Dari data di atas yang merupakan kebijakan politik luar negeri Indonesia pada masa orde lama adalah

BerandaKewarganegaraankebijakan politik luar negeri pada masa orde lama


A.      Latar Belakang             Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, Indonesia sebagai negara yang berdaulat membutuhkan pengakuan dari Intenasional sebagai negara sebagai negara yang memiliki Identitas kemerdekaan yang berdaulat. Untuk itu Indonesia berkewajiban untuk melakukan hubungan dengan negara lain di kancah internasional. Pada pada tahun 1945 Indonesia banyak mengadakan hubungan dengan banyak negara. Menurut Ide Anak Agung Gede Agung  (1973) dua kontak pertama Indonesia (selain dengan Belanda) terjadi dengan Inggris dan India. Keduanya berperan dalam membentuk kebijakan luar negeri Indonesia yang pertama, yaitu Politik Bebas dan Aktif. Pokok-pokok Politik Indonesia bebas dan aktif disampaikan oleh Mohammad Hatta di dalam pidatonya, yang disampaikan di depan BP-KNIP padatanggal 2 September 1948, yang berjudul “Mendayung di Antara Dua Karang”, yang dikutip sebagai berikut. “…Tetapi mestikah kita bangsa Indonesia yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa dan Negara kita, hanya harus memilih pro Rusia atau pro Amerika ?Apakah tak ada pendirian yang lain harus kita ambil dalam mengejar cita-cita kita? Pemerintah berpendapat bahwa pendirian yang harus kita ambil ialah supaya kita jangan menjadi obyek dalam pertarungan politik internasional, melainkan kita harus menjadi subyek yang berhak menentukan sikap kita sendiri, berhak memperjuangkan tujuan kita sendiri, yaitu Indonesia merdekaseluruhnya…” Pokok pemikiran di atas kemudian akan diulang di dalam artikel tulisannya yang berjudul “Kebijakan Luar Negeri Indonesia.” The [foreign] policy of Indonesia is not one of neutrality… Indonesia plays no favourite between two opposing blocs and follows its own path through the various international problems. It terms this policy ‘Independent’ and firther characterize it by describing it as independent and ‘active’. By active it meant the effort to work energetically for the preservation of peaceand the relaxation of tension generated by two blocs, through endeavors supported if possible by the majority of the member of the United Nations.” (Hatta, 1935) Pemikiran inilah yang mendasari kebijakan-kebijakan luar negeri Indonesia dalam implementasi memperjuangan kepentingan nasional dan juga dalam menjawab tantangan dari dalam maupun dari luar.  Indonesia pada jaman orde lama mengalami tantangan dari dalam dan dari luar  yang menghasilkan sebuah kebijakan yang bisa diamati proses pembentukanya dan mengapa kebijakan tersebut dilaksanakan oleh  Indonesia. Dalam menganalisa kebijakan luar negeri Individu (karakter idiosyncratic), role, government (sistem birokrasi), social dan systemic variable sebagai sumber penting dalam proses kebijakan luar negeri yang dikembangkan  James N Rosennau dengan istilah Pre Theory (James N. Rosenau. 1974). Sehingga kebijakan luar negeri Indonesia bisa dipahami bagaimana proses pembentukannya. B.      Analisa Indonesia yang dipimpin oleh Soekarno memiliki semangat anti kolonialisme namun ketika dunia semakin terbagi menjadi blok Amerika Serikat dengan  blok Uni Soviet yang berhaluan komunis dilihat dari  sejumlah monumen persahabatan Indonesia dan Uni Soviet bertebaran di berbagai wilayah Indonesia dan keterlibatan dukungan Indonesia pada kubu Uni Soviet yang antara lain : 1. Pembangunan stadion utama gelora Bung Karno bantuan lunak dari Uni Soviet sejumlah 12,5 juta Dollar AS. Stadion dibangun mulai tahun 1958 dan pembangunan tahap pertama selesai pada tahun 1962. 2. Pabrik Baja Krakatau Steel 3. Jalan Raya di Kalimantan dari Palangkaraya ke Sampit 4. Presiden Soekarno juga menetapkan politik luar marcusuar dengan membuat poros Jakarta-Peking-Phyongyang. Hal ini menimbulkan pertentangan dimata dunia internasional, karena Indonesia yang awalnya menyatakan sikap sebagai negara non-Blok kini berrpindah haluan dalam kebijakan luar negerinya. Secara jelas terlihat Indonesia pada saat itu juga cenderung berporos ke Timur dan dekat dengan negara-negara komunis seperti Cina dan Uni Soviet dibandingkan dengan negara-negara Barat seperti Amerika Serikat. Hal ini bertentangan dengan politik luar negeri bebas aktif saat itu. `           Keterlibatan Indonesia dan sikap Indonesia terhadap situasi internasional yang sudah disebutkan diatas bisa dipahami dari sumber-sumber penting pembuat kebijakan luar negeri Indonesia dengan model Pre Theory yang terdiri dari : 1.       Individual/ idiocyncratic Pengamatan karakter Individual penulis amati dengan mengamati persepsi Presiden Soekarno saat itu dimana Soekarno membuat kebijakan atas pemahamannya sendiri tentang situasi dunia politik internasional pada saat itu,  bagi Soekarno blok barat atau blok Amerika Serikat merupakan negara-negara kolonialisme dan segala bentuk penjajahan dari negara barat harus dihindari, Karena Indonesia sendiri merupakan negara yang pernah dijajah oleh belanda (barat).  Soekarno adalah seorang pemimpin yang memiliki rasa nasionalisme dan revolusionar sehingga kedekatan dengan Uni Soviet menjadi mudah dipahami dikarenakan gagasan-gagasan yang disebarkan oleh Uni Soviet mengenai komunisme memiliki ide yang sama yaitu nasionalis dan revolusioner. Hal ini juga yang mendasari bagaimana kedekatan Indonesia dengan China dan anti Malaysia dimana Presiden Soekarno menganggap bahwa mendukung Malaysia sama saja mendukung Inggris (negara kolonialis)   dan menafsirkan pembentukan Malaysia tersebut sebagai suatu usaha dari pihak negara-negara kolonialis dan Neokolonialis untuk mengepung Indonesia, dan oleh sebab itu merupakan suatu ancaman terhadap keselamatan negara dan Bangsa Indonesia (Sabir M, 1987 2.       Role/ Peranan Pembuat Keputusan Pada tingkatan analisis individu pemimpin yang dalam hal ini adalah presiden Soekarno merupakan individu yang sangat berpengaruh danmemiliki power sehingga tidak memerlukan konsensus lagi dalam setiap pengambilan keputusannya. 3.       Government Pemerintahan Indonesia pada saat itu merupakan bentuk pemerintahan Demokrasi terpimpin dimana kekuasaan besar masih ada pada keputusan presiden, lembaga-lembaga negara dalam setiap keputusannya harus mendapat persetujuan dari Presiden. Sehingga pelaksanaan politik luar negeri merupakan kebijakan yang banyak diambil dari kebijakan Presiden kala itu. 4.       Social atau Society kondisi domestik Indonesia saat itu merupakan sebagai sebuah negara yang baru berdiri, Indonesia  kemudian mencoba mencari sosok atau membangun profilnya dalam dunia internasional. Kondisi ekonomi yang relatif lemah namun memiliki semangat patriotisme yang besar membuat pemerintah Indonesia harus menentukan arah kebijakannya diluar negeri untuk membangun citra Indonesia didalam maupun dari luar. Dengan gagasan-gagasan anti kolonialisme Presiden Soekarno dianggap mewakili keinginan rakyat yang kondisinya memiliki rasa nasionalisme yang kuat dan juga terdapat kelompok-kelompok revolusioner 5.       Systemic Variable Kebijakan luar negeri Indonesia pada masa Orde lama cenderung bersifat peningkatan citra.  Hal ini didasarkan pada pola interaksi dan hubungan luar negeri yang dibangun pada masa Soekarno. Soekarno secara tegas dan jelas melakukan penentangan terhadap bentuk-bentuk penjajahan yang dilakukan oleh Barat dan berhasil menggalang persatuan diantara negara-negara terjajah dalam Konferensi Asia Afrika pada tahun 1955. Indonesia menunjukkan posisinya dalam persahabatan dunia yang lebih kepada perasaan senasib sebagai negara penentang kolonialisme, dan di sisi lain berada pada posisi yang berseberangan dengan Barat, meskipun Indonesia tidak terlibat dalam persekutuan bersama dengan Uni Soviet. Kampanye Anti Nekolim dan gagasan tentang Nefos (New Emerging Forces) dan Oldefos (Old Established Forces) juga merupakan sebuah profil yang dibangun Indonesia saat itu dalam menentukan posisinya di dunia internasional. Yang lebih besar lagi, ketegasan yang dibangun oleh Soekarno dalam politik luar negeri Indonesia adalah ketika memutuskan keluar dari keanggotaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). C.      Kesimpulan

Politik luar negeri Indonesia yang dituangkan dalam kebijakan luar negerinya pada masa orde lama didominasi oleh peranan individu yaitu peranan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno sebagai tokoh sentral dan tokoh proklamasi kemerdekaan Indonesia memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap psikologis rakyat Indonesia dan pada birokrasi pemerintah. Semangat anti kolonialisme dalam pemikirian Soekarno dan juga keinginan rakyat Indonesia dianggap sebagai perwujudan kepentingan negara secara utuh. Keberpihakan politik luar negeri Indonesia yang anti pada kolonialisme menyebabkan Indonesia lebih berpihak pada kubu lain yaitu Uni Soviet, hal ini lah yang menyebabkan politik bebas aktif tidak dilaksanakan sesuai dengan prinsipnya dan mendapat kecaman dari sorotan Internasional.

Lihat Foto

National Library of the Philippines

Presiden RI Sukarno, President Filipina Macapagal, dan Perdana Menteri Malaysia Tuanku Abdul Rahman menandatangani dokumen pembentukan Maphilindo di Manila, pada 5 Agustus 1963

KOMPAS.com - Demokrasi Terpimpin di Indonesia berlangsung dari tahun 1959-1965. Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin didominasi oleh hasrat dan cita-cita besar Soekarno.

Dalam buku Sejarah Indonesia Modern: 1200-2004 (2005) karya M.C Ricklefs, Demokrasi Terpimpin didominasi oleh kepribadian Soekarno, walaupun dalam pelaksanaannya dijalankan bersama dengan pemimpin-pemimpin angkatan bersenjata.

Soekarno tidak menyukai stabilitas, ketertiban, dan hal-hal prediktif yang merupakan tujuan dari penguasa pra-kolonial. Soekarno menginginkan sebuah revolusi yang berkesinambungan dan mobilisasi massa.

Politik luar negeri Indonesia yang diterapkan pada masa Demokrasi Terpimpin adalah politik bebas–aktif.

Kebijakan politik luar negeri Indonesia didasarkan pada Manipol USDEK yang merupakan akronim dari Manifesto Politik UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia.

Baca juga: Politik Luar Negeri Indonesia masa Demokrasi Parlementer

Penerapan politik bebas–aktif pada masa Demokrasi Terpimpin bersifat revolusioner dan radikal.

Dalam jurnal Politik Luar Negeri Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin (2018) karya Sandi Dwi dan Corry Liana, karakteristik dari politik luar negeri Indonesia adalah kekuatan dan ketegasan.

Diplomasi yang diajukan oleh Indonesia harus direalisasikan dan bersifat tuntutan yang berfokus pada ketercapaian kepentingan nasional.

Sifat politik luar negeri bebas-aktif

Sifat politik luar negeri bebas-aktif Indonesia yang revolusioner dan ofensif dapat kita lihat melalui kebijakan pemerintah Indonesia dalam konflik internasional, sebagai berikut :

Pada awalnya, Indonesia mengupayakan jalan diplomasi melalui tuntutan terhadap Belanda untuk mengembalikan kawasan Irian Barat ke Indonesia.

Baca juga: Politik Luar Negeri Bebas Aktif Indonesia

Upaya diplomasi tersebut mengalami kegagalan, sehingga Soekarno memutuskan untuk melakukan perang terbuka dengan Belanda.

Kebijakan Soekarno dalam penyelesaian masalah Irian Barat menunjukkan ketegasan politik luar negeri Indonesia untuk memperjuangkan kedaulatan NKRI secara utuh.

Gagasan politik NEFOS disampaikan oleh Soekarno pada KTT Non-Blok tahun 1961. Penyampaian gagasan NEFOS merupakan realisasi dari pidato Soekarno ‘’Membangun Dunia Kembali’’ yang bertujuan untuk melakukan konfrontasi penuh melawan kolonialisme dan imperialisme.

Dalam pidatonya, Soekarno menyatakan bahwa permasalahan internasional merupakan dampak dari pertentangan antara kekuatan lama (OLDEFOS) dan kekuatan baru yang berisi negara progresif (NEFOS).

Baca juga: Tujuan Politik Luar Negeri Indonesia

Soekarno mengajak negara-negara yang tergabung dalam Gerakan Non-Blok untuk bersama-sama melawan dominasi OLDEFOS di dunia Internasional. Ajakan tersebut mendapatkan penolakan dengan alasan menyalahi prinsip dasar yang telah disepakati dalam pembuatan GNB.

  • Konfrontasi Indonesia dan Malaysia

Indonesia menerapkan politik luar negeri yang konfrontatif terkait konflik dengan Malaysia. Soekarno menganggap bahwa pendirian federasi Malaysia oleh Inggris merupakan bentuk imperialisme baru (neo-imperialism) di kawasan Asia Tenggara serta mengganggu ketertiban wilayah Indonesia.

Untuk melawan neo-imperialism, Soekarno memutuskan untuk keluar dari PBB dan melakukan operasi dwikora terhadap Malaysia.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA