Apa saja yang harus dipertimbangkan ketika merumuskan masalah?

Masalah penelitian berbeda dengan masalah-masalah lainnya. Tidak semua masalah kehidupan dapat menjadi masalah penelitian. Masalah penelitian terjadi jika ada kesenjangan (gap) antara yang seharusnya dengan kenyataan yang ada, antara apa yang diperlukan dengan yang tersedia antara harapan dan kenyataan.
1.    Kriteria Masalah Penelitian Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih masalah penelitian. a.    Memiliki nilai penelitian Masalah yang akan dipecahkan akan berguna atau bermanfaat yang positif. b.    Memiliki fisibilitas Fisibilitas artinya masalah tersebut dapat dipecahkan atau dijawab. Faktoryang perlu diperhatikan, antara lain: 1.    Adanya data dan metode untuk memecahkan masalah tersebut, 2.    batas-batas masalah yang jelas, 3.    adanya alat atau instrumen untuk memecahkannya, 4.    adanya biaya yang diperlukan, dan 5.    tidak bertentangan dengan hukum. c.   Sesuai dengan kualitas peneliti Sesuai dengan kualitas peneliti artinya tingkat kesulitan masalah disesuaikan dengan tingkat kemampuan peneliti.

2.    Rumusan Masalah Penelitian yang Baik

Rumusan masalah penelitian yang baik, antara lain: a.    Bersifat orisinil, belum ada atau belum banyak orang lain yang meneliti masalah tersebut. b.    Dapat berguna bagi kepentingan ilmu pengetahuan dan terhadap masyarakat. c.    Dapat diperoleh dengan cara-cara ilmiah. d.    Jelas dan padat, jangan ada penafsiran yang lain terhadap masalah tersebut. e.    Dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya. f.     Bersifat etis, artinya tidak bertentangan atau menyinggung adat istiadat, ideologi, dan kepercayaan agama.

3.    Sumber Masalah Penelitian

Sumber masalah penelitian, antara lain: a.    Buku bacaan atau laporan hasil penelitian. b.    Pengamatan sepintas. c.    Pernyataan pemegang otoritas. d.    Perasaan intuisi. e.    Diskusi, seminar, dan pertemuan ilmiah lainnya. Berdasarkan topik atau masalah penelitian yang telah ditemukan maka dapat dilakukan tahapan-tahapan penelitian berikutnya. Studi Pendahuluan dan Merumuskan Masalah 1.    Studi Pendahuluan Setelah calon peneliti memilih dan menemukan masalah, langkah selanjutnya adalah melakukan studi pendahuluan yang bertujuan untuk mendalami permasalahan sehingga calon peneliti benar-benar dapat mempersiapkan perencanaan selanjutnya. Studi pendahuluan ini mempunyai tujuan sebagaj berikut. a.    Agar peneliti tidak mengulang hasil penelitian orang lain. b.    Mengetahui dengan pasti apa yang diteliti. c.    Mengetahui di mana atau kepada siapa data atau informasi dapat diperoleh. d.    Memahami bagaimana teknik atau cara memperoleh data atau informasinya. e.    Dapat menentukan metode yang tepat untuk menganalisis data atau informasi tersebut. f.    Memahami bagaimana harus mengambil kesimpulan dan cara memanfaatkan hasilnya. g.    Studi pendahuluan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut. 1. Studi kepustakaan, yaitu membaca artikel, paper, buku-buku teori yang terkait, hasil penelitian sebelumnya, dan sebagainya. 2. Bertanya, berkonsultasi dengan seseorang yang dianggap ahli atau narasumber. 3. Kunjungan ke lokasi atau ke daerah di mana masalah penelitian itu bersumber. 2.    Merumuskan Masalah Setelah pengidentifikasian, pemilihan masalah, dan melakukan studi pendahuluan serta sudah yakin terhadap masalah yang dipilih, kemudian dilakukan perumusan masalah penelitian. Hasil perumusan masalah itu dapat dijadikan topik atau judul penelitian. Perumusan masalah penelitian harus memenuhi kriteria sebagai berikut. a.    Masalah biasanya dirumuskan dalam bentuk pertanyaan. b.    Rumusan masalah harus jelas, padat, dan dapat dipahami oleh orang lain. c.    Rumusan masalah harus mengandung unsure data yang mendukung pemecahan masalah penelitian. d.    Rumusan masalah harus merupakan dasar dalam membuat kesimpulan sementara (hipotesis). e.    Masalah harus menjadi dasar bagi judul penelitian.

Hipotesis


1.    Pengertian Hipotesis Hipotesis adalah dugaan sementara tentang suatu hal yang bersifat sementara dan belum dibuktikan kebenarannya secara empiris dan ilmiah.

2.    Fungsi Hipotesis

Secara singkat hipotesis berfungsi sebagai berikut. a. Untuk merumuskan jawaban sementara terhadap pertanyaan-pertanyaan yang muncul sehubungan dengan peristiwa yang terjadi b.    Untuk menguji kebenaran suatu teori, pendapat, atau pernyataan. c.    Untuk memberi ide dalam mengembangkan suatu teori atau pendapat. d.    Untuk memperluas dan menjuruskan pengetahuan dan pengertian kita terhadap gejala-gejala yang akan diteliti.

3.    Merumuskan Hipotesis

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan hipotesis adalah sebagai berikut. a. Hipotesis harus bertalian dengan teori tertentu, maksudnya hipotesis itu harus didasarkan pada teori-teori yang telah ada dalam literatur atau buku-buku ilmu pengetahuan. b. Hipotesis harus dapat diuji dengan data-data empiris, maksudnya hipotesis itu harus dapat dites berdasarkan hasil data-data penelitian yang terkumpul. Itulah sebabnya hipotesis tidak boleh mengandung unsur-unsur moral, sikap, atau nilai-nilai. Kemampuan menentukan anggapan dasar dalam penelitian dapat digali melalui: a.    Banyak membaca buku, surat kabar, dan sebagainya. b.    Banyak mendengar berita, ceramah, dan pembicaraan. c.    Banyak berkunjung ke tempat-tempat tertentu yang berhubungan dengan penelitian. d.    Mengadakan   praduga,   mengabstraksi berdasarkan perbendaharaan pengetahuannya.

4.    Jenis-jenis Hipotesis

Berdasarkan bentuknya, hipotesis ada tiga macam, yaitu: a.    Hipotesis kerja Hipotesis kerja juga disebut hipotesis alternatif (Ha). Hipotesis kerja menyatakan adanya hubungan antara variabel X dan Y atau adanya perbedaan antara dua kelompok tertentu 1.    Jika … maka … Contoh: Jika program KB terlaksana, maka laju pertumbuhan penduduk Indonesia dapat dikendalikan. 2.     Ada perbedaan antara … dan … Contoh: Ada perbedaan antara penduduk kota dan penduduk desa dalam berperilaku. 3.     Ada pengaruh … terhadap … Contoh: Ada pengaruh dari adanya listrik masuk desa terhadap perubahan pola kehidupan masyarakat desa. b.    Hipotesis nol (nullhypotheses) Hipotesis nol sering disebut hipotesis statistik karena biasa dipakai dalam penelitian yang bersifat statistik, yaitu diuji dengan perhitungan statistik. Hipotesis nol menyatakan tidak adanya perbedaan antara dua variabel atau tidak adanya pengaruh variabel X terhadap variabel Y. Rumusan hipotesis nol sebagai berikut. 1.    Tidak ada perbedaan antara … dengan … Contoh: Tidak ada perbedaan antara siswa kelas I dengan siswa kelas III dalam disiplin belajar. 2.    Tidak ada pengaruh …dengan … Contoh: Tidak ada pengaruh antara jarak rumah ke sekolah dengan mengikuti pelajarandi sekolah. c.    Hipotesis statistik Hipotesis statistik, yaitu hipotesis yang menyatakan hasil observasi tentang populasi (manusia atau benda) dalam bentuk kualitatif.

5.    Menguji Hipotesis

Suatu hipotesis harus diuji atau dites berdasarkan data empiris. Berdasarkan data penelitian yang terkumpul, hipotesis harus kita uji kebenarannya.

Memilih Subjek (Populasi dan Sampel) Penelitian

Setelah kita selesai menentukan topik penelitian dan merumuskan pertanyaan penelitian dalam bentuk perumusan masalah dan hipotesis, langkah selanjutnya adalah memilih subjek penelitian, yaitu menetapkan populasi dan sampel.

1.    Populasi

Populasi adalah sekelompok orang, benda, atau hal-hal yang menjadi sumber pengambilan sampel atau sekumpulan orang, benda, atau hal yang memenuhi syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian ilmiah. Memilih populasi sebagai subjek tentunya harus disesuaikan dengan topik atau masalah yang telah ditentukan.

2.    Sampel

Sampel (sampling) adalah sesuatu yang dijadikan contoh atau sejumlah tertentu dari keseluruhan populasi yang dijadikan contoh atau subjek penelitian.


Page 2


Setelah masalah diidentifikasikan dan dipilih, maka tibalah saatnya masalah tersebut

Apa saja yang harus dipertimbangkan ketika merumuskan masalah?
dirumuskan. Perumusan masalah merupakan titik tolak bagi perumusan hipotesis nantinya, dan dari rumusan masalah dapat menghasilkan topik penelitian atau judul dari penelitian. Umumnya rumusan masalah harus dilakukan dengan kondisi berikut:

  1. Masalah biasanya dirumuskan dalam bentuk pertanyaan.
  2. Rumusan hendaklah jelas dan padat
  3. Rumusan masalah harus berisi implikasi adanya data untuk memecahkan masalah.
  4. Rumusan masalah harus merupakan dasar dalam membuat hipotesis.
  5. Masalah harus menjadi dasar bagi judul penelitian.

Misalnya, masalah yang dirumuskan adalah sebagai beriku:

“Apakah hasil padi ladang akan bertambah jika dipupuk dengan pupuk K?”

“Apakah ada hubungan antara konsumsi rumah tangga petani dengan pendapatan dan kekayaan petani?”

Dari rumusan masalah di atas, maka dapat dibuat judul penelitian sebagai berikut:

“Pemupukan padi ladang dengan pupuk K”

“Hubungan antara konsumsi rumah tangga dengan pendapatan dan pendidikan petani Aceh.”

Perlu juga diperingatkan, bahwa dalam memilih masalah, perlu dihindarkan masalah serta rumusan masalah yang terlalu umum, terlalu sempit, terlalu bersifat lokal ataupun terlalu argumentatif. Variabel-variabel penting dalam rumusan masalah harus diperhatikan benar-benar.

Ada beberapa hal yang perlu diingat dalam merumuskan masalah. Masalah ilmiah tidak boleh merupakan pertanyaan-pertanyaan etika atau moral. Maksudnya, menanyakan hal-hal diatas adalah pertanyaan tentang nilai dan value judgement yang tidak bisa dijawab secara ilmiah. Misalnya, masalah yang dipilih adalah “Perlukan kepemimpinan organisasi secara demokrasi?”, atau “bagaimana sebaiknya mengajar mahasiswa di perguruan tinggi?” Untuk menghindarkan hal tersebut di atas, maka janganlah menggunakan kata “mestikah” atau “lebih baik”, atau perkataan-perkataan lain yang menunjukkan preferensi (kesukaan).  Ganti perkataan lebih baik dengan perkataan “lebih besar“, misalnya.

Contoh lain, “Apakah metode mengajar secara otorita menuju ke cara belajar yang buruk?” Pertanyaan ini bukanlah suatu masalah ilmiah. Belajar yang buruk adalah value judgement. Mengajar secara otorita tidak dapat didefiniskan. Supaya tidak ada value judgement, maka sebaiknya “belajar yang buruk” dapat diganti dengan “mengurangi perilaku memecahkan soal“.

Hindarkan masalah yang merupakan metodologi. Pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan “metode sampling”, atau “pengukuran”, dan lain-lain, supaya jangan digunakan dalam memformulasikan masalah.

Sebagai kesimpulan, perlu dijelaskan bahwa ada dua jalan untuk memformulasikan masalah. Pertama, dengan menurunkan masalah dari teori yang telah ada, seperti masalah pada penelitian eksperimental. Cara lain adalah dari observasi langsung di lapangan seperti yang sering dilakukan oleh ahli-ahli sosiologi. Jika masalah diperoleh di lapangan, maka sebaiknya juga menghubungkan masalah tersebut dengan teori-teori yang telah ada, sebelumnya masalah tersebut diformulasikan. Ini bukan berarti bahwa penelitian yang tidak didukung oleh suatu teori tidak berguna sama sekali, karena ada kalanya penelitian tersebut dapat menghasilkan dalil-dalil dan dapat membentuk sebuah teori.

Masalah sebenarnya adalah hal yang pertama dipikirkan oleh peneliti-peneliti ketika merencanakan proyek penelitiannya. Walaupun diatas kertas, yang pertama-tama muncul adalah judul dan pendahuluan, tetapi yang lebih dahulu timbul pada penelitian adalah masalah penelitian.

Membuat masalah penelitian merupakan hal yang sukar, antara lain karena:

  1. tidak semua masalah di lapangan dapat diuji secara empiris (berdasarkan pengalaman terutama yang diperoleh dari penemuan, percobaan, pengamatan yang telah dilakukan);
  2. tida ada pengetahuan atau tidak diketahui sumber atau tempat mencari masalah-masalah;
  3. kadang kala si peneliti dihadapkan kepada banyak sekali masalah penelitian, dan sang peneliti tidak dapat memilih masalah mana yang lebih baik untuk dipecahkan;
  4. adakalanya masalah cukup menarik, tetapi data yang diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut sukar diperoleh;
  5. peneliti tidak tau kegunaan spesifik yang ada di kepalanya dalam memilih masalah.

Sesudah kita formulasikan masalah, maka langkah selanjutnya adalah membangun tujuan penelitian. Tujuan penelitian adalah suatu pernyataan tentang apa yang ingin kita cari atau yang ingin kita tentukan. Kalau masalah penelitian dinyatakan dalam kalimat pertanyaan (bentuk interogatif), maka tujuan penelitian diberikan dalam kalimat pernyataan (bentuk deklaratif). Tujuan penelitian biasanya dimulai dengan kalimat: “Untuk menentukan apakah…” atau “untuk mencari…” dan sebagainya. Tujuan penelitian haruslah dinyatakan secara lebih spesifik dibandingkan dengan perumusan masalah. Jika masalah merupakan konsep yang masih abstrak, maka tujuan penelitian haruslah konsep yang lebih kongkret.

Referensi: Metode Penelitian, Moh. Nazir, Ph.D