Apa fungsi materai dalam perjanjian jual beli

Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Fungsi Meterai yang dibuat oleh Ilman Hadi, S.H. dan dipublikasikan pada Senin, 18 Maret 2013.

Fungsi Meterai

Bea meterai adalah pajak atas dokumen, yaitu sesuatu yang ditulis atau tulisan, dalam bentuk tulisan tangan, cetakan, atau elektronik, yang dapat dipakai sebagai alat bukti atau keterangan.[2] Surat pernyataan atau perjanjian yang tidak dibubuhkan meterai tidak membuat pernyataan atau perjanjian tersebut menjadi tidak sah.

Akan tetapi, jika Anda memang bermaksud untuk menjadikan surat pernyataan atau perjanjian tersebut sebagai alat bukti di pengadilan, maka harus dilunasi bea meterai yang terutang.

Pemeteraian Kemudian

Untuk surat pernyataan yang belum dibubuhi meterai tetapi ingin diajukan sebagai alat bukti di pengadilan, maka dapat dilakukan dengan pemeteraian kemudian berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2014 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pemeteraian Kemudian (“PMK 70/2014”).

Pemeteraian Kemudian menurut Pasal 1 angka 5 PMK 70/2014 didefinisikan sebagai:

Suatu cara pelunasan Bea Meterai yang dilakukan oleh Pejabat Pos atas permintaan pemegang Dokumen yang Bea Meterainya belum dilunasi sebagaimana mestinya.

Pemeteraian kemudian dilakukan atas:[3]

  1. dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan;

  2. dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya; dan/atau

  3. dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di Indonesia.

Pemeteraian kemudian dilakukan oleh pemegang dokumen yaitu:[4]

  1. pihak yang akan menggunakan dokumen sebagai alat pembuktian di muka pengadilan, untuk dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan;

  2. pemilik dokumen, untuk dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya; atau

  3. pihak yang akan menggunakan dokumen di indonesia, untuk dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di Indonesia.

Pemeteraian kemudian harus disahkan oleh pejabat pos setelah pemegang dokumen melunasi bea meterai dengan menggunakan meterai tempel atau surat setoran pajak (“SSP”).[5]

Pelunasan bea meterai dengan Pemeteraian Kemudian dilakukan dengan menggunakan meterai tempel atau SSP, sedangkan pelunasan denda administrasi dilakukan dengan menggunakan SSP.[6]

Adapun mengenai besaran bea meterai yang harus dilunasi diatur dalam Pasal 4 PMK 70/2014.

Jadi, untuk dokumen yang akan dijadikan sebagai alat bukti di muka pengadilan dan belum dilunasi bea meterainya, harus dilakukan Pemeteraian Kemudian dengan cara yang kami jelaskan di atas., selain mengacu pada Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (2) PMK 70/2014, bea meterai dikenakan atas dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata[7] yaitu:[8]

  1. surat perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta rangkapnya;

  2. akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya;

  3. akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipannya;

  4. surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apapun;

  5. dokumen transaksi surat berharga, termasuk dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun;

  6. Dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang, salinan risalah lelang, dan grosse risalah lelang;

  7. Dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari Rp5 juta yang:

  1. menyebutkan penerimaan uang; atau

  2. berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan; dan

       h. Dokumen lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

Bea meterai dikenakan 1 kali dengan tarif tetap sebesar Rp10 ribu untuk dokumen yang disebut dalam Pasal 3 UU 10/2020[9] yang kami sebutkan di atas.

Adapun dokumen yang tidak dikenakan bea meterai meliputi:[10]

  1. Dokumen yang terkait lalu lintas orang dan barang:

    1. surat penyimpanan barang;

    2. konosemen;

    3. surat angkutan penumpang dan barang;

    4. bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang;

    5. surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim; dan

    6. surat lainnya yang dapat dipersamakan dengan surat sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka 5;

  2. segala bentuk ljazah;

  3. tanda terima pembayaran gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya yang berkaitan dengan hubungan kerja, serta surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran dimaksud;

  4. tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara, kas pemerintah daerah, bank, dan lembaga lainnya yang ditunjuk oleh negara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan

  5. kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu yang berasal dari kas negara, kas pemerintahan daerah, bank, dan lembaga lainnya yang ditunjuk berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;

  6. tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi;

  7. Dokumen yang menyebutkan simpanan uang atau surat berharga, pembayaran uang simpanan kepada penyimpan oleh bank, koperasi, dan badan lainnya yang menyelenggarakan penyimpanan uang, atau pengeluaran surat berharga oleh kustodian kepada nasabah;

  8. surat gadai;

  9. tanda pembagian keuntungan, bunga, atau imbal hasil dari surat berharga, dengan nama dan dalam bentuk apa pun; dan

  10. Dokumen yang diterbitkan atau dihasilkan oleh Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan kebijakan moneter.

Untuk tambahan informasi, saat ini pelunasan bea meterai dapat dilakukan dengan membubuhkan tanda bea meterai lunas dengan Mesin Teraan Meterai Digital yang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-66/PJ/2010 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelunasan Bea Meterai dengan Membubuhkan Tanda Bea Meterai Lunas dengan Mesin Teraan Meterai Digital.

Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar hukum:

[2] Pasal 1 angka 1 dan angka 2 UU 10/2020

[4] Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) PMK 70/2014

[5] Pasal 3 ayat (3) dan ayat (4) PMK 70/2014

[6] Pasal 3 ayat (5) PMK 70/2014

[7] Pasal 3 ayat (1) huruf a UU 10/2020

[8] Pasal 3 ayat (1) huruf b UU 10/2020

[9] Pasal 4 dan Pasal 5 UU 10/2020

Lihat Foto

dok Tribun Kaltim

Ilustrasi materai Rp 6.000

JAKARTA, KOMPAS.com - Meterai atau lebih sering disebut materai, bisa jadi salah satu produk hukum perpajakan yang sangat familiar di kehidupan kita. Materai ini seringkali digunakan dalam penandatanganan surat perjanjian dan surat-surat berharga lainnya.

Tujuan penempelan materai yakni memberikan nilai hukum pada sebuah dokumen yang telah dibuat. Untuk surat yang ditandatangi, materai yang digunakan biasanya adalah materai 6000.

Lalu apa sebenarnya fungsi materai 6000 (apa itu materai 6000)?

Dikutip dari laman resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Senin (10/8/2020), bea meterai adalah pajak atas dokumen yang terutang sejak saat dokumen tersebut ditandatangani oleh pihak-pihak yang berkepentingan, atau diserahkan kepada pihak lain jika dokumen itu hanya dibuat oleh satu pihak.

Baca juga: Prosedur Pengurusan IMB, Tahapan Hingga Biayanya

Dalam arti lain, bea materai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen yang bersifat perdata dan dokumen untuk digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.

Penggunaan dan fungsi materai diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea Materai, bea materai adalah pajak dokumen yang dibebankan oleh negara untuk dokumen tertentu.

Sebenarnya, tak semua dokumen berharga harus dibubuhi materai. Dengan kata lain, dokumen tanpa materai bukan berarti dokumen tersebut dianggap tidak sah. Namun, dokumen tanpa materai tersebut tak bisa dijadikan alat bukti di pengadilan.

Status dokumen tak bermaterai

Dalam kasus ketika surat atau dokumen tidak dibubuhi materai namun akan dijadikan bukti ke pengadilan, maka pelunasan bea materai dilakukan dengan Pemeteraian Kemudian.

Baca juga: Cari Rumah Murah Sitaan Bank BUMN? Cek di Sini

"Pemeteraian kemudian dilakukan atas dokumen yang semula tidak terutang Bea Meterai namun akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan. Pemeteraian kemudian juga dilakukan atas dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di Indonesia," bunyi Pasal 1 huruf c Kepmenkeu 476/2002.

Pemeteraian kemudian wajib dilakukan oleh pemegang dokumen dengan menggunakan Meterai Tempel atau Surat Setoran Pajak dan kemudian disahkan oleh Pejabat Pos.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA