Bagaimana cara menerapkan kesetaraan sosial di lingkungan sekolah?

Pendidikan multikultural bertujuan untuk menjelaskan pentingnya menjaga nilai-nilai keberagaman yang ada di Indonesia serta menegakkan sikap toleransi. Pendidikan multikultural diajarkan disemua jenjang sekolah SD/SMP/SMA. Penerapan pendidikan multikulturalisme di sekolah antara lain:

  1. menyamaratakan hak dan kewajiban seluruh siswa di sekolah tanpa memandang perbedaan masing-masing siswa
  2. menanamkan sikap saling peduli dan toleransi antar siswa di sekolah.  

Sekolah merupakan tempat menimba ilmu secara formal. Sekolah seringkali dianggap sebagai ‘rumah kedua’ bagi anak-anak karena di sanalah mereka bisa menghabiskan waktu lebih banyak untuk belajar dan berkumpul. Sebagai tempat memperoleh pendidikan, lingkungan sekolah pun harus mendukung semua aktivitas. Lingkungan sekolah yang nyaman dan sehat akan membuat anak-anak makin betah dan bersemangat.

Cara Menjaga Lingkungan Sekolah

Sebagaimana kita tahu, lingkungan sekolah yang sehat dan kondusif akan mempengaruhi proses pembelajaran. Ketika sekolah tampak bersih, maka aktivitas belajar mengajar akan menjadi lebih nyaman. Kesehatan anak-anak juga lebih terjaga, sehingga mereka mampu menyerap ilmu pengetahuan lebih baik dari tenaga pengajar. Di samping itu, menjaga lingkungan sekolah juga bukan hanya dinilai dari kebersihan saja, tetapi juga aspek lain yang dapat menumbuhkan semangat serta kepedulian satu sama lain. Berikut ini ada beberapa cara menjaga lingkungan sekolah yang nyaman dan damai untuk anak-anak.

1. Sediakan Tempat Sampah

Cara menjaga lingkungan sekolah yang pertama adalah menyediakan tempat sampah. Pihak sekolah mesti menyediakan banyak tempat sampah di beberapa titik tertentu. Hal ini agar anak-anak terbiasa membuang sampah pada tempatnya. Bila kondisi bak sampah kurang, bisa jadi anak-anak akan membuang sembarangan sehingga lingkungan sekolah terlihat kotor.

2. Hindari Penggunaan Plastik

Untuk menjaga kebersihan lingkungan sekolah, anak-anak dapat diajarkan tentang bahaya penggunaan bahan plastik (less plastic) sejak dini. Cobalah memberikan pemahaman kepada mereka tentang bahaya plastik yang tidak mudah terurai di alam.

Untuk penggunaan barang-barang seperti tempat makan atau minum, anak-anak bisa menggunakan produk dari bahan lain yang lebih aman seperti stainless, kaca, ataupun kayu. Hindari pula untuk membeli jajanan dari luar sekolah yang lebih sering memakai kemasan plastik. Hal ini dapat mencemari lingkungan sekolah dengan sampah plastik setelah pemakaian.

3. Go Green

Go green merupakan sebuah gerakan sosial salah satunya menjadikan lingkungan lebih hijau. Go green bisa dijadikan sebagai program untuk menjaga lingkungan sekolah. Di banyak model sekolah baik sekolah negeri maupun swasta (sekolah internasional), go green menjadi program yang diterapkan bagi murid-murid dan guru. Mereka dapat menghijaukan sekolah dengan menanam pohon supaya lingkungan lebih terasa rindang dan indah. Tidak hanya itu, dengan program go green, udara sekolah bisa lebih bersih dan sehat.

4. Menjalankan Tata Tertib Sekolah

Untuk mendapatkan lingkungan sekolah yang nyaman, tentunya peraturan atau tata tertib sekolah wajib dijalankan. Tata tertib merupakan segala peraturan yang telah disepakati termasuk oleh para murid di sekolah. Hal ini bertujuan untuk menciptakan aktivitas pembelajaran di sekolah yang nyaman dan aman.

5. Harmony in Diversity

Cara membuat lingkungan sekolah yang nyaman dan damai terakhir adalah menerapkan budaya harmony in diversity. Harmony in diversity adalah sisi lain dalam membangun lingkungan sekolah yang nyaman, di samping dengan menjaga kebersihan.

Harmony in diversity sendiri merupakan sebuah harapan membangun harmoni di dalam keragaman. Dalam hal ini, semua pihak di sekolah diajak untuk saling menghormati, mengasihi serta menumbuhkan sikap peduli di dalam perbedaan suku, agama, maupun ras. Budaya harmony in diversity sangat menjunjung nilai toleransi di tengah murid-murid yang memiliki latar belakang berbeda.

Konsep harmony in diversity ini menjadi budaya yang diterapkan pada sekolah internasional di Indonesia. Baik tingkat SD, SMP, maupun SMA internasional. Salah satu yang menerapkannya adalah Global Prestasi School. Dengan konsep tersebut, sekolah Global Prestasi ingin memberikan kekayaan interaksi antar murid dari berbagai budaya sehingga mereka jauh lebih baik dalam mengenal dan menghargai budaya satu sama lain.

Global Prestasi School merupakan salah satu sekolah internasional yang berada di kota  Bekasi, Jawa Barat. Global Prestasi terdiri dari Montessori Pra-sekolah, Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Metode Montessori sendiri terdapat 5 area yaitu EPL, Sensorial, Language, Math dan Culture. Pembagian usia ini selaras dengan kurikulum Cambridge, dimana terdapat 4 jenjang pembelajaran yang disebut Cambridge Pathway.

Ajar anak mengenal kesetaraan gender di lingkungan sekolah memang harus dimulai dari tenaga pengajar dan lapisan teratas sekolah. Untuk para tenaga pengajar, ini cara yang bisa dilakukan!

Selain di rumah, mendidik anak untuk mengenal kesetaraan gender bisa dilakukan dari sekolah. Namun untuk itu perlu campur tangan pihak sekolah yang juga mendukung dalam penerapan kegiatan ini dalm aktivitas belajar sehari-hari.

Mommies Daily merangkum beberapa tips untuk tenaga pendidik agar bisa menerapkan kesetaraan gender di lingkungan sekolah. Intip di bawah ini!

BACA JUGA: Menurut Pakar, Ini Cara Terbaik Ajarkan Anak Tentang Kesetaraan Gender

Tips Menerapkan Kesetaraan Gender di Lingkungan Sekolah

Ini dia tips untuk para tenaga pengajar agar bisa turut mendukung kesetaraan gender di sekolah.

1. Jadilah contoh

Para murid, terutama anak-anak yang lebih kecil, sering kali belajar dengan cara meniru. Sebagai seorang guru, waspadai asumsi Anda sendiri tentang gender dan coba koreksi bias tersebut ketika Anda menyadarinya. Dalam situasi yang relevan, dukung siswa untuk percaya pada potensi mereka untuk mencapai cta-cita, terlepas dari identitas gender, dan beritahu bahwa gender bukan kelemahan.

2. Materi belajar bebas stereotip gender

Pastikan materi pendidikan yang akan diberikan bebas dari stereotip gender. Misalnya tak lagi membuat contoh bos digambarkan oleh sosok pria atau kegiatan rumah tangga hanya dilakukan oleh ibu.

3. Hindari membentuk karakteristik khusus

Hindari mengacu pada karakteristik stereotip seperti, ‘laki-laki tidak menangis’ atau ‘perempuan tidak berkelahi’ yang membatasi pemahaman anak-anak tentang peran gender. Semua orang boleh menangis, termasuk anak laki-laki. Lalu anak perempuan boleh berkelahi, terlebih saat ingin melindungi dirinya.

4. Jangan melabeli

Ketika ada murid laki-laki bermain boneka, melabeli atau mengucapkan, ‘kamu main boneka seperti anak perempuan” adalah hal yang tidak boleh dilakukan. Jika terlanjur mengucapkan kata itu, segera timpali dengan kalimat lain yang menetralkan maknanya.

BACA JUGA: Memberi Label Pada Anak

5. Gabungkan kegiatan anak

Hindari juga memisahkan anak laki-laki dan perempuan ke dalam barisan yang terpisah, seperti memisahkannya saat kegiatan olahraga. Biarkan mereka berbaur dalam berkegiatan termasuk dalam pemilihan tempat duduk di kelas. Jangan ragu juga gabungkan anak laki-laki dan perempuan untuk mengerjakan proyek bersama.

6. Sama rata

Pastikan setiap materi pendidikan yang Anda gunakan menunjukkan gender dalam ukuran yang sama. Semuanya mendapatkan jumlah yang rata atau ukuran yang serupa.

7. Gunakan contoh nyata

Cara terakhir mengenalkan kesetaraan gender di lingkungan sekolah adalah dengan memakai contoh nyata. Bantu siswa mengidentifikasi contoh bias gender di dalam kegiatan belajar, misalnya melalui buku bacaan, pelajaran sejarah, kasus hukum sesuai usianya, dan perubahan budaya yang terjadi di dunia yang terangkum dalam mata pelajaran yang mudah dimengerti.

Hal yang Harus Dihilangkan dalam Kebiasaan Mengajar

Menurut survei, ternyata kesetaraan gender di lingkungan sekolah masih kurang tercipta. Hal itu terlihat dari perilaku para tenaga pengajar yang terbentuk secara tidak sadar. Menurut laporan yang disponsori oleh American Association of University Women (AAUW), anak perempuan menerima perhatian yang jauh lebih sedikit dari guru dibandingkan anak laki-laki di kelas.

Hal itu terbentuk karena anak laki-laki sering dianggap lebih nakal, menyebabkan guru memantau dan terlibat dengan mereka lebih aktif di kelas, memberikan kesan mereka bisa berbicara tanpa izin. Padahal jika terbiasa, hal itu secara tak sadar bisa mencegah murid perempuan untuk berbicara bahkan ketika mereka ingin menyampaikan sesuatu yang penting dalam sebuah kelas atau diskusi.

Para tenaga pengajar mungkin bisa memulai atau mengajak rekan-rekan lainnya untuk memberikan perhatian yang sama rata, baik untuk murid laki-laki atau perempuan. Yakinkan kalau mereka memiliki kesempatan dan hak yang sama selama berada di lingkungan sekolah.

BACA JUGA: 4 Alasan Pentingnya Edukasi Kesetaraan Gender di Rumah

Cover: Freepik

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA