Apakah umur 17 tahun bisa membuat SKCK

Jakarta, IDN Times - Mengadopsi atau mengangkat anak untuk menjadi bagian dari keluarga inti seseorang tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Agar seseorang dapat mengangkat anak secara resmi, maka ia harus memenuhi sejumlah persyaratan dan diputuskan melalui pengadilan.

Mereka yang berniat mengangkat anak harus memberi jaminan terhadap anak tersebut, yakni supaya sang anak tetap dilindungi dan mendapatkan hak-haknya.

Pada masa pandemik COVID-19, banyak anak yang menjadi yatim, piatu, hingga yatim piatu karena orangtuanya meninggal dunia akibat penyakit tersebut.

Saat itu, pemerintah melakukan pendataan untuk memastikan anak-anak bernasib malang itu tetap mendapatkan haknya. Baik berupa pengasuhan, pendidikan, kesehatan, hingga kebutuhan sehari-hari.

IDN Times berkesempatan melakukan wawancara khusus dengan Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Nahar, belum lama ini, untuk membahas tentang adopsi anak.

Berikut adalah hasil wawancaranya!

Baca Juga: Kemen PPPA: Waspada Kerentanan Eksploitasi Anak di Tempat Wisata

1. Syarat adopsi anak

Apakah umur 17 tahun bisa membuat SKCK
Deputi Bidang Perlindungan Anak Kemen PPPA, Nahar saat menghadiri konpers di Polda Metro Jaya (Dok. IDN Times/Humas KemenPPPA)

Nahar mengatakan, ada beberapa peraturan yang menjadi acuan sebagai syarat adopsi anak atau pengangkatan anak.

Antara lain tercantum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2002 yang direvisi dengan UU Nomor 35 Tahun 2014 dan UU Nomor 17 Tahun 2016.

Kemudian dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2007, Peraturan Menteri Sosial (Permensos) Nomor 110 Tahun 2009, dan Peraturan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial (Perdirjen Rehsos) Nomor 2 Tahun 2012.

Dalam Pasal 12 PP 54 Tahun 2007, kata Nahar, ditegaskan bahwa ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh seseorang saat akan mengangkat anak.

"Persyaratan tersebut meliputi anak yang diangkat belum berusia 18 tahun, anak terlantar atau ditelantarka, berada dalam asuhan keluarga atau dalam lembaga pengasuhan anak, dan memerlukan perlindungan khusus," ujar Nahar.

Dari segi usia, prioritas utama anak yang diadopsi adalah yang belum berusia 6 tahun. Kemudian, anak berusia 6 tahun sampai dengan belum berusia 12 tahun, sepanjang ada alasan mendesak; dan anak berusia 12 tahun sampai dengan belum berusia 18 tahun, sepanjang anak memerlukan perlindungan khusus.

2. Syarat orangtua yang dapat mengadopsi anak

Apakah umur 17 tahun bisa membuat SKCK
Ilustrasi anak-anak. (IDN Times/Vanny El-Rahman)

PP tersebut juga mencantumkan syarat orangtua yang dapat mengadopsi anak, yakni dalam Pasal 13.

Pasal 13 menyebutkan bahwa calon orangtua angkat harus memenuhi syarat-syarat seperti sehat jasmani dan rohani, berumur paling rendah 30 tahun dan paling tinggi 55 tahun, beragama sama dengan agama calon anak angkat, berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak kejahatan, dan berstatus menikah paling singkat 5 tahun.

Syarat berikutnya adalah calon orangtua bukan pasangan sejenis, tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang anak, mampu ekonomi dan sosial, memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis orangtua atau wali anak, membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi kepentingan terbaik, kesejahteraan dan perlindungan anak.

Kemudian, adanya laporan sosial dari pekerja sosial setempat, telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6 bulan sejak izin pengasuhan diberikan, dan memperoleh izin menteri dan/atau kepala instansi sosial.

"Bagi anak berkebangsaan Warga Negara Indonesia (WNI) dan akan diangkat oleh Warga Negara Asing (WNA), syarat yang harus dipenuhi tercantum dalam Pasal 14," kata dia.

Antara lain memperoleh izin tertulis dari pemerintah negara asal pemohon melalui kedutaan atau perwakilan negara pemohon yang ada di Indonesia, memperoleh izin tertulis dari Menteri Sosial, dan melalui lembaga pengasuhan anak.

Apabila mereka yang akan mengangkat anak mampu memenuhi persyaratan tersebut, maka mereka bisa mempersiapkan dokumen untuk mendaftarkan proses pengangkatan anak.

Baca Juga: Kemen PPPA Suarakan Hapus Kekerasan Seksual di Tempat Kerja

3. Dokumen persyaratan

Apakah umur 17 tahun bisa membuat SKCK
Ilustrasi dokumen. (IDN Times/Arief Rahmat)

Nahar mengatakan, dokumen yang harus dipersiapkan untuk proses adopsi anak telah diatur dalam Perdirjen Rehsos Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Prosedur Pengangkatan Anak.

Dokumen yang dibutuhkan antara lain Surat Permohonan Izin Pengangkatan Anak kepada instansi sosial setempat, surat keterangan sehat Calon Orangtua Asuh (COTA) dari rumah sakit pemerintah, surat keterangan kesehatan jiwa COTA dari dokter spesialis jiwa rumah sakit pemerintah.

Kemudian surat keterangan tentang fungsi organ reproduksi COTA dari dokter spesialis obstetri dan ginekologi rumah sakit pemerintah, copy akta kelahiran COTA, SKCK dari kepolisian setempat, copy surat/akta nikah COTA, kartu keluarga (KK) dan KTP COTA.

Selanjutnya copy akta kelahiran Calon Anak Angkat (CAA), keterangan penghasilan dari tempat COTA bekerja, dan surat pernyataan persetujuan CAA diatas kertas bermaterai cukup bagi anak yang telah mampu menyampaikan pendapatnya dan/atau hasil laporan peksos.

Tak hanya itu, dokumen lain yang harus disiapkan COTA adalah berbagai surat pernyataan yang ditandatangani di atas materai.

"Dokumen lainnya adalah surat pernyataan motivasi COTA di atas kertas bermaterai cukup yang menyatakan bahwa pengangkatan anak demi kepentingan terbaik dan perlindungan anak," kata dia.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

  • Ibunda Bharada E Temui Keluarga Brigadir J Sambil Makan Malam
  • KPK: Lukas Enembe Terlihat Sudah Sehat, Segeralah ke Jakarta!
  • Jokowi Ditanya Reshuffle Menteri: Bisa Besok

"Surat pernyataan COTA akan memperlakukan anak angkat dan anak kandung tanpa diskriminasi sesuai hak-hak dan kebutuhan anak di atas kertas bermaterai cukup, surat pernyataan bahwa COTA akan memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal usul dan orangtua kandungnya dengan memperhatikan kesiapan anak," lanjut Nahar.

Dokumen penyerta lain yang harus dipenuhi adalah surat pernyataan COTA yang menerangka bahwa COTA tidak berhak menjadi wali nikah bagi anak angkat perempuan dan memberi kuasa kepada wali hakim, surat pernyataan COTA bahwa COTA untuk memberikan hibah sebagian hartanya bagi anak angkatnya.

Kemudian surat pernyataan persetujuan adopsi dari pihak keluarga COTA, berita acara penyerahan dan kauasa dari pihak ibu kandung ke COTA, laporan COTA yang dibuat peksos instansi sosial setempat dan peksos panti/yayasan, foto COTA dengan CAA, serta rekomendasi proses pengangkatan anak dari instansi sosial propinsi ke pengadilan.

"Petugas Dinas Sosial mendampingi dalam melengkapi dokumen-dokumen tersebut," kata Nahar.

Baca Juga: Kemen PPPA: Indonesia Jadi Negara Asal dan Tujuan Perdagangan Orang

4. Proses pengajuan adopsi dilakukan di Dinas Sosial

Apakah umur 17 tahun bisa membuat SKCK
Ilustrasi anak-anak (IDN Times/Dwifantya Aquina)

Nahar memastikan, pengajuan adopsi setelah melengkapi seluruh syarat dan dokumen dilakukan ke Dinas Sosial Kabupaten/Kota.

Nantinya proses pengajuan tersebut diteruskan ke Dinas Sosial Provinsi sampai diterbitkannya izin orangtua angkat untuk pengangkatan anak antar WNI dan pengangkatan anak oleh orangtua tunggal.

Sementara untuk inter country adoption atau adopsi yang dilakukan oleh WNA, proses penerbitan izin tersebut dilakukan melalui Kementerian Sosial.

Dalam proses pengajuannya pun, masyarakat tidak dipungut biaya alias gratis.

Baca Juga: Kementerian PPPA dan Australia Sinergi Isu Gender, Perempuan dan Anak

5. Apa yang harus dilakukan jika menemukan anak terlantar?

Apakah umur 17 tahun bisa membuat SKCK
Ilustrasi anak-anak (IDN Times/Aryodamar)

Jika menemukan anak terlantar, kata dia, sesuai pedoman teknis prosedur pengangkatan anak dalam Perdirjen Nomor 2 Tahun 2012, maka masyarakat dapat melapor kepada ketua RT/RW setempat atau melaporkan ke kepolisian setempat.

Selanjutnya, kepolisian membuat Berita Acara Penemuan Bayi kepada Dinas Sosial tentang keberadaan bayi terlantar.

Dinas Sosial pun harus membuat surat rujukan ke lembaga yang ditunjuk untuk memberikan perawatan dan perlindungan terhadapa anak terlantar.

Kemudian lembaga menerima penitipan sementara memproses penetapan ke pengadilan untuk ditetapkan sebagai anak terlantar sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Setelah ditetapkan sebagai anak terlantar, lembaga dapat mencarikan orangtua asuh, wali atau orangtua pengganti," kata dia.

6. Sanksi jika adopsi anak tak sesuai syarat

Apakah umur 17 tahun bisa membuat SKCK
ilustrasi orangtua (lifestyle.com)

Apabila terdapat anak yang diangkat atau diadopsi tidak sesuai dengan berbagai persyaratan tersebut, terdapat sanksi yang menanti.

Nahar mengatakan, dalam Pasal 79 UU 23 Tahun 2002 ditegaskan, setiap orang yang melakukan pengangkatan anak apabila melanggar akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp100 juta, jika bertentangan dengan Pasal 39 UU 23 Tahun 2002 Ayat 1.

Pasal 39 UU 23 Tahun 2003 Ayat 1 menjabarkan, pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak.

Kemudian dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selanjutnya pada Ayat 2 disebutkan, pengangkatan anak yang dimaksud dalam Ayat 1, tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dan orangtua kandungnya.
Terakhir adalah Ayat 4 yang menyebut, pengangkatan anak oleh WNA hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.

Nahar memastikan, kekerasan kepada anak angkat yang dilakukan melalui prosedur resmi jarang terjadi. Hal tersebut karena terdapat dua kali masa pengasuhan sementara atau uji coba sebelum diberikan izin melalui putusan pengadilan.

"Kalau pun tetap ada kasus seperti itu, maka dapat dikenakan sanksi dalam Pasal 80 UU 35 tahun 2014 atau dicabut hak perwaliananya dengan menggunakan PP 29 tahun 2019 tentang syarat dan tata cara penunjukkan wali," kata dia.

Apalagi, kata dia, seseorang dapat diperbolehkan mengangkat anak setelah memenuhi persyaratan resmi wajib dengan putusan pengadilan negeri dengan rekomendasi dari lembaga terkait.

Dalam hal ini adalah Dinas Sosial Provinsi untuk adopsi domestik, dan Kementerian Sosial jika adopsi antar negara (inter country adoption).

"Kecuali dengan menggunakan hukum adat," kata dia.

Nahar menjelaskan, sanksi-sanksi tersebut berlaku umum bagi siapa pun yang melakukan kekerasan terhadap anak.

Terutama yang dilarang dalam Pasal 76C UU 35 Tahun 2014, maka dapat dikenakan sanksi dalam Pasal 80 UU 35 Tahun 2014.