dalam lapisan lain mungkin terdapat banyak penutur.

Hadist Masyhur, diriwayatkan oleh tiga penutur pada satu lapisan dan lapisan lebih banyak. serta tidak mencapai derajat mutawatir.

(credit: freepik)

Berdasarkan tingkat keaslian hadist, dibagi menjadi 4 macam. Berikut ini penjelasan lengkapnya:

-Hadist Sahih, hadits shahih sanadnya bersambung dan tidak ada cacatnya atau rusak. Adapun persyaratan hadist sahih yaitu sanadnya tersambung, pada menerima rawi, masing masing rawi sudah cukup umur dan beragama Islam, tidak bertentangan dan tidak mencacatkan hadist, Diriwayatkan oleh para penutur/rawi yang adil, istiqomah, berakhlak baik, dan ingatannya kuat.

-Hadist Hasan, merupakan macam-macam hadits yang sanadnya tersambung. Menurut Ibnu Hajar, hadist hasan merupakan jenis hadist yang dinukilkan oleh orang yang adil, yang kurang kuat ingatannya, yang muttasil sanadnya, tidak cacat, dan tidak ganjil.

-Hadist Maudlu, apabila hadist dicurigai palsu atau buatan karena dalam rantai sanadnya dijumpai penutur yang dikenal sebagai pendusta

-Hadist Dhaif, Jenis hadits ini tidak memenuhi kriteria hadits shahih dan hasan karena disebabkan oleh beberapa hal, yaitu keterputusan sanad dan perawinya bermasalah.

Itulah macam-macam hadist berdasarkan klasifikasinya. Smeoga menambah pengetahuan kalian untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT. Semoga bermanfaat.

Yuk Baca Lagi

Sebelum membicarakan tentang macam-macam hadits, hadits sendiri kadang kala disebut dengan sebutan-sebutan yang lain. Diantaranya adalah khabar, riwayat, dan atsar. Sebutan riwayat sifatnya sangat umum, sehingga biasa dipakai untuk menukil dari siapa saja: dari Rasulullah, dari sahabat, dari tabi'in, dari tabi'ut tabi'in, atau dari fulan bin fulan di zaman terdahulu. Adapun sebutan atsar biasanya lebih sering dipakai untuk ucapan seorang sahabat, namun kadang-kadang dipakai juga untuk menyebut hadits Nabi saw.

Hadits ada bermacam-macam sesuai dengan dasar klasifikasinya. Berdasarkan jumlah perawinya, hadits dibagi menjadi dua kategori: mutawatir dan ahad. Hadits mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan pada setiap tingkatan sanadnya oleh perawi dengan jumlah yang banyak sehingga mustahil mereka sepakat untuk berdusta dalam meriwayatkan hadits tersebut. Inipun dibagi lagi menjadi dua: mutawatir lafzhi dan mutawatir ma'nawi. Yang pertama artinya mutawatir dari sisi lafazhnya, dan tentu saja maknanya. Yang kedua artinya mutawatir dalam maknanya, dengan lafazh yang berbeda-beda antara satu sama lain.

Adapun hadits ahad adalah yang tidak memenuhi syarat hadits mutawatir. Hadits ahad dibagi menjadi tiga: 1) hadits masyhur (istilahi), yaitu yang diriwayatkan pada setiap tingkatan sanadnya oleh tiga perawi atau lebih, 2) hadits 'aziz, yaitu yang diriwayatkan pada setiap tingkatan sanadnya oleh dua perawi, dan 3) hadits gharib, yaitu yang pada setiap tingkatan sanadnya diriwayatkan oleh satu perawi saja. Ada juga yang disebut sebagai hadits masyhur namun bukan dengan pengertian istilahi, atau dengan kata lain lebih pada pengertian lughawi, yakni hadits yang populer di kalangan masyarakat. Ada hadits-hadits yang masyhur di kalangan para ahli fiqih, di kalangan ushuliyun, di kalangan ahli nahwu, bahkan di kalangan masyarakat awam.

Adapun berdasarkan tingkat kehujjahannya, hadits dibagi menjadi beberapa macam dengen melihat keempat syarat berikut: 1) ketersambungan sanad (ittishal al-sanad), 2) kepribadian para perawinya ('adalah al-ruwat), 3) hafalan dan kecermatan para perawinya (tamaam dhabth al-ruwat), 4) ada tidaknya syudzudz (menyalahi riwayat-riwayat lain yang lebih kuat), 5) ada tidaknya 'illat qaadihah (cacat tersembunyi pada sanad atau matan).

Kepribadian para perawi mencakup beberapa kriteria sebagai berikut:

  1. Islam
  2. Mukallaf, yakni baligh dan berakal
  3. Selamat dari kebiasaan berbohong, atau bahkan dugaan berbohong
  4. Selamat dari kefasikan
  5. Selamat dari bid'ah
  6. Selamat dari jahalah. Yang dimaksud dengan rawi majhul adalah perawi yang tidak dikenal sebagai ahli ilmu/pencari hadits, atau yang tidak dikenal hadits darinya kecuali dari satu orang perawi saja.
  7. Selamat dari hal-hal yang menghilangkan muru-ah.

Hadits yang memenuhi kelima syarat diatas semuanya disebut sebagai hadits shahih (lidzatihi). Jika sebuah hadits memenuhi semua syarat diatas kecuali bahwa hafalan dan kecermatan para perawinya (syarat ketiga) kurang maka ia disebut hadits hasan (lidzatihi). Disamping itu terdapat juga hadits shahih lighairihi, yaitu hadits yang asalnya hasan namun karena periwayatannya banyak maka derajatnya meningkat menjadi shahih. Hanya saja keshahihannya tetap berada dibawah keshahihan hadits shahih lidzatihi. Demikian pula terdapat hadits hasan lighairihi, yaitu hadits yang asalnya dhaif namun karena periwayatannya banyak dan dhaifnya bukan karena faktor kepribadian dan hafalan perawi maka derajatnya meningkat menjadi hasan. Hanya saja kehasanannya tetap dibawah hadits hasan lidzatihi. Hadits yang derajatnya shahih atau hasan biasa disebut sebagai hadits maqbul, yakni hadits yang bisa diterima kehujjahannya.

Sebuah hadits yang tidak memenuhi syarat hadits shahih atau hasan disebut sebagai hadits dha'if. Dengan demikian, hadits bisa menjadi dhaif karena salah satu atau sebagian dari sebab berikut: 1) ada keterputusan dalam rantai sanadnya, 2) diantara para perawinya ada yang tidak adil (cacat kepribadian), 3) diantara para perawinya ada yang hafalannya tidak bagus atau tidak cermat, 4) syaadz (memiliki syudzudz), dan 5) mu'allal (memiliki 'illat qaadihah). 

Para ulama berpendapat bahwa hadits dhaif tidak bisa diamalkan untuk penentuan halal dan haram namun bisa diamalkan dalam perkara keutamaan amal (fadha'il al-a'maal), namun dengan syarat-syarat tertentu. Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani menyebutkan tiga syarat:

  1. Dhaif-nya tidak sangat (keterlaluan).
  2. Maknanya didukung oleh dalil yang tsabit dan bisa diamalkan.
  3. Tidak diyakini berasal dari Rasulullah saw. Hanya digunakan karena ihtiyath.

Ada juga yang disebut sebagai hadits maudhu' (hadits palsu), yang pada dasarnya tentu saja bukanlah sebuah hadits. Diantara sebab-sebab dibuatnya hadits palsu adalah: 1) untuk targhib (memotivasi orang melakukan suatu amal kebaikan) atau tarhib (menakut-nakuti orang dari melakukan suatu amal buruk), 2) untuk menyenangkan atau mendukung pemimpin atau penguasa, 3) untuk mencari uang, 4) karena fanatisme (ta'ashshub), 5) untuk mendukung suatu madzhab atau pendapat tertentu, 6) untuk mencela kelompok tertentu, 7) untuk merusak agama Islam, biasanya dilakukan oleh orang-orang zindiq, dan 8) agar dikenal orang.

Hadits juga bisa diklasifikasikan berdasarkan sumber atau asalnya sebagai berikut. Pertama, hadits qudsi, adalah hadits yang dinisbatkan kepada Allah Ta'ala. Kedua, hadits marfu' yaitu hadits yang riwayatnya sampai kepada Rasulullah saw. Ketiga, hadits mauquf, yaitu hadits yang riwayatnya hanya sampai kepada sahabat Nabi. Kadang-kadang hadits mauquf disebut sebagai atsar sahabat. Keempat, hadits maqthu', yaitu hadits yang riwayatnya hanya sampai kepada tabi'in atau bahkan tabi'ut tabi'in. Hadits maqthu' ini biasanya disebut sebagai riwayat saja, yakni riwayat dari fulan bin fulan.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA