Apakah bulu kucing yang rontok najis

Dream - Memelihara kucing di rumah memang harus siap dengan bulu rontok dari hewan menggemaskan ini. Apalagi jika kucing itu sengaja dipelihara di dalam rumah. Kamu bisa menemukan bulu rontok di berbagai tempat termasuk di atas sajadah maupun ruang sholat.

Kucing adalah hewan yang begitu dekat dengan manusia, apalagi umat Islam. Hewan peliharaan ini menjadi teman yang bisa memberikan hiburan ketika pikiran sedang penat.

Kucing juga dikenal sebagai hewan yang manja. Dia tidak segan tidur di samping majikannya bahkan sampai mengganggu aktivitas pemiliknya hanya agar mendapatkan belaian.

Terkait dengan bulu rontok, tentu jadi PR pemilik kucing. Si pemilik terpaksa membersihkan bulu-bulu itu agar rumah tampak bersih.

Tetapi, apakah bulu kucing yang rontok termasuk najis?

Dikutip dari NU Online, dalam sejumlah kitab fikih menjelaskan bagian tubuh yang terpotong dari hewan hidup, status kesuciannya sama persis dengan bangkainya. Jika hewan itu halal, maka bagian tubuh tersebut suci.

Sebaliknya, jika potongan tubuh berasal dari hewan yang bangkainya najis maka hukumnya sama. Dasarnya yaitu hadis riwayat Hakim.

" Sesuatu yang terpisah daru hewan yang hiduo, maka statusnya seperti halnya dalam keadaan (menjadi) bangkai."

PRIANGANTIMURNEWS - Kucing adalah hewan yang banyak dipelihara oleh berbagai kalangan masyarakat khususnya di Indonesia.

Kucing hewan rumahan. Sebagaimana sabda Nabi. Kucing bukan hewan najis, karena ia seringkali berkeliling di rumah kalian.” (HR Tirmidzi)

Sahabat nabi banyak yang menyukai kucing. Bahkan Nabi menjuluki salah satu sahabat kesayangnnya dengan sebutan bapak kucing karena senangnya memelihara kucing, yaitu sahabat Abu Hurairah.

Baca Juga: Ketua DPRD Pangandaran Bersama Wali Kota Banjar Dampingi Proses Visum Jasad Korban di RSUD Pandega

Imam Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni menganggap bulu kucing yang rontok sebagai bulu yang suci.

"Hukum setiap kulit, rambut, keringat, air mata, dan ludah hewan tergantung dari kesucian atau najis jilatan hewan tersebut,”katanya dikutip priangantimurnews.pikiran-rakyat.com dari Instagram @bimasislam 6 November 2021.

Mayoritas ulama berpendapat, bulu hewan yang tidak halal dimakan dagingnya seperti kucing hukumnya suci.

Baca Juga: Prediksi Skor Everton vs Tottenham Hotspur, Live Streaming, Pratinjau, H2H, Liga Premier 2021-22

Diungkapkan Ustadz M. Ali Zainal Abidin, Pengajar di Pondok Pesantren Annuriyah, Kaliwining, Jember menyebut, ketentuan hukum di atas, dikecualikan ketika bagian tubuh yang terpotong adalah rambut atau bulu dari hewan.

Status rambut atau bulu yang terputus dari bagian hewan tidak langsung dihukumi sama seperti bangkai dari hewan tersebut, tapi terdapat perincian.

Kucing adalah hewan yang hidup di hampir semua benua di Bumi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa domestikasi (penjinakan) kucing sudah dimulai sejak ribuan tahun lalu.


Mulanya kucing dipelihara untuk menjaga rumah dari hama tikus. Dan seiring waktu, kucing tidak hanya untuk mengusir hama tikus, tetapi juga sebagai hewan peliharaan kesayangan. Bahkan dewasa ini semakin marak pembiakan dan komersialisasi kucing ras yang lucu dan menggemaskan untuk dipelihara di dalam rumah sebagai teman bermain.


Akibatnya interaksi kucing dengan pemiliknya menjadi semakin dekat, seperti dipeluk, digendong dan tidur bersama pemiliknya.


Kucing-kucing kesayangan ini membawa problematika fikih tersendiri, karena sering kali bulunya rontok dan menempel di mana-mana. Padahal, mayoritas ulama mazhab Syafi’i menghukumi najis pada bulu kucing yang rontok dan menempel di permukaan perabot rumah atau pakaian.


جزء (مبان من حي كميتته) طهارة ونجاسة لخبر {ما قطع من حي فهو ميت} رواه الحاكم؛ وصححه على شرط الشيخين. فجزء البشر والسمك والجراد طاهر دون جزء غيرها (إلا نحو شعر) حيوان (مأكول) كصوفه و 

وبره ومسكه وفأرته (فطاهر) — إلى أن قال — وخرج بالمأكول نحو شعر غيره فنجس.


Apakah bulu kucing yang rontok najis

Ustad Asep Hidayatullah 



“Bagian tubuh yang terlepas dari hewan yang masih hidup, hukum najis atau sucinya, sama dengan bangkainya. Berdasarkan hadis: ‘Bagian tubuh yang terlepas dari hewan hidup adalah bangkai.’ (HR Al-Hakim yang dinilainya sahih sesuai standar Al-Bukhari dan Muslim). Dengan begitu, semua bagian tubuh manusia, ikan, dan belalang adalah suci, sedangkan yang lain tidak. Kecuali, semacam rambut hewan yang bisa dimakan, seperti halnya bulu halus, misik dan kantongnya, maka hukumnya suci.”


“Dengan demikian, maka rambut dan bulu hewan yang tidak bisa dimakan tidak masuk ke dalam hukum ini; rambut dan bulu hewan tersebut hukumnya najis.” (Sulaiman bin Muhammad al-Bujairimi, Hasyiyah ala Syarh Manhaj ath-Thullab, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, juz 1, hal. 147-148).


Dari keterangan di atas, dapat diketahui bahwa bulu kucing, yang merupakan hewan yang dagingnya tidak halal dimakan, hukumnya najis yang bisa merusak keabsahan salat serta kesucian air.


Kemudian dalam kitab Al-Muhadzab karangan Imam Abu Ishaq Asy-Syirazi (wafat 476 H), kita bisa mendapatkan keterangan tentang hukum satu-dua bulu kucing yang menempel di baju atau air yang masih bisa ditolerir (di-ma’fu), tetapi tidak jika banyak.


وكل موضع قلنا انه نجس عفى عن الشعرة والشعرتين في الماء والثوب لانه لا يمكن الاحتراز منه 


“Di setiap kasus rambut yang kami hukumi najis, ada toleransi untuk satu atau dua rambut/bulu, baik di air atau pakaian, karena sulit dihindari.” (Abu Ishaq Asy-Syirazi, Al-Muhadzab, Beirut: Darul Qalam, 1992, juz 1, hal. 60).


Lalu bagaimana dengan pecinta kucing yang suka memeluk dan menggendong, bahkan sampai tidur bersama kucing? Adakah pendapat yang lebih ringan tentang bulu rontok yang menempel di pakaian, kasur atau bahkan tempat shalat?


Kita bisa mendapatkan pendapat yang lebih ringan dari mazhab Maliki yang mengatakan bahwa hukum bulu binatang tidak najis secara mutlak. Keterangan ini sebagaimana keterangan Syekh Ahmad bin Muhammad As-Shawi (wafat 1261 H) di bawah ini:


وَتَقَدَّمَ أَنَّ الزَّغَبَ طَاهِرٌ كَالشَّعْرِ لِأَنَّهُ لَا تَحُلُّهُ الْحَيَاة


قوله: (كَالشَّعْرِ) خِلَافًا لِلشَّافِعِيَّةِ الْقَائِلِينَ بِنَجَاسَةِ شَعْرِ الْمَيْتَةِ وَلَوْ دُبِغَ جِلْدُهَا


“Bulu halus itu suci sebagaimana rambut/bulu kasar, karena ia tidak menjadi ‘wadah’ kehidupan.”


“Berbeda dengan ulama mazhab Syafi’i yang mengatakan najisnya rambut bangkai meskipun kulitnya disamak.” (Hasyiyah ‘ala asy-Syarh ash-Shaghir,  juz 1, halaman 77 dan 81).


Dari tiga referensi di atas, bisa kita simpulkan bahwa:


kemoceng bulu ayam, bantal isi bulu angsa serta sweater wol domba hukumnya suci; dan

bulu kucing hukumnya najis menurut mazhab Syafi’i (dengan adanya toleransi jika sedikit), tapi suci menurut mazhab Maliki.

Jika kita melakukan salat dengan mengikuti mazhab Syafi’i, seyogianya kita upayakan totalitas dalam bermazhab Syafi’i dengan menghindari rontokan bulu kucing pada perlengkapan yang kita pakai saat salat. Namun, jika dalam kondisi yang terpaksa, bolehlah kita mengikuti pendapat mazhab Maliki.


Sebagai penutup, penulis ingin berbagi satu tips yang sangat bermanfaat untuk mengangkat bulu kucing dari permukaan kain, yaitu dengan merekatkan lakban pada bulu-bulu tersebut. Lakukan berulang sampai pakaian bersih dan bebas dari bulu kucing.

Apakah bulu hewan yang terlepas itu najis?

Seperti bulu yang rontok dari ayam, kambing, sapi, dan hewan-hewan lain yang dagingnya halal dikonsumsi. Sedangkan jika bulu yang rontok berasal dari hewan-hewan yang tidak halal dimakan dagingnya maka bulu tersebut dihukumi najis.

Apa yang najis dari kucing?

Kucing tidaklah najis. Karena ia termasuk hewan yang berkeliling di rumah kalian.” (Bulughul Maram, halaman 14).

Apakah terkena bulu kucing bisa membatalkan wudhu?

Syekh Mamdud menjelaskan bahwa seseorang bersentuhan dengan hewan bukanlah dari yang membatalkan wudhu bahkan ketika hewan itu najis sekali pun.

Apakah pakaian yang terkena bulu kucing najis?

Dilansir Serambinews.com dari kanal YouTube Al-Bahjah TV pada Senin (3/10/2022), Buya Yahya mengatakan, bulu kucing dimaafkan apabila menempel di badan atau di sajadah. Pasalnya, bulu kucing tidak termasuk najis dan tidak perlu was-was karena bulu tersebut.