Alat yang digunakan untuk mengukur curah hujan adalah

Hujan adalah titik-titik air di udara atau awan yang sudah terlalu berat karena kandungan airnya sudah sangat banyak, sehingga akan jatuh kembali ke permukaan bumi sebagai hujan (presipitasi). Alat untuk mengukur curah hujan adalah fluviometer. Garis khayal di peta yang menghubungkan tempat-tempat yang mendapatkan curah hujan yang sama disebut isohyet.

Berdasarkan pada Proses terjadinya, Hujan dibedakan menjadi 3, yaitu :

Hujan Frontal. Hujan frontal adalah hujan yang terjadi karena adanya pertemuan antara massa udara panas dengan massa udara dingin. Pada pertemuan udara panas dan dingin terjadilah bidang front dimana terjadi kondensasi dan pembentukan awan. Udara yang panas selalu berada di atas udara yang dingin. Hujan frontal biasanya terjadi di daerah lintang sedang atau pertengahan.


Hujan Konveksi (Zenithal). Hujan konveksi terjadi karena udara yang mengandung uap air bergerak naik secara vertikal (konveksi) karena pemanasan. Udara yang naik itu mengalami penurunan suhu, sehingga pada ketinggian tertentu terjadi proses kondensasi dan pembentukan awan. Setelah awan tersebut tidak mampu lagi menahan kumpulan titik-titik airnya, maka terjadilah hujan konveksi (zenithal). Hujan konveksi banyak terjadi di daerah tropis yang mempunyai intensitas penyinaran matahari yang selalu tinggi.

Hujan Orografis. Hujan orografis adalah hujan yang terjadi karena gerakan udara yang mengandung uap air terhalang oleh pegunungan sehingga massa udara itu dipaksa naik ke lereng pegunungan. Akibatnya suhu udara tersebut menjadi dingin. Sampai ketinggian tertentu terjadi proses kondensasi dan terbentuklan awan. Selanjutnya terjadilah hujan yang disebut hujan orografis.

Pengertian curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan1 (satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter.

curah hujan yang datang tak menetu menimbulkan penelitian yang perlu kita data setiap saat. dan pada era sekarang, dibuatnya alat yang berfungsi untuk mengukur curah hujan yang tentunya sangat memudahkan pekerjaan manusia dengan HOBO Data Logging Rain Gauge - RG3

HOBO Data Logging Rain Gauge - RG3

Catat hingga 160 inci curah hujan dengan kecepatan sampai 12,7 cm (5 inci) per jam. Sistem Data Logging Rain Gauge bertenaga baterai dan dilengkapi dengan data log peristiwa HOBO® Pendant Event dengan alat pengukur hujan tip. Mudah mengumpulkan data curah hujan, waktu, dan durasi, serta suhu saat digunakan dengan perisai radiasi opsional (RS1 Solar Radiation Shield, atau M-RSA). Stasiun pangkalan atau antar jemput diperlukan.

Fitur

Environment:

RG3 Data Logger digunakan untuk lingkungan Outdoor

Pengukuran:

RG3 Data Logger mendukung pengukuran berikut: Curah hujan

Alat pengukur hujan tipping-bucket berkualitas tinggi mencakup data event penebang HOBO Pendant Event. Stasiun pangkalan atau antar jemput diperlukan. Stempel waktu dan tanggal disimpan untuk setiap tip - memberikan detail yang diperlukan untuk menentukan tingkat curah hujan dan durasi Alat pengukur hujan teruji yang teruji di lapangan Juga mencatat suhu saat digunakan dengan pelindung radiasi matahari opsional Alat pengukur hujan tipping-bucket berkualitas tinggi termasuk logger data Kejadian HOBO Pendant.

Stasiun pangkalan atau antar jemput diperlukan. Stempel waktu dan tanggal disimpan untuk setiap tip - memberikan detail yang diperlukan untuk menentukan tingkat curah hujan dan durasi. Alat pengukur hujan teruji yang teruji di lapangan. Kompatibel dengan software HOBOware dan HOBOware Pro untuk setup logger, grafik dan analisis. Juga mencatat suhu saat digunakan dengan pelindung radiasi matahari opsional.


    Panakar hujan Onservatorium merupakan penakar hujan non-recording atau tidak dapat mencatat sendiri alias harus diukur secara manual. Penakar hujan OBS digunakan untuk mengukur jumlah curah hujan yang jatuh dan masuk kedalam corong penakar curah hujan tersebut dalam periode waktu 24 jam. Jumlah curah hujan yang terukur dinyatakan dalam satuan mm (milimeter). Panakar hujan jenis ini, diamati tiap jam 07.00 waktu setempat untuk metode pengamatan agroklimat, sedangkan untuk pengamatan sinoptik diamati tiap jam. Pancatatan data curah hujan hasil pengukuran dinyatakan dalam bilangan bulat. Apabila tidak ada hujan ditulis strip (-). Bila curah hujan yang terukur kurang dari 0.5 mm maka ditulis 0, jika lebih dari 0.5 ditulis 1. Bagian-bagian Alat Panakar hujan OBS terdiri dari lima bagian utama yaitu :      1.Corong penakar yang berbentuk lingkaran yang dapat dilepas dengan luas100 cm persegi.      2.Tabung panampung air hujan.      3.Kran untuk mengeluarkan air      4.Penyangga      5.Gelas ukur dengan skala 0 – 25 mm. (lihat gambar Penakar hujan Observatorium (OBS) Cara Kerja Alat

    Saat terjadi hujan, air hujan yang tercurah masuk dalam corong penakar. Air yang masuk dalam penakar dialirkan dan terkumpul di dalam tabung penampung. Pada jam-jam pengamatan air hujan yang tertampung diukur dengan menggunakan gelas ukur. Apabila jumlah curah hujan yang tertampung jumlahnya melebihi kapasitas ukur gelas ukur, maka pengukuran dilakukan beberapa kali hingga air hujan yang tertampung dapat terukur semua sampai benar-benar kering. Untuk pemasangan Penakar curah hujan jenis ini disarankan untuk menempatkan corong diketinggian 125cm dari permukaan tanah untuk menghindari cipratan air dari tanah dan diletakkan ditempat yang benar-benar jauh dari pepohonan ataupun benda yang lebih tinggi dari corong untuk menhindari cipratan air hujan dari benda lain disekitarnya.

Oleh Muchlisin Riadi November 29, 2018

Hujan adalah sebuah peristiwa presipitasi (jatuhnya cairan dari atmosfer yang berwujud cair maupun beku ke permukaan bumi) berwujud cairan. Hujan biasanya terjadi karena pendinginan suhu udara atau penambahan uap air ke udara. Hujan merupakan hydrometeor yang jatuh berupa partikel-partikel air yang mempunyai diameter 0.5 mm atau lebih. Hydrometeor yang jatuh ke tanah disebut hujan sedangkan yang tidak sampai tanah disebut Virga (Tjasyono, 2006). Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi milimeter (mm) di atas permukaan horizontal. Curah hujan 1 mm adalah jumlah air hujan yang jatuh di permukaan per satuan luas (m2) dengan volume sebanyak 1 liter tanpa ada yang menguap, meresap atau mengalir (Aldrian dkk, 2011). Berdasarkan faktor penyebab terjadinya hujan, terdapat empat jenis hujan, yaitu sebagai berikut:
Hujan ini terjadi karena adanya penghalang topografi, udara dipaksa naik dan kemudian mengembang dan mendingin terus mengembun dan selanjutnya dapat jatuh sebagai hujan. Bagian lereng yang menghadap angin hujannya akan lebih lebat dari pada bagian lereng yang ada di belakangnya. Curah hujan berbeda menurut ketinggiannya, biasanya curah hujan makin besar pada tempat-tempat yang lebih tinggi sampai suatu ketinggian tertentu.
Hujan ini merupakan hujan yang paling umum terjadi di daerah tropis. Panas yang menyebabkan udara naik ke atas kemudian mengembang dan secara dinamika menjadi dingin dan berkondensasi dan akan jatuh sebagai hujan. Proses ini khas buat terjadinya badai Guntur yang terjadi di siang hari yang menghasilkan hujan lebat pada daerah yang sempit. Badai Guntur lebih sering terjadi di lautan dari pada di daratan.
Hujan ini terjadi karena adanya front panas, awan yang terbentuk biasa tipe stratus dan biasanya terjadi hujan rintik-rintik dengan intensitas kecil. Sedangkan pada front dingin, awan yang terjadi biasanya tipe cumulus dan cumulonimbus dimana hujannya lebat dan cuaca yang timbul sangat buruk. Hujan front ini tidak terjadi di Indonesia karena di Indonesia tidak terjadi front.
Siklon tropis hanya dapat timbul di daerah tropis antara lintang 0º - 10º lintang utara dan selatan tidak berkaitan dengan front, karena siklon ini berkaitan dengan sistem tekanan rendah. Siklus tropis dapat timbul di lautan yang panas, karena energi utamanya diambil dari panas laten yang terkandung dari uap air. Siklon tropis akan mengakibatkan cuaca yang buruk dan hujan yang lebat pada daerah yang dilaluinya. Berdasarkan ukuran butiran hujan, terdapat empat jenis hujan, yaitu sebagai berikut:

  1. Hujan gerimis (drizzle), adalah hujan dengan diameter butirannya kurang dari 0,5 mm. 
  2. Hujan salju (snow), adalah kristal-kristal es yang temperatur udaranya berada di bawah titik beku (0ºC).
  3. Hujan batu es, adalah hujan curahan batu es yang turun di dalam cuaca panas awan yang temperaturnya di bawah titik beku (0ºC). 
  4. Hujan deras (rain), adalah hujan dengan curah hujan yang turun dari awan dengan nilai temperatur di atas titik beku berdiameter butiran ± 7 mm.
Berdasarkan intensitas jumlah hujan per satuan waktu tertentu selama hujan berlangsung, hujan dibagi menjadi lima jenis, yaitu:
  1. Hujan Sangat lemah, yaitu hujan dengan curah hujan < 0.02 mm/menit. 
  2. Hujan Lemah, yaitu hujan dengan curah hujan 0.02 - 0.05 mm/menit.
  3. Hujan Sedang, yaitu hujan dengan curah hujan 0.05 - 0.25 mm/menit.
  4. Hujan Deras, yaitu hujan dengan curah hujan 0.25 - 1 mm/menit.
  5. Hujan Sangat deras, yaitu hujan dengan curah hujan >1 mm/menit.
Proses terjadinya hujan merupakan siklus yang berputar sepanjang waktu. Proses terbentuknya hujan adalah sebagai berikut:
  1. Seluruh wilayah pada permukaan perairan bumi seperti sungai, danau, laut akan menguap ke udara karena panas matahari. 
  2. Uap air kemudian naik terus ke atas kemudian menyatu dengan udara.
  3. Suhu udara yang semakin tinggi akan membuat uap air itu melakukan kondensasi atau menjadi embun, yang menghasilkan titik-titik air yang berbentuk kecil.
  4. Suhu yang semakin tinggi membuat butiran uap yang menjadi embun tersebut semakin banyak jumlahnya, yang kemudian berkumpul membentuk awan.
  5. Awan kemudian terus berwarna menjadi kelabu dan gelap yang dikarenakan butiran airnya sudah terkumpul dalam jumlah banyak.
  6. Lalu suhu yang sangat dingin dan semakin berat, membuat butiran-butiran tersebut akan jatuh ke bumi yang dinamakan hujan.
Alat pengukur hujan manual yang paling banyak dipakai adalah tipe observatorium (obs) yang disebut ombrometer. Pengukur hujan adalah instrumen yang digunakan untuk mendapatkan dan mengukur jumlah curah hujan pada satuan waktu tertentu. Curah hujan dari pengukuran alat dihitung dari volume air hujan dibagi dengan luas mulut penakar. Terdapat beberapa jenis alat pengukur hujan, antara lain adalah sebagai berikut:

Alat ini lebih dikenal dengan dengan nama Penakar Hujan Observatorium (OBS) atau Penakar Hujan Manual, sedang di kalangan pertanian dan pengairan biasa disebut ombrometer. Sebuah alat yang digunakan untuk menakar atau mengukur hujan harian. Sebuah penakar hujan Obsevatorium mewakili luasan area datar sampai radius 5 km.

Alat ini merupakan penakar hujan otomatis dengan tipe siphon. Bila air hujan terukur setinggi 10 mm, siphon bekerja mengeluarkan air dari tabung penampungan dengan cepat, kemudian siap mengukur lagi dan kemudian seterusnya. Di dalam penampung terdapat pelampung yang dihubungkan dengan jarum pena penunjuk yang secara mekanis membuat garis pada kertas pias posisi dari tinggi air hujan yang tertampung.

Merupakan penakar hujan otomatis menggunakan prinsip menampung air hujan pada bejana yang berjungkit. Bila air mengisi bejana penampung yang setara dengan tinggi hujan 0,5 mm akan berjungkit dan air dikeluarkan. Terdapat dua buah bejana yang saling bergantian menampung air hujan. Tiap gerakan bejana berjungkit secara mekanis tercapat pada pias atau menggerakkan counter (penghitung). Jumlah hitungan dikalikan dengan 0,5 mm adalah tinggi hujan yang terjadi.

Merupakan penakar hujan otomatis menggunakan prinsip menampung air hujan dalam tabung penampung. Bila penampung penuh, tabung menjadi miring dan siphon mulai bekerja megeluarkan air dari dalam tabung. Setiap pergerakan air dalam tabung penampung tercatat pada pias sama seperti alat penakar hujan otomatis lainnya.
  • Tjasyono, Bayong HK. 2006. Klimatologi. Bandung: ITB Press. 
  • Aldrian, E., Mimin dan Budiman. 2011. Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di Indonesia. Jakarta: Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara.
  • Afiandhie, Hafnie. 2012. Perancangan Alat Ukur untuk Menghitung Tingkat Curah Hujan dengan Menggunakan Pengiriman Data Wireless. Bandung: UNIKOM. 

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA