Apa yang anda tentang pemilihan

23 September 2020 in opini Tidak ada komentar 29781

Pemilihan kepala daerah pada tahun ini sangatlah berbeda dari Pilkada-Pilkda sebelumnya, di karenakan ini pertama kalinya dilaksanakan Pemilihan Kepala Daerah di tengah – tengah pandemi Covid-19. Berkenaan dengan adanya Pilkada Serentak pada tahun 2020 yang juga bersamaan dengan terjadinya Pandemi covid-19, Pemerintah dengan sigap dan tepat juga memikirkan dan mengantisipasi agar Pilkada ini harus tetap Terlaksana, Pilkada ini juga sebelumnya sempat di undur, dimana sebelumnya Pilkada ini di rencanakan pada 23 September 2020 lalu harus di undur hingga 9 Desember tahun 2020 ini. Sesuai dengan Keputusan bersama antara KPU, Bawaslu, Pemerintah dan DPR, serta di keluarkannya Undang-Undang Nomor  6 tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang.

Pelaksanan Pemilihan Kepala Daerah serentak ini akan dilaksanakan pada Tahun 2020 ini,  membuat waktu untuk mempersiapkan dan melaksanakan Pilkada dengan protokol kesehatan Covid-19 sangatlah berdekatan waktunya, Dan di takutkan akan menurunnya kualitas Pilkada serta keterwakilan Pemilih menjadi tidak maksimal, ditambah lagi dengan selalu bertambahnya Pasien yang terkena atau tertular virus Covid-19 ini, Hal tersebut tentu akan menambah kekhawatiran dalam pelaksanaan Pilkada, Karena Virus ini dapat menyerang siapapun, Dengan adanya Pandemi Covid-19 ini menjadi kurang maksimal dan di takutkan akan membatasi kinerja Pelaksana Pilkada yang juga dapat berimbas dalam pelaksanaan Pilkada itu sendiri. Potensi terjadinya kecurangan Pilkada pada masa pandemi sangat lah besar, mengapa demikian? Petahana/Incumbent adalah pihak yang sangat diuntungkan, karena diduga berpotensi mudah melakukan kecurangan. Salah satu kekhawatiran ini adalah, memanipulasi anggaran terkait penanganan pandemi COVID-19 di saat Pemilihan kepada daerah nanti, dan di khawatirkannya juga adanya kecurangan yaitu di gunakannya anggaran APBD atau anggaran Negara lainnya untuk Kampanye atau hal yang dapat merugikan Negara tentunya.

Kondisi krisis di tengah pandemi ini memang dapat membuat celah dari para oknum pendukung calon kepala daerah untuk mematikan demokrasi dengan penyogokan. Selain memberi uang dan sembako, maka tim sukses calon kepala daerah juga bisa membuat black campaign. Misalnya menghembuskan isu bahwa keluarga dari saingannya terkena Covid-19, Efeknya, masyarakat akan merasa takut dengan Calon kepala Daerah yang terkena fitnah tersebut lalu memilih yang lain, Dengan demikian Calon yang curang akan menang. Isu mengenai Corona/Covid-19 ini memang mengerikan dan bisa dijadikan senjata untuk menjatuhkan saingan atau lebih tepatnya menjatuhkan Paslon satu dengan Lainya. Penghianatan demokrasi yang seperti ini, yang dikhawatirkan oleh banyak pihak termasuk Presiden Joko Widodo, Hal ini dilontarkan beliau dalam rapat terbatas di Istana Merdeka.

Pilkada dimasa pandemi Covid-19 ini juga dikhawatirkannya menurunnya minat Pemilih dari masyarakat, dan Ini jelas bertentangan dengan tujuan pelaksaan Pilkada itu sendiri karena dalam pelaksanaan pilkada ini sendiri selain mencari Pemimpin bagi masyarakat, dibutuhkan suara dan peran serta masyarakat dalam pemilihan itu sendiri. Kalau Pilkada diselenggarakan ditengah pandemi covid-19 kemungkinan masyarakat/pemilu akan enggan untuk mendatangi TPS karena rasa kekhawatiran terhadap virus covid-19 itu sendiri, dan takutkan adanya kecurangan dalam perhitungan atau perolehan suara. Di karenakan banyaknya kekhawatiran Masyarakat yang mengakibatkan Para Pemilih kekurangan minat untuk datang ketempat pemilihan, hal ini dapat menimbulkan kecurangan dalam prolehan suara dimana di takutkan akan meningkatnya masyarakat yang memilih golput sehingga di khawatirkan dapat disalah gunakan hak suara masyarakat yang tidak menggunakan hak suaranya, di tambah lagi Covid-19 ini menyerang berbagai kalangan tanpa terkecuali.

Dengan segala pertimbangan yang sudah diuraikan diatas membuat kami berpikir bahwa tahapan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Provinsi dan kota/kabupaten serentak tahun 2O2O agar tetap dapat berlangsung/dilaksanakan secara demokratis dan berkualitas serta untuk menjaga stabilitas Politik dalam Negeri, Namun harus sesuai dengan protokol kesehatan yang berlaku, hal ini dilihat dari bagaimana keadaan yang sedang berlangsung, dimana kasus Covid-19 terus meningkat, jumlah penderita dan kematian akibat pademi ini terus berkembang, tetapi ini tidak menyurutkan minat para pemilih untuk tetap ikut serta dan membantu mensukseskan Pilkada ini, di tambah waktu atau perkiraan Covid-19 yang tidak juga berhenti atau membaik sehingga dapat menghambat jalanya pemerintahan jika tidak segera dilaksanakan Pemilu Kepala Daerah.

Semakin kesini waktu pemilihan kepala daerah sendiri semakin dekat, jadi untuk pemunduran kembali jadwal pemilihan sangat kecil sekali, walau masih adanya kebijakan dan kemungkinan dapat di undur kembali, namun jika menimbang kemungkinan serta waktu pemilihan yang terus dekat, lebih baik pemilihan ini dilaksanakan sesegera mungkin, karena di saat pandemi ini yang semakin mengkhawatirkan di takutkanya akan mengganggu Stabilitas Pemerintahan, jika akan di undur lagi pastinya akan mengganggu proses demokrasi bangsa ini.

Baru – baru ini telah dilaksanakan Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat antara Komisi II DPR RI dengan Menteri Dalam Negeri, Ketua KPU RI, Ketua Bawaslu RI dan Ketua DKPP RI, di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta. Kebijakan untuk tetap melaksanakan pemilihan kepala derah pada tanggal 9 Desember 2020 pun telah di ungkapkan oleh Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung dalam kesimpulan Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat  Melihat situasi yang sudah dan sedang berlangsung masih sesuai sebagaimana yang telah direncanakan dan situasi yang masih terkendali, maka Komisi II DPR RI bersama Menteri Dalam Negeri, Ketua KPU RI, Ketua Bawaslu RI dan Ketua DKPP RI menyepakati pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 tetap dilangsungkan pada tanggal 9 Desember 2020 dengan penegakan disiplin dan sanksi Hukum terhadap pelanggaran protokol kesehatan Covid-19. Hal ini sebagai pendukung bahwa Pilkada tahun ini sangatlah penting bagi masyarakat dan juga kestabilan Pemerintahan.

Saran kami untuk menghindari banyak nya kecurangan dan kerugian di masa pandemi, dan juga demi stabilitas pemerintahan maka lebih baik dilaksanakannya pemilihan sesuai dengan protokol Kesehatan yang berlaku, dibutuhkan juga peran serta masyarakat dalam mensukseskan Pikada serentak ini. Pemerintahan juga telah menegaskan masyarakat harus menggunakan masker dimana saja , juga diharapkan di TPS di sediakannya hand sanitizer dan disenfektan pada ruangan tertentu, pemerintahan sendiri di harapkan menyediakan TPS lebih banyak dan menambah fasilitas untuk melindungi masyarakat dari Covid-19 seperti contohnya hal-hal di atas agar lebih efektif dalam waktu pelaksanaan dan juga menjaga jarak, serta memperluas area tempat pelaksanaan pemungutan suara, agar masyarakat sendiri tidak saling berdekatan. Namun efeknya pemerintahan harus menyiapkan anggaran yang lebih besar, karena pilkada 2020 tahun ini berbeda dengan Pilkada sebulumnya. Menurut Kententuan Undang-undang, jumlah pemilih TPS sampai 800 pemilih, kalau kita kurangi setengahnya sampai 400 per TPS konsekuensinya jumlah TPS akan bertambah. Dan konsekuensinya akan terjadi penambahan anggaran untuk logistik dan hal-hal lainya yang berkaitan dengan Pilkada Serentak ini.

KELOMPOK 58:

SONIA DESI LESTARI ( RRB10016095 )

M. BRIMBA FATRA AFRINDO ( B10017314 )

HENDRI SAPUTRA ( B10017328 )

YASIN ABDUL HAQ ( RRB10015237 )

DELFRAN DIPO ( RRB10016132 )

ENRICO GUSTIAN ISVARDO ( RRB10016144 )


Recommended Posts

5 Oktober 2020

5 Oktober 2020

5 Oktober 2020

//doi.org/10.24002/jep.v31i2.1346

INTISARIPenelitian ini hendak menganalisis bagaimana Pandangan Pemilih Pemula Terhadap Pemilihan Umum Di Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian juridis empiris yang hendak mengamati dan menganalisis pandangan pemilih pemula terhadap pemilu lagislatif dan pemilu presiden. Responden yang dimintakan pandangan adalah seluruh siswa yang baru pertama kali memiliki hak pilih karena telah memenuhi syarat dari segi usia. Mendasarkan pada analisis, dapat disimpulkan bahwa; sebagian besar siswamemahami bahwa pemilihan umum dengan segala aspek-aspeknya dalam rangka memilih anggota legislatif dan presiden pada tahun 2014 ini merupakan sarana demokrasi dengan alasan-alasan yang menunjukkan aspek-aspek penting dalam negara demokrasi. Sebagian besar siswa juga memandang bahwa anggota legislatif (DPR, DPD dan DPRD) dan presiden yang ada sekarang belum mampu melaksanakan tugas dan fungsinya seperti yang diharapkan. Meskipun demikian, sebagian besar siswa yang semuanya adalah pemilih pemula memastikan akan menggunakan hakpilihnya dalam pemilihan umum legislatif maupun pemilihan umum presiden(66,86%) yang jumlahnya bisa bertambah mengingat masih ada 16.87 % yang belum menentukan pilihan. Rekomendasi yang dapat diberikan, adalah bahwa perlu dilakukan pendidikan politik secara lebih intensif di kalangan siswa, utamanya di SMA Pangudi Luhur Van Lith, baik secara formal melalui pelajaran di kelas, maupun secara informal dengan pembelajaran ke lembaga-lembaga legislatif atau mendatangkan praktisi sehingga siswa mengetahui secara empiris kinerja wakil-wakil rakyat guna mendapatkan pemahaman dan gambaran yang lebih faktual. untuk meningkatkankinerjanya pada penyelenggaraan pemilu yang akan datang, khususnya pada tahap pendaftaran pemilih dan penentuan pemilih tetap, sehingga tidak menghilangkan hak konstitusional warga negara dalam menggunakan hak pilihnya. Hal ini sangat penting untuk mewujudkan legitimasi yang kuat bagi wakil rakyat atau presiden terpilih

Kata Kunci: Pandangan, Pemilih Pemula, Pemilu Legislatif, Pemilu Presiden

Vol. 31 No. 2 (2015): Justitia Et Pax Volume 31 Nomor 2 Tahun 2015

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA