Bagaimana peran nelayan untuk meningkatkan hasil laut Indonesia

Peran nelayan dan hasil perikanan sangat penting meningkatkan ekonomi

Jumat , 10 Jul 2020, 17:37 WIB

EPA/Hotli Simanjuntak

Aktivitas nelayan saat bongkar muat hasil tangkapan ikan laut , (ilustrasi).

Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Wamendes PDTT) Budi Arie Setiadi mengatakan nelayan memiliki peran penting dalam memperkuat ketahanan pangan dan ekonomi di desa."Peran nelayan dan hasil perikanan sangat penting meningkatkan ekonomi, juga gizi rakyat, terutama di masa pandemi Covid-19,” kata Wamendes dalam perjalanan menuju Pantai Bahagia, Jumat (10/7) pagi.Ia mengatakan aktivitas ekonomi masyarakat nelayan tidak tergantung barang impor dan terus bergerak bahkan di tengah pandemi Covid-19. Pasokan hasil laut juga terus mengalir ketika masyarakat, terutama di perkotaan, membatasi kegiatan di luar rumah untuk mencegah penularan virus SARS-CoV-2, penyebab penyakit Covid-19.Menurut Budi Arie, peran nelayan sangat penting bagi kemandirian pangan masyarakat melalui penyediaan bahan pangan berkualitas. Oleh karena itu, perjuangan para nelayan perlu diapresiasi dengan dukungan penuh dari Kemendes PDTT.Wamendes PDTT menyampaikan apresiasi dan dukungan tersebut dalam kunjungan kerjanya ke desa nelayan di Pantai Bahagia, Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, setelah sebelumnya juga menyambangi sejumlah desa kawasan pertanian.Dalam kunjungan tersebut, Wamendes juga dijadwalkan akan mengunjungi tempat pelelangan ikan, melihat bisnis produk hasil laut yang dikelola BUMDes, serta penangkaran Lutung Jawa. “Saya juga akan melihat-lihat Empang Jokowi di kawasan Pantai Bahagia,” ujarnya.

Selain itu, Wamendes Budi Arie juga bergantian mengunjungi sejumlah desa di Jawa Barat untuk melihat kegiatan yang produktif dan melihat pemanfaatan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa di daerah tersebut.

Baca Juga

  • kemendes pdtt
  • wamendes
  • peran nelayan

Silakan akses epaper Republika di sini Epaper Republika ...

Nelayan menjaring ikan dan udang menggunakan jaring angkat tradisional di Danau Teluk Kenali, Telanaipura, Jambi, Kamis (8/4/2021). . ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/hp.

pengelolaan laut harus dilakukan secara lebih adil dengan memberikan peluang kepada semua orang untuk mengambil manfaat yang sama, termasuk nelayan

Jakarta (ANTARA) - Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (Iskindo) menyatakan bahwa pengelolaan sumber daya laut dan pesisir di berbagai daerah perlu memperbesar peran nelayan agar dapat selaras dengan komitmen global dalam Sustainable Ocean Economy (SOE) atau ekonomi laut berkelanjutan. "Ke depan, pengelolaan laut harus dilakukan secara lebih adil dengan memberikan peluang kepada semua orang untuk mengambil manfaat yang sama, termasuk nelayan yang selama ini terabaikan," kata Ketua Umum Iskindo Zulficar Mochtar dalam rilis di Jakarta, Sabtu. Zulficar mengapresiasi langkah pemerintah Indonesia yang ikut menginisiasi dan mendukung komitmen SOE tersebut. Sebagaimana diketahui, sebanyak pemimpin dunia dari beragam negara termasuk Indonesia terlibat dalam tercetusnya deklarasi Sustainable Ocean Economy (SOE) yang merupakan kesadaran baru dan langkah maju untuk semakin bijak mengelola laut. Deklarasi SOE, lanjutnya, didasari fakta bahwa kebutuhan pemanfaatan laut yang makin besar dewasa ini menyebabkan eksploitasi yang berlebihan. Para pemimpin dunia tersebut menyadari bahwa pengelolaan laut saat ini dan masa depan perlu didasari oleh cara pandang yang sama, inklusif, berbasis pengetahuan, mengedepankan solidaritas, negara yang berbagi dan berkelanjutan.

Baca juga: KKP atur standar usaha pengelolaan ruang laut berbasis risiko

"Peluang alternatif pendanaan sebesar 90 triliun dolar AS dalam SOE perlu dimanfaatkan Indonesia untuk melanjutkan pembangunan kelautan nasional agar dapat memperbaiki tata kelola, melakukan rehabilitasi ekosistem pesisir dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan," kata Zulficar. Direktur Kelautan Bappenas, Sri Yanti memberikan jaminan bahwa inisiatif global seperti SOE dan SDGs telah diakomodir dalam strategi pembangunan jangka menengah dan jangka panjang nasional. Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, KKP, Dr Hendra Yusran Siri mengatakan bahwa KKP sedang menyiapkan sejumlah regulasi untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir. Menurut Ketua Harian Iskindo, Moh Abdi Suhufan, aspek yang perlu ada dalam regulasi tersebut adalah perlunya mengintegrasikan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K) dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang berbasis daratan.

Baca juga: Indonesia nyatakan komitmen untuk pengelolaan laut berkelanjutan

Terkait dengan nelayan, sebelumnya Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim merekomendasikan agar dana pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di berbagai pelabuhan perikanan dapat disisihkan sebagian untuk skema THR bagi nelayan. "Pemanfaatan TPI untuk penjualan hasil tangkapan nelayan bisa disisihkan sebagian hasilnya untuk simpanan hari raya (bagi nelayan)," kata Abdul Halim. Namun, menurut dia, permasalahan yang ada pada saat ini di berbagai pelabuhan perikanan di daerah adalah masih banyak TPI yang tidak terkelola dengan sangat baik. Apalagi, ia juga mengingatkan bahwa peran middle man atau perantara antara nelayan dengan perusahaan penampung perikanan dinilai masih terlalu dominan. "Mestinya skema ala THR ini bisa disiapkan melalui kerja sama antara KKP dan pemda, khususnya tingkat kabupaten-kota, yang bersentuhan langsung terkait dengan urusan pemberdayaan nelayan," katanya.

Baca juga: Jaga sumber daya laut nasional, Menteri KKP minta tolong ke nelayan

Baca juga: Poros Maritim Dunia bukan jadikan sumber daya laut sebagai ATM

Baca juga: Dibangun KKP, NTB bakal miliki technopark sumber daya pesisir dan laut


 

Pewarta: M Razi RahmanEditor: Subagyo

COPYRIGHT © ANTARA 2021

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia baik dalam ukuran maupun populasi, Indonesia sangat bergantung pada sumber daya laut untuk makanan, mata pencaharian, dan nilai-nilai budaya. Lautan Indonesia adalah rumah dari terumbu karang dan mangrove terbesar di dunia dan salah satu produsen makanan laut terbesar di dunia. Masyarakat pesisir merupakan ujung tombak sektor kelautan dan perikanan Indonesia, dengan sekitar 80% tangkapan makanan laut diproduksi oleh sektor perikanan skala kecil.

Gangguan pada sektor kelautan dan perikanan akan berdampak terhadap jutaan mata pencaharian, ketahanan pangan, dan ekonomi Indonesia. COVID-19 bukanlah satu-satunya gangguan. Ke depan, akan ada banyak gangguan dan krisis lain, termasuk ancaman global perubahan iklim, di antaranya kenaikan muka air laut hingga 0,46 meter yang dapat menyebabkan hilangnya pulau-pulau dan tempat tinggal masyarakat pesisir serta degradasi terumbu karang hingga 99% yang dapat mengakibatkan hilangnya habitat ikan dan objek wisata, mengancam ketahanan pangan dan sumber mata pencaharian masyarakat pesisir.

Dampak Pandemi COVID-19 terhadap Sektor Kelautan dan Perikanan

Pembatasan sosial skala besar yang diberlakukan di beberapa daerah untuk memutus rantai penyebaran virus telah mengganggu aktivitas produksi makanan laut, termasuk kegiatan melaut dan budi daya. Sebagai contoh, nelayan di Jakarta Utara tidak dapat melakukan aktivitas penangkapan ikan, sehingga berdampak pada pendapatan mereka.

Selain dari sisi produksi, proses distribusi dan pemasaran makanan laut pun tersendat. Mayoritas pasar tradisional ditiadakan untuk menghindari interaksi tatap muka. Tutupnya rumah makan dan penginapan serta pembatasan sosial di negara tujuan ekspor berakibat pada turunnya permintaan komoditas makanan laut. Belum lagi sebagian besar komoditas hasil laut tidak bertahan lama, sehingga banyak yang terbuang. Dengan melimpahnya pasokan dan waktu simpan yang singkat, harga komoditas makanan laut turun hingga 50%, menurunkan penghasilan nelayan.

Tidak hanya komoditas makanan laut, kegiatan wisata bahari juga terkena dampaknya. Bali sebagai salah satu destinasi wisata bahari utama di Indonesia mengalami penurunan pengunjung penginapan hingga 60-80%. Akibatnya, banyak pengusaha pariwisata skala kecil dan medium yang pendapatannya menurun tajam.

Dengan memahami peran penting sektor kelautan dan perikanan terhadap pasokan pangan, pendapatan masyarakat, dan penopang perekonomian negara, sektor kelautan dan perikanan memerlukan sebuah transformasi sistem yang dapat menciptakan ketangguhan, terutama saat krisis terjadi. Pandemi ini memberikan kesempatan untuk memperbaiki sistem yang selama ini berjalan dan mengubahnya dengan pendekatan yang lebih keberlanjutan untuk membangun sektor kelautan dan perikanan yang lebih Tangguh (Build Back Better).

1. Menurunkan emisi dari kegiatan kelautan dan perikanan

Selain sebagai sumber emisi terbesar dalam kegiatan perikanan tangkap, bahan bakar minyak (BBM) juga mengeluarkan biaya operasional terbesar. Industri perikanan skala besar menghabiskan biaya hingga 60% dan nelayan tradisonal menghabiskan 30-50% biaya untuk BBM. Oleh karena itu, konsumsi BBM kapal dapat dikurangi, di antaranya dengan mengurangi kecepatan kapal, menjaga agar lambung serta baling-baling bebas dari kotoran bawah air, dan mengurangi waktu jelajah. Di wilayah tropis, konsumsi BBM dapat naik sebesar 7%/bulan jika lambung kapal tidak terjaga kebersihannya. Selain itu, pemasangan alat deteksi (fishfinder) dapat mengurangi waktu jelajah, sehingga mengurangi konsumsi BBM. Penggantian BBM dengan bahan bakar alternatif seperti gas alam cair, tenaga angin, dan energi matahari dapat juga dilakukan untuk mengurangi emisi. Pada tahun 2019, Kementerian Ristekdikti menguji pemasangan ‘Converter Kit Diesel Dual Fuel’ untuk kapal diatas 30GT, yang memungkinkan penggabungan solar diesel dengan bahan bakar gas sehingga dapat menghemat bahan bakar hingga 35%. Selain itu, penggunaan panel surya sebagai energi penerangan ketika melaut telah diadopsi oleh nelayan di Pantai Utara Jawa. Prototipe mesin perahu motor tempel bertenaga matahari juga telah diujicobakan.

2. Insentif finansial untuk perbaikan tata kelola sumber daya pesisir

Insentif fiskal dapat diberikan pada kawasan yang berhasil melakukan konservasi dan pengelolaan sumber daya pesisir secara berkelanjutan. Secara praktis, pemberian insentif dapat diberikan kepada kawasan konservasi perairan laut (KKPL) berdasarkan kriteria pada Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (E-KKP3K). Insentif ini dapat mendorong pengelola untuk kian memperbaiki pengelolaan kawasan sembari memberi suntikan dana bagi kawasan dan masyarakat yang telah mencapai kriteria pengelolaan tertentu.

3. Inovasi digital untuk membantu produksi dan distribusi makanan laut

Selain itu, inovasi berupa pasar digital, yang berisi informasi mengenai jenis dan harga ikan, menjadi inovasi kunci untuk menyambungkan produsen/penjual dengan pembeli. Pasar digital tidak hanya memperluas jangkauan pasar tetapi juga mengurangi kehilangan dan pemborosan pangan akibat hasil tangkapan laut yang tidak bertahan lama. Kini, terdapat beberapa start-up digital yang menyambungkan ikan hasil tangkapan kepada konsumen melalui sebuah aplikasi, baik untuk pasar domestik yaitu menyambungkan langsung nelayan/pembudidaya lokal dengan konsumen di kota besar, maupun menyambungkan hasil tangkapan dengan pasar ekspor.

4. Menjadikan valuasi ekonomi sebagai instrumen pengelolaan ekosistem pesisir dan laut

Ekosistem pesisir dan laut yang sehat adalah kunci bagi rantai makanan biota laut dan merupakan daya tarik pariwisata bahari. Valuasi ekonomi, atau menghitung nilai ekonomi atas jasa lingkungan ekosistem pesisir, dapat menjadi salah satu instrumen pengelolaan ekosistem pesisir dan laut. Contoh penerapannya secara praktis yaitu menggunakan valuasi untuk menentukan harga tiket masuk lokasi pariwisata bahari. Dengan memperhitungkan jasa lingkungan, pengelola dapat menentukan peningkatan tarif seperti yang diterapkan di taman nasional di Belanda serta dapat menentukan kuota pengunjung per suatu waktu. Selain itu, valuasi juga menghasilkan analisis biaya dan manfaat dalam evaluasi alokasi ruang pesisir dan menjadi masukan terhadap Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Ketangguhan pada sektor kelautan dan perikanan perlu dibentuk karena setiap gangguan yang terjadi berdampak pada jutaan mata pencaharian masyarakat, ketahanan pangan, dan ekonomi. Kita tidak boleh melewatkan kesempatan untuk mengarahkan pemulihan pascapandemi kepada pertumbuhan ekonomi, ketahanan pangan, serta pengelolaan laut dan sumberdayanya secara berkelanjutan.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA